Rabu, Februari 5, 2025

Materi Ketua DPD RI Diskusi Panel Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) “Peran Citizen Journalists dalam Mewujudkan Dunia yang Aman, Damai dan Harmonis”

Loading

Jakarta, 11 November 2022

Bismillahirrohmannirrohim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang saya hormati dan banggakan;
1. Ketua Umum PPWI, Saudara Wilson Lalengke
2. Sekjen PPWI, yang juga anggota DPD RI, Saudara Fachrul Razi
3. Jajaran Pengurus Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia
4. Para Narasumber Diskusi
5. Bapak Ibu dan Hadirin yang saya banggakan

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.

Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.

Saya sampaikan terima kasih kepada Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia, yang mengundang saya untuk ikut menyumbangkan pikiran dan pendapat dalam acara Diskusi Panel yang diselenggarakan hari ini.

Saya memohon maaf, tidak dapat hadir di tengah-tengah Bapak Ibu dan hadirin sekalian, dikarenakan saya harus berada di luar Jakarta untuk agenda yang sudah terjadwal sebelumnya.

Bapak Ibu dan Hadirin yang saya hormati,
Tema yang kita bahas hari ini adalah; “Peran Citizen Journalist dalam Mewujudkan Dunia yang Aman, Damai dan Harmonis”.

Pada prinsipnya, Citizen Journalist merupakan “kegiatan jurnalistik dari warga oleh warga dan untuk warga”.

Karena mengandung kata “jurnalistik” dipastikan harus terjadi proses pengumpulan, analisa, pelaporan, serta penyebaran berita dan informasi. Dan karena mengandung kata “jurnalistik” maka teori dasar jurnalisme juga harus terpenuhi.

Ada teori dasar jurnalisme yang harus dipegang oleh siapapun warga yang melakukan praktek jurnalisme warga, yaitu; pertama, memisahkan dengan tegas antara fakta dan opini. Karena news is a news, dan opini adalah opini.

Masih sering karya jurnalistik warga yang bermuatan opini pribadi, yang bahkan bersifat menjudgment atau trial by the press. Dimana hal itu jelas dilarang dalam kode etik media mainstream.

Misalnya, seorang warga melaporkan peristiwa kebakaran langsung dari tempat kejadian perkara. Tetapi memberikan narasi yang beropini tentang penyebab kebakaran. Padahal penyebab kebakaran tentu harus menunggu penelitian forensik oleh petugas atau aparat yang berwenang.

Terutama dalam membuat kabar aktivitas politik. Di sini kerap ada distorsi kepentingan atau kelompok yang mempengaruhi pilihan narasi kalimat. Sehingga kerap terdengar kalimat-kalimat yang bernada pujian yang berlebihan, atau sebaliknya, sinisme dan sarkasme.

Yang kedua, masih sering kita jumpai karya jurnalisme warga yang tidak memenuhi unsur dasar dari jurnalisme. Yaitu; Lima W dan Satu H. Terkadang masih kita jumpai karya tersebut tidak menyebut dengan detil unsur dimana peristiwa itu terjadi. Atau kapan peristiwa itu terjadi. Atau siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.

Artinya masih terjadi kekurangan dalam proses pengumpulan, analisa dan pelaporan karya tersebut.

Hal-hal kecil tetapi mendasar tersebut turut menyumbang peran yang sangat besar, bila kita ingin membicarakan tema diskusi hari ini, terutama dalam mewujudkan dunia yang aman, damai dan harmonis, melalui karya jurnalisme warga.

Bapak Ibu dan Hadirin yang saya hormati,
Ada satu buku yang menarik, yang terbit tahun 2020. Yang ditulis oleh Yasraf A. Piliang, dengan judul; “Dunia Yang Dilipat”.

Disebutkan di dalam buku tersebut, bahwa abad informasi adalah abad yang padat komunikasi, tetapi miskin kontemplasi. Sarat informasi, tetapi tumpul refleksi. Penuh seduksi tetapi sulit meditasi.

Sehingga banjir informasi yang kita terima melalui gadget membuat kita semakin ter-alinasi dari cara berpikir jernih dalam memandang persoalan. Terutama persoalan kebangsaan dan kenegaraan kita.

Dan tesis tersebut telah saya buktikan sendiri, ketika saya berkeliling Indonesia, menyampaikan bahwa bangsa ini terpisah dari Norma Hukum Tertinggi, yaitu Pancasila, yang terjadi pada tahun 1999 hingga 2002, yang ternyata banyak sekali masyarakat yang belum menyadari hal itu.

Banyak yang tidak tahu bahwa Amandemen Konstitusi yang terjadi saat Reformasi itu telah mengubah 95 persen isi dari Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli.

Bahkan lebih banyak yang tidak tahu, bahwa isi dari Pasal-Pasal baru tersebut justru menjabarkan ideologi asing, yaitu Individualisme dan Liberalisme. Sehingga Indonesia perlahan tapi pasti semakin liberal, sekuler dan kapitalistik.

Inilah akibat dari kesibukan kita berenang di arus informasi hiruk pikuk yang tidak fundamental. Yang membuat kita semakin sulit melakukan kontemplasi, refleksi dan meditasi.

Saya berharap Persatuan Pewarta Warga Indonesia mampu menjebol kejumudan tersebut. Dengan memulai penulisan-penulisan persoalan yang fundamental, yang menjadi tugas besar bangsa ini untuk menyongsong perubahan global yang terjadi.

Bahan-bahan untuk penulisan tersebut bisa Bapak Ibu dapatkan di website pribadi saya, dengan alamat; lanyallacenter dot id.

Kiranya itu yang dapat saya sampaikan. Atas perhatian Bapak Ibu dan Hadirin, saya sampaikan terima kasih.

Wabillahi Taufiq wal Hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Ketua DPD RI

AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Foto Terkait

Berita Foto Terkait

Video Terkait

Pidato Terkait