Dipublikasikan pada Sabtu, 20 November 2021 16:30 WIB
MUNA – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, didaulat menjadi pembicara utama pada rapat konsolidasi Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi Kalimantan Barat, Sabtu (20/11/2021). LaNyalla yang hadir secara virtual, menegaskan peran sentral perempuan dalam menggerakkan perekonomian nasional.
Senator asal Jawa Timur itu, mengaku tak pernah meragukan peran kaum perempuan dalam membangun negeri. Khususnya dalam mewarnai perekonomian nasional.
“Di masa pandemi, peran kaum perempuan semakin nyata dan tak terbantahkan. Kita melihat betapa banyak kaum perempuann eksis dalam mengembangkan wirausaha,” kata LaNyalla di sela-sela kunjungan kerjanya ke Muna, Sulawesi Tenggara.
LaNyalla juga merinci peran perempuan dalam membangun sektor perekonomian nasional.
Pada sektor Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM), 53,76 persen pelakunya perempuan dan 97 persen pekerjanya juga perempuan. Sementara kontribusi UMKM dalam perekonomian nasional sendiri mencapai 61 persen.
“Itu artinya, para perempuan-lah yang sejatinya berperan dominan dalam menggerakkan ekonomi nasional,” kata LaNyalla.
Ketua Dewan Penasehat KADIN Jatim itu menilai, dalam menggerakkan pemulihan ekonomi, peran perempuan juga luar biasa besar. Peranan perempuan itu sungguh nyata dan bisa memberikan nilai tambah yang besar bagi perekonomian.
“Kita lihat data State of The Global Islamic Economic Report, peranan perempuan yang menjadi pengusaha disebut bisa meningkatkan potensi kontribusi atas Produk Domestik Bruto dunia hingga 5 triliun US Dollar,” papar LaNyalla.
Menurut LaNyalla, riset tersebut menunjukkan, jika semua negara memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan untuk berpartisipasi pada perekonomian, maka produktivitas negara tersebut akan meningkat nilainya. Bahkan, keseluruhan peran perempuan itu akan mencapai 28 triliun US Dollar atau 26 persen dari Produk Domestik Bruto dunia.
“Melihat strategisnya peran kaum perempuan, sudah selayaknya kita
terus mendorong keadilan gender terwujud di Tanah Air. Karena, menurut laporan The Global Gender Gap Index 2020 yang dirilis World Economic Forum, Indonesia berada di peringkat 85 dari 153 negara, dengan skor 0 point 70,” urai LaNyalla.
Ke depan, kata LaNyalla, menjadi tugas kita bersama untuk mempersempit
kesenjangan gender, baik di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi,
maupun politik. Sebagai contoh di bidang politik, keterwakilan perempuan di Indonesia masih rendah.
Hasil Pemilu 2019, misalnya, hanya memberikan keterwakilan perempuan di DPR-RI 20,5 persen, meski jumlah calon anggota parlemen dari perempuan yang dicalonkan telah lebih dari 30 persen.
“Padahal, secara global, rata-rata keterwakilan perempuan di parlemen pada 2019 telah mecapai lebih dari 24 persen,” kata dia.
LaNyalla juga mengapresiasi BKOW Kalimantan Barat (Kalbar) yang terus bergerak di tengah pandemi dengan tetap menjalankan roda organisasi yang mampu memberi manfaat kepada para anggotanya.
Ia berharap para anggota organisasi wanita se-Kalimantan Barat bisa terus mengaktualisasikan diri dalam rangka memperkuat peran kaum perempuan untuk memulihkan ekonomi lokal.
Sudah hampir dua tahun pandemi Covid-19 hadir di bumi Indonesia. Semua bisa merasakan dampaknya yang begitu luar biasa. Dari sisi kesehatan, lebih dari 4,2 juta warga Indonesia terpapar Covid-19 dan sebanyak 144.000 warga meninggal dunia.
“Pandemi ini telah menghasilkan perubahan yang luar biasa besar
dalam peradaban manusia, termasuk perubahan drastis dalam berbagai pola interaksi kehidupan umat manusia. Salah satu perubahan yang
terbesar adalah semakin pesatnya perkembangan ekonomi digital,” ujar dia.
Pembatasan mobilitas fisik membuat skema bisnis berayun ke arah digitalisasi dengan sistem teknologi yang semakin maju.
“Hari ini pun kita dipertemukan secara virtual, melalui aplikasi Zoom, sebuah bisnis yang dikembangkan oleh Zoom Video Communications, perusahaan teknologi komunikasi Amerika Serikat yang berkantor pusat di San Jose, California, Amerika Serikat, yang jaraknya terbentang belasan ribu kilometer dari tempat rapat konsolidasi ini diselenggarakan,” papar LaNyalla.
Ia melanjutkan, ketika membaca undangan dari BKOW Kalbar dengan tema yang berkaitan dengan perempuan dan dunia digital, ia mengaku sangat bahagia.
“Itu artinya, kaum perempuan di Kalbar telah memahami bahwa digitalisasi adalah sektor penting yang harus dikuasai dalam menjawab tantangan zaman,” tegas dia.
LaNyalla melihat satu peluang besar yang harus digarap untuk mengembangkan kapasitas kaum perempuan, yaitu pemanfaatan sektor digital.
LaNyalla tak mau kaum perempuan hanya menjadikan dunia digital sebagai sarana mencari hiburan, tanpa menyadari potensinya untuk dikembangkan sebagai instrumen meningkatkan kapasitas ilmu dan perekonomian.
LaNyalla melihat besarnya potensi ekonomi digital. Dari tahun ke tahun,
nilai transaksi belanja online terus meningkat. Tahun 2020 lalu mencapai Rp266 triliun.
“Tetapi ada satu keprihatinan dalam diri saya, karena masih maraknya produk impor di berbagai marketplace Indonesia. Benar bahwa 90 persen, atau bahkan 95 persen, penjual di marketplace kita adalah orang lokal. Tetapi produk yang dijual justru kebalikannya, sekitar 90 persen adalah barang impor,” tuturnya.
Hal ini tentu harus menjadi perhatian kita bersama karena begitu besarnya nilai transaksi belanja online kita, yang mencapai lebih dari Rp266 triliun itu. Artinya, mayoritas uang masyarakat dibelanjakan untuk produk impor.
Inilah salah satu PR untuk membawa kaum perempuan di seluruh pelosok negeri masuk dalam ekosistem belanja digital.
Tentu saja ketika berbicara ekonomi digital bukan hanya soal belanja
online. Di dalamnya ada berbagai segmen bisnis. Ada game, ada aplikasi,
ada software, ada teknologi bidang kesehatan dan sebagainya.
Belum lagi jika kita berbicara tentang perkembangan teknologi gelombang baru, atau yang biasa disebut gelombang kedua dunia digital, seperti teknologi 5G, internet of things, blockchain, artificial intelligence, dan cloud computing.
Semuanya itu jika kita tangkap dengan baik peluangnya, tentu akan sangat memperbaiki kualitas pertumbuhan ekonomi bangsa kita.
“Banyak riset menunjukkan, ekonomi digital Indonesia akan tumbuh delapan kali lipat pada tahun 2030. Nilainya diprediksi mencapai Rp4.531 triliun pada tahun 2030, dengan Rp1.900 triliun atau 34 persennya dari belanja elektronik,” tutur LaNyalla.
Jumlah itu luar biasa besar, mengingat populasi Indonesia yang juga besar, sehingga menjadikannya sebagai pasar prospektif dari ekonomi digital.
“Yang ingin saya tekankan dalam hal ini adalah ayo bersiap. Tidak ada kata terlambat. Semua kaum perempuan harus bersiap. Jangan sampai besarnya pasar ekonomi digital itu justru dinikmati oleh perusahaan-perusahaan besar dari luar negeri,” ingat LaNyalla.
LaNyalla menilai ada beberapa catatan penting yang harus dibenahi bila ingin
memperkuat daya saing kaum perempuan kita dalam menghadapi pesatnya perkembangan ekonomi digital.
Pertama, kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM). Karena SDM adalah pilar dasar dalam ekosistem inovasi digital.
“Ingat, digital hanyalah alat. Skemanya, inovasinya, terobosannya, peruntukannya berdasarkan perencanaan dari manusia. Sehingga SDM kaum perempuan harus disiapkan sejak saat ini. Tidak bisa ditunda-tunda lagi,” ujar dia.
Kedua, kesiapan infrastruktur. Saat ini, fasilitas infrastruktur telekomunikasi belum merata, terutama di kawasan timur Indonesia dan beberapa wilayah di luar Jawa. Akibatnya, terjadi kesenjangan digital. Mayoritas pengguna internet pun kita ketahui hanya berpusat di Jawa, Sumatera dan Bali.
“Tanpa pemerataan infrastruktur telekomunikasi, tentu akan sulit untuk menciptakan kaum perempuan kreatif dengan sentuhan digital di pelosok-pelosok negeri. Kita hanya akan melihat tumbuhnya pengusaha perempuan dari Pulau Jawa secara pesat,” beber dia.
Maka, kata dia, perlu pemerataan infrastruktur secara lebih masif.
Infrastruktur telekomunikasi sangat penting untuk dibuat semakin merata. Di darat ada jalan tol, di sektor kelautan ada tol laut, selayaknya juga
Indonesia disatukan lewat tol langit, dengan pemerataan infrastruktur
teknologi. Ketiga, kesiapan regulasi. Dunia digital adalah dunia yang begitu dinamis. Hitungan perubahannya bukan tahun, tapi hari, bahkan jam.
“Maka, pemerintah harus menyiapkan regulasi yang tidak kuno, yang mengakomodasi perkembangan zaman, namun tetap dalam koridor aturan yang baik dan memihak bangsa,” imbuhnya.
Dengan berbagai tantangan tersebut, tentunya diperlukan keseriusan
untuk menghadapinya. DPD RI telah dan akan terus mendorong pengembangan teknologi dan digital untuk kaum perempuan, baik dari sisi ekosistem pendidikan, dunia usaha, hingga infrastruktur fisiknya.
Badan Kerjasama Organisasi Wanita Kalimantan Barat diketuai Erlinawati, yang juga Senator DPD RI asal Pontianak. (*)