Dipublikasikan pada Selasa, 18 Januari 2020 16:34 WIB
JAKARTA – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan kebutuhan paling mendasar dalam pengembangan digitalisasi di Tanah Air adalah kesiapan Sumber Daya Manusia.
Pernyataan itu disampaikan LaNyalla saat membuka secara virtual program BISA AI Academy, di Jakarta, Selasa (18/1/2022).
“SDM adalah pilar dasar dalam ekosistem inovasi digital. Ada data menyebutkan, pada 2030, Indonesia butuh 17 juta SDM di bidang digital dengan kemampuan teknologi informasi yang memadai. Ini perlu dipersiapkan dengan baik,” kata LaNyalla.
Oleh karena itu, DPD RI akan terus mendorong pengembangan SDM dengan kompetensi digital. Tidak hanya terpusat di kota besar, tapi di seluruh pelosok Tanah Air, melalui sistem pendidikan yang baik, termasuk melalui dunia vokasi. Juga tentu saja melalui keterlibatan sektor swasta.
“Sehingga kami mengapresiasi kolaborasi BISA AI Academy bersama Huawei, Oudpro Indonesia dan Pusat Studi Ilmu Komputer UPN Veteran Jakarta yang menyelenggarakan program untuk mendorong mahasiswa mengasah kemampuan wirausaha dalam menciptakan Start Up. Program-program seperti ini harus didukung terus,” paparnya.
Selain penyiapan SDM, menurut LaNyalla, DPD RI juga akan mendorong agar pemerintah mempersiapkan infrastruktur telekomunikasi yang memang belum merata antara kawasan barat dan timur Indonesia.
“Tanpa pemerataan infrastruktur telekomunikasi, tentu akan sulit untuk menciptakan pengusaha-pengusaha kreatif dengan sentuhan digital di pelosok-pelosok negeri,” jelasnya.
Setelah infrastruktur, diperlukan juga kesiapan regulasi. Karena dunia digital sangat dinamis pemerintah harus menyiapkan regulasi yang mampu mengakomodasi perkembangan zaman, namun tetap dalam koridor aturan yang baik.
“Termasuk aturan perpajakan yang harus win-win solution untuk kepentingan pengembangan ekonomi digital, sekaligus meningkatkan pendapatan negara,” tukas alumnus Universitas Brawijaya Malang itu.
Dijelaskan oleh LaNyalla, banyak riset menunjukkan ekonomi digital Indonesia akan tumbuh delapan kali lipat pada tahun 2030. Nilainya diprediksi mencapai Rp 4.531 triliun pada tahun 2030, dengan Rp1.900 triliun atau 34 persennya dari belanja elektronik. Hal itu merupakan prospek besar yang harus dimanfaatkan.
“Artinya bangsa ini harus memiliki kesadaran digital. Semua orang harus paham bahwa dunia digital adalah masa depan kita. Cara-cara yang tidak terpikirkan 10 tahun lalu diubah oleh digitalisasi,” lanjut dia.
LaNyalla juga menyinggung fenomena Minggu ini, dimana banyak dibuat kagum oleh “Ghozali Everyday”, seorang anak muda dari Semarang, yang mampu menjual foto selfie-nya selama empat tahun di NT melalui Open Sea yang meraup uang miliaran rupiah.
“Saya saja untuk bisa menghasilkan profit miliaran rupiah harus berpeluh keringat siang-malam mengawasi pembangunan konstruksi, melihat pengolahan aspal, mengecek dan negosiasi perjalanan wisata, dan seterusnya sesuai dengan bidang bisnis yang saya geluti,” ujar dia.
Contoh lain betapa digitalisasi kian masif adalah soal layanan perbankan. Kantor-kantor bank kini banyak ditutup karena semakin sepi lantaran orang beralih ke transaksi digital banking.
Bank Mandiri pada kuartal I tahun 2021 mencatat transaksi di aplikasi mencapai Rp341 triliun, jauh melampaui transaksi melalui ATM yang sebesar Rp200 triliun. Untuk BCA lebih dari 80 persen transaksi sudah melalui layanan digital.
“Dari beragam fenomena itu, yang hendak saya sampaikan adalah membangun jalan atau jembatan sama pentingnya dengan membangun dunia digital. Maka, di berbagai daerah sering saya sampaikan, Pemda jangan hanya membangun infrastruktur jalan dan jembatan saja, tetapi juga membangun atau menyediakan infrastruktur digital,” tegasnya.(*)
BIRO PERS, MEDIA, DAN INFORMASI LANYALLA www.lanyallacenter.id