Rabu, Februari 19, 2025

Keynote Speech Ketua DPD RI Dialog Kebangsaan Hari Ulang Tahun ke-45 FKPPI "FKPPI Mempertahankan Keutuhan Bangsa Menuju Indonesia Emas Tahun 2045"

Loading

Surabaya, 16 September 2023

Bismillahirrohmannirrohim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang saya hormati dan banggakan;
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.

Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti. 

Saya ucapkan selamat Ulang Tahun ke-45 kepada FKPPI, semoga tetap konsisten memperjuangkan Pembukaan Anggaran Dasar FKPPI, untuk melanjutkan Cita-Cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, yakni mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Bapak Ibu Pengurus dan Anggota FKPPI yang saya banggakan,
Sebenarnya saya tidak perlu terlalu banyak mengulas tentang tema yang diberikan kepada saya hari ini. Karena, pada tanggal 12 September kemarin, saya sudah berbicara di forum Dialog Kebangsaan yang diselenggarakan FKPPI Pusat di Jakarta.

Saat itu saya juga tidak terlalu banyak mengulas tentang tema yang diberikan kepada saya. Karena bagi saya, bicara soal nilai-nilai kebangsaan di depan para pengurus dan anggota FKPPI, sama dengan menggarami air laut. Atau dalam kosa kata Suroboyoan; Ngajari Bebek Ngelangi. Alias mengajari itik berenang.

FKPPI sudah jelas, anak dari Purnawirawan TNI-Polri, termasuk TNI-Polri yang masih aktif. Prajurit TNI dan Polri pasti memegang teguh Pancasila dan Sapta Marga dalam denyut nadinya. Sehingga putra-putrinya sudah seharusnya terdidik dalam suasana kebatinan yang sama.

Yang justru ingin saya tanyakan di sini adalah sebaliknya. Apakah masih ada, putra-putri TNI Polri atau purnawirawan TNI Polri yang tidak setia kepada Pancasila? Yang tidak ingin mempertahankan Pancasila sebagai Falsafah Dasar Negara ini? Yang rela bangsa ini meninggalkan Pancasila demi teori-teori Demokrasi Liberal ala barat yang dijejalkan ke dalam otak kita?

Ini penting untuk didiskusikan. Karena hasil kajian akademik yang dilakukan Profesor Kaelan dan Profesor Soffian Efendi dari UGM, serta hasil rekomendasi Komisi Konstitusi bentukan MPR tahun 2002 yang lalu, menyatakan hal yang sama.

Bahwa pada intinya; Amandemen yang dilakukan bangsa ini pada tahun 1999 hingga 2002 telah menghasilkan Konstitusi baru. Karena sistem bernegara yang dijalankan sama sekali baru. Dan celakanya, Konstitusi baru tersebut telah meninggalkan Pancasila sebagai identitas Konstitusi dan Norma Hukum Tertinggi. Karena justru menjabarkan nilai-nilai Individualisme dan Liberalisme.

Jadi ini yang lebih penting saya tanyakan di sini. Apakah ada pengurus dan anggota FKPPI yang menyatakan Amandemen 1999 hingga 2002 itu baik-baik saja untuk Indonesia?

Apakah ada anggota FKPPI yang lebih memilih kita menjalankan sistem bernegara ala barat, dengan dalih penguatan sistem presidensial, lalu kita mengadopsi total sistem bernegara yang diterapkan di negara-negara barat?

Karena kalau memang ada, pasti ada yang salah. Berarti benar apa yang dikatakan Ki Hajar Dewantoro pada tanggal 31 Agustus 1928, dimana beliau sudah mengingatkan; ‘Jika anak didik, tidak kita ajar dengan kebangsaan dan nasionalisme, maka mungkin mereka di masa depan akan menjadi lawan kita’.

Karena banyak dari generasi muda, bahkan kaum intelektual yang menyederhanakan pandangannya, bahwa Sistem Demokrasi Pancasila identik dengan Orde Baru. Padahal Sistem yang dirumuskan para pendiri bangsa tersebut sama sekali belum pernah kita terapkan secara benar. Baik di Era Orde Lama, maupun di Era Orde Baru.

Di Era Orde Lama, sistem tersebut belum kita terapkan karena pada saat itu perjalanan bangsa ini diwarnai dinamika politik yang kuat. Bahkan kita sempat berganti Sistem menjadi Negara Serikat. Yang pada akhirnya, melalui Dekrit 1959, Presiden Soekarno justru menjadikan sistem ini sebagai sistem demokrasi terpimpin.

Begitu pula dengan Era Orde Baru. Sistem ini tidak pernah diterapkan secara benar. Karena meskipun MPR RI adalah lembaga tertinggi negara yang memilih dan memberi mandat presiden, tetapi Presiden Soeharto mampu mereduksi kekuatan MPR, sehingga menjelma sebagai kekuatan presiden. Bukan penjelmaan rakyat yang utuh. Karena partai politik saat itu dikerdilkan. Utusan Daerah disempitkan basis representasinya, dan Utusan Golongan ditunjuk oleh presiden.

Penyimpangan praktek dari Azas dan Sistem rumusan para pendiri bangsa itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh kelompok pendukung globalisasi melalui teori-teori Hukum Tata Negara ala Barat yang dijejalkan kepada para mahasiswa kita.

Dengan dalih penguatan sistem presidensial. Dengan dalih pemisahan kekuasaan. Dengan dalih pendekatan trias politica dan lain-lain. Lalu mereka merasa menjadi sebagai The Second Founding Fathers. Merasa yang paling mengerti dan mengalami suasana kebatinan sejarah kepulauan Nusantara dan sejarah kemerdekaan Indonesia.

Akibatnya kita mengubah Konstitusi dan mengadopsi sistem bernegara ala Barat secara total pada saat Amandemen Konstitusi di Era Reformasi pada tahun 1999 hingga 2002 silam. Sehingga sejak saat itu, kita meninggalkan Sistem Tersendiri yang dirumuskan para pendiri bangsa yang belum sempat kita terapkan secara benar. Kita telah meninggalkan Pancasila sebagai identitas Konstitusi dan Norma Hukum Tertinggi.

Artinya, sejak saat itu, kita hidup tanpa Falsafah Dasar yang kita sepakati dan kita peringati setiap tahun. Hal ini bukan saja paradoksal. Tetapi sangat ironis untuk sebuah bangsa dan negara.

Bapak Ibu Pengurus dan Anggota FKPPI yang saya banggakan,
Saya telah menyampaikan peta jalan. Pertama, yang paling penting digaris bawahi adalah; Sistem Bernegara yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa, sama sekali bukan Sistem Orde Baru.

Karena itu, selalu saya tekankan, agar kita kembali menerapkan Sistem Bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa, yang kemudian harus kita sempurnakan dan perkuat. Karena memang Undang-Undang Dasar 18 Agustus 1945 saat itu masih bersifat revolusioner. Sehingga perlu disempurnakan. Sekali lagi, saya ulangi; harus disempurnakan. Bukan diganti menjadi sistem bernegara yang sama sekali baru dan asing.

Kedua, kami di DPD RI telah menerima aspirasi dari banyak komponen masyarakat, baik itu kalangan purnawirawan TNI Polri, Raja dan Sultan serta Masyarakat Adat, Organisasi Masyarakat dan Profesi, Akademisi dan aktivis, sehingga kami sampai pada kesepakatan untuk menawarkan 5 Proposal Penyempurnaan dan Penguatan Sistem Bernegara Rumusan Pendiri Bangsa tersebut.

Selain mengadopsi apa yang menjadi tuntutan reformasi, tentang pembatasan masa jabatan presiden dan menghapus KKN serta penegakan hukum dan HAM, ke-5 proposal penyempurnaan dan penguatan azas dan sistem bernegara Pancasila yang kami tawarkan adalah sebagai berikut:

1). Mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang lengkap dan berkecukupan, yang tidak hanya di-isi oleh mereka yang dipilih melalui pemilu, tetapi juga di-isi oleh utusan-utusan komponen masyarakat secara utuh, tanpa ada yang ditinggalkan.

2). Membuka peluang anggota DPR berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan. Sehingga anggota DPR tidak hanya di-isi dari peserta pemilu dari unsur anggota partai politik saja. Hal ini sebagai bagian dari memastikan bahwa proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR bersama Presiden, tidak didominasi oleh keterwakilan partai politik saja. Tetapi juga secara utuh dibahas juga oleh perwakilan penduduk daerah yang berbasis provinsi. Sehingga anggota DPD RI, yang juga dipilih melalui Pemilu Legislatif, berada di dalam satu kamar di DPR RI, sebagai bagian dari pembentuk Undang-Undang.

3). Memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme utusan dari bawah. Bukan ditunjuk oleh presiden, atau dipilih DPRD seperti yang terjadi di Era Orde Baru. Dengan komposisi Utusan Daerah yang berbasis sejarah Negara-negara lama dan Bangsa-bangsa lama di kepulauan Nusantara, yaitu raja dan sultan Nusantara, serta suku dan penduduk asli Nusantara. Dan Utusan Golongan yang bersumber dari Organisasi Sosial Masyarakat dan Organisasi Profesi yang memiliki sejarah dan bobot kontribusi bagi pemajuan Ideologi, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan Keamanan dan Agama bagi Indonesia.

4). Memberikan wewenang untuk pemberian pendapat kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR dan Presiden, sehingga terjadi mekanisme keterlibatan publik yang utuh dalam pembahasan Undang-Undang di DPR.   

5). Menempatkan secara tepat tugas, peran dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk atau sudah ada di era Reformasi, seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial dengan tolok ukur penguatan sistem Demokrasi Pancasila.

Itulah 5 proposal yang kami tawarkan berdasarkan hasil serap aspirasi kami di seluruh penjuru tanah air.

Selanjutnya adalah dari mana kita harus memulai langkah untuk mewujudkan hal tersebut.

Langkah pertama adalah, semua komponen bangsa ini harus membangun kesadaran kolektif bangsa ini. Bahwa Indonesia punya pekerjaan besar. Yang lebih besar dari sekedar koalisi copras-capres.

Pekerjaan besar itu adalah; bangsa ini membutuhkan saluran dan sarana untuk membangun cita-cita bersama kita. Cita-cita bersama yang melahirkan tekad bersama itu hanya bisa dirajut melalui saluran dan sarana yang memberikan ruang kedaulatan kepada rakyat, sebagai pemilik negara ini. Dalam sebuah ikatan yang mampu menyatukan. Mampu memberikan rasa keadilan. Dan mampu menjawab tantangan masa depan melalui jati diri bangsa ini.

Untuk itu, diperlukan Sistem Ketatanegaraan dan Sistem Bernegara yang lebih sempurna. Yang mampu memberi jawaban atas tantangan dan ancaman masa depan yang penuh ketidakpastian.

Sebuah Sistem yang mampu mewadahi atau menjadi wadah yang utuh bagi semua elemen bangsa. Sehingga benar-benar terwujud menjadi Penjelmaan Seluruh Rakyat. Sehingga hakikat Kedaulatan Rakyat benar-benar terukur yang jelas di dalam ketatanegaraan kita.

Dimana pada akhirnya, bangsa ini akan semakin kuat. Karena pemilik kedaulatan, yaitu rakyat, berhak untuk ikut menentukan Arah Perjalanan Bangsa. Sehingga pembentukan jiwa Nasionalisme dan Patriotisme seluruh rakyat akan terbangun dengan sendirinya, untuk bersama mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kesadaran kolektif ini harus kita bangun. FKPPI harus berada di garda terdepan.

Langkah kedua, kita dorong MPR dan semua Lembaga Negara serta institusi TNI dan Polri, termasuk organisasi-organisasi masyarakat serta keagamaan, untuk bersama-sama membangun Konsensus Nasional untuk mewujudkan hal tersebut. Termasuk partai-partai politik.

Sehingga kami, yang sekarang berada di Senayan bersepakat, untuk menggelar Sidang MPR dengan agenda tunggal, yaitu; mengembalikan Konstitusi Indonesia sesuai Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan 18 Agustus 1945, untuk kemudian kita lakukan Amandemen penyempurnaan dan penguatan melalui Teknik Adendum.

Langkah ketiga, barulah kita songsong Indonesia masa depan, yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Serta Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dan perlu saya sampaikan di sini, bahwa dari Dialog Kebangsaan FKPPI Pusat pada 12 September kemarin, yang disimpulkan oleh Profesor Yudi Latif, telah disepakati bahwa FKPPI Pusat mendukung gerakan untuk kembali ke Fitra Negara Pancasila dengan jalan kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945, untuk kemudian dilakukan penyempurnaan melalui Amandemen dengan Teknik Adendum.

Jadi sudah seharusnya FKPPI di Jawa Timur dan FKPPI di seluruh Indonesia mengikuti kesepakatan tersebut.

Wallahul Muwafiq Ila Aqwomit Thoriq
Wassalamualaikum Wr. Wb.


Ketua DPD RI
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Foto Terkait

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam Dialog Kebangsaan di peringatan HUT ke-45 FKPPI dengan mengusung tema "FKPPI Mempertahankan Keutuhan Bangsa Menuju Indonesia Emas Tahun 2045", Sabtu (16/9/2023) di Surabaya, Jawa Timur
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti Dalam Dialog Kebangsaan di Peringatan HUT ke-45 FKPPI

Berita Foto Terkait

Pidato Terkait