Rabu, Januari 22, 2025

Keynote Speech Ketua DPD RI Diskusi Publik Membedah Lima Proposal Kenegaraan DPD RI

Loading

Bandung, 25 Agustus 2023

Bismillahirrohmannirrohim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Salam sejahtera untuk kita semua.
Sampurasun…

Yang saya hormati dan banggakan;
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.

Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti. 

Bapak Ibu dan Hadirin yang saya hormati,
Sebelum saya memaparkan Lima Proposal Kenegaraan yang diajukan DPD RI sebagai sebuah tawaran perbaikan sistem bernegara Indonesia, perlu saya sampaikan di sini, bahwa proposal kenegaraan ini adalah tindak lanjut dari keputusan Sidang Paripurna DPD RI pada tanggal 14 Juli 2023, dimana kami mengambil inisiatif agar bangsa ini kembali menerapkan sistem bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa, yang kemudian kita sempurnakan dan perkuat. Sehingga menutup celah praktek penyimpangan yang terjadi di masa lalu.

Sebagai catatan penting di sini, dan perlu digaris bawahi. Bahwa Azas dan Sistem tersebut belum pernah diterapkan secara utuh dan benar, baik di Era Orde Lama, maupun di Era Orde Baru.

Jadi tidak bisa disederhakan dengan anggapan bahwa jika kita kembali menerapkan Sistem Demokrasi Pancasila, sama artinya dengan kita kembali ke Era Orde Baru. Tidak bisa disederhanakan seperti itu. Karena apa yang terjadi di Era Orde Baru adalah praktek penyimpangan dari azas dan sistem bernegara serta perekonomian yang dirumuskan para pendiri bangsa.

Apalagi di era Reformasi. Kita telah mengubur dan mengganti sistem bernegara Indonesia dengan mengadopsi total sistem bernegara ala barat, dengan sistem demokrasi individualisme dan liberalisme. Sehingga sistem perekonomian Indonesia juga menjadi sistem ekonomi pasar yang kapitalistik.

Penggantian 95 persen isi Pasal-Pasal di dalam Undang-Undang Dasar pada saat Amandemen pada tahun 1999 hingga 2002 silam, menjadikan kedaulatan rakyat tidak lagi berada di Lembaga Penjelmaan Rakyat, yaitu MPR, tetapi kedaulatan rakyat kita serahkan kepada Presiden terpilih dan Partai Politik.

Sehingga, jika Presiden terpilih membangun koalisi dengan Ketua-Ketua Partai, maka kemanapun negara ini akan dibawa, terserah mereka. Rakyat sama sekali tidak memiliki ruang kedaulatan.

Dan yang paling ironis adalah, sistem baru yang dihasilkan di Era Reformasi tersebut, secara fundamental telah meninggalkan Pancasila.

Karena faktanya, berdasarkan kajian akademik yang dilakukan beberapa Profesor di sejumlah Perguruan Tinggi, ditemukan kesimpulan bahwa Undang-Undang Dasar hasil perubahan pada tahun 1999 hingga 2002 yang sekarang kita gunakan, telah meninggalkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi.

Perubahan isi dari Pasal-Pasal dalam Konstitusi tersebut membuat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 justru menjabarkan semangat Individualisme dan Liberalisme.

Bahkan Komisi Konstitusi yang dibentuk melalui Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2002 yang bertugas melakukan kajian atas Amandemen di tahun 1999 hingga 2002 telah menyatakan; Akibat tiadanya Kerangka Acuan atau Naskah Akademik dalam melakukan perubahan Undang- Undang Dasar 1945, merupakan salah satu sebab timbulnya in-konsistensi Teoritis dan Konsep, dalam mengatur materi muatan Undang-Undang Dasar.

Ini artinya perubahan tersebut tidak dilengkapi dengan pendekatan yang menyeluruh dari sisi Filosofis, Historis, Sosiologis, Politis, Yuridis, dan Komparatif.

Karena itu, pada pidato Sidang Bersama MPR RI, tanggal 16 Agustus yang lalu, saya sudah sampaikan secara langsung di forum kenegaraan Indonesia tentang hal tersebut.

Yang pada intinya, Indonesia sebagai negara kepulauan, dengan aneka ragam suku, agama dan ras, serta keunggulan komparatif, yaitu sumber daya alam, sejatinya telah memiliki sebuah sistem bernegara yang mampu menjadi saluran demokrasi asli Indonesia.

Yaitu sistem yang dirancang dan dirumuskan para pendiri bangsa kita. Yaitu sistem tersendiri. Sistem asli Indonesia. Yang tidak mengadopsi sistem negara manapun.

Karena sistem Demokrasi tersebut adalah sistem demokrasi yang berkecukupan. Sistem yang menampung semua elemen bangsa tanpa ada yang ditinggalkan. Dan memberi ruang kepada rakyat, sebagai pemilik kedaulatan untuk menentukan arah perjalanan bangsa dan negaranya melalui sebuah wadah yang utuh, yang menjadi penjelmaan rakyat.

Sehingga menjadi saluran dan sarana untuk membangun cita-cita bersama kita sebagai sebuah bangsa. Cita-cita bersama yang melahirkan tekad bersama, seperti yang pernah kita rasakan ketika bangsa ini mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan kita. Sehingga negara ini, saat itu mampu melewati masa sulit dan ujian demi ujian dalam mempertahankan kemerdekaan.

Itulah yang disebut Sistem Demokrasi Pancasila. Dimana di dalamnya diatur tentang azas dan sistem bernegara, serta azas dan sistem perekonomiannya, melalui Konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945.

Yakni sistem yang mendasarkan kepada spirit Ketuhanan. Sistem yang memanusiakan manusia. Sistem yang merajut persatuan. Sistem yang mengutamakan musyawarah perwakilan. Dan sistem yang berorientasi kepada keadilan sosial. Inilah sistem yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia, bangsa yang lahir dari sejarah panjang bumi Nusantara ini.

Bapak Ibu dan Hadirin yang saya hormati,
Di dalam Proposal Kenegaraan DPD RI, kami sampaikan penyempurnaan dan penguatan atas sistem bernegara rumusan para pendiri bangsa, yang meliputi 5 hal pokok. Yang secara garis besar adalah:

Pertama; Mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang berkecukupan. Yang menampung semua elemen bangsa. Yang menjadi penjelmaan rakyat sebagai pemilik dan pelaksana kedaulatan.

Tentu MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara kembali memilih mandataris MPR, yaitu presiden yang diberi tugas untuk menjalankan Haluan Negara, yang dibuat dan dirumuskan anggota MPR, yang terdiri dari Utusan Daerah, Utusan Golongan dan Anggota DPR. Sehingga perwujudan Sila keempat dari Pancasila benar-benar kita jalankan.

MPR juga melakukan evaluasi atas kinerja Presiden sebagai mandataris yang diberi tugas di akhir masa jabatannya. Sehingga bila Presiden dianggap mampu menjalankan Haluan Negara yang diperintahkan, maka dapat diberi kesempatan satu kali lagi untuk diajukan sebagai calon presiden. Tetapi maksimal tetap dibatasi untuk dua periode.

Kedua; Membuka peluang adanya anggota DPR RI yang berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan. Selain dari anggota partai politik. Sebagai bagian dari upaya untuk memastikan bahwa proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR bersama Presiden, tidak didominasi oleh keterwakilan kelompok partai politik saja. Tetapi juga secara utuh dibahas oleh keterwakilan masyarakat non partai.

Karena anggota DPR dari unsur partai politik sejatinya adalah political group representatif, alias wakil kelompok politik. Sehingga diperlukan terdapat people representatif, alias wakil rakyat yang bukan berasal dari partai politik. Yang juga dipilih melalui Pemilu di setiap provinsi di Indonesia.

Ketiga; Memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme pengisian dari bawah. Bukan penunjukan oleh Presiden seperti yang terjadi pada era Orde Baru.

Dengan komposisi Utusan Daerah yang mengacu kepada kesejarahan wilayah yang berbasis kepada negara-negara lama dan bangsa-bangsa lama yang ada di Nusantara, yaitu para Raja dan Sultan Nusantara, serta suku dan penduduk asli Nusantara.

Sedangkan Utusan Golongan diisi oleh Organisasi Sosial Masyarakat dan Organisasi Profesi yang memiliki kesejarahan dan bobot kontribusi bagi pemajuan Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan Keamanan dan Agama bagi Indonesia.

Keempat; Memberikan kewenangan kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan untuk memberikan pendapat terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR bersama Presiden sebagai bagian dari keterlibatan publik yang utuh.

Kelima; Menempatkan secara tepat, tugas, peran dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk di era Reformasi, sebagai bagian dari kebutuhan sistem dan struktur ketatanegaraan.

Dengan demikian, kita sebagai bangsa telah kembali kepada Pancasila secara utuh. Sekaligus kita sebagai bangsa akan kembali terajut dalam tekad bersama di dalam semangat Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah dan Keadilan Sosial.

Penyempurnaan dan penguatan tersebut harus dilakukan dengan Teknik Adendum Konstitusi. Sehingga metode yang ditempuh adalah dengan mengembalikan terlebih dahulu Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli, untuk kemudian kita Amandemen dengan Teknik Adendum. Sehingga tidak mengubah Azas dan Sistem bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa.

Oleh karena itu, saya mengajak seluruh elemen bangsa untuk menyuarakan hal ini. Mari kita dorong terwujudnya kesadaran kolektif bangsa ini, tentang perlunya bangsa ini melakukan kaji ulang atas sistem bernegara yang kita terapkan saat ini.

Mari kita suarakan melalui cara dan media kita masing-masing. Sehingga terwujud konsensus nasional, atas dorongan seluruh elemen bangsa demi Indonesia yang lebih baik. Untuk kembali kepada jati diri kita sebagai bangsa Indonesia. Kembali kepada Pancasila, untuk Indonesia yang lebih baik.

Mari kita hentikan kontestasi politik dalam meraih kekuasaan dengan cara Liberal. Karena telah terbukti menjadikan kehidupan bangsa kita kehilangan kehormatan, etika, rasa dan jiwa nasionalisme serta patriotisme.

Pemilihan Presiden secara langsung yang kita adopsi begitu saja, telah terbukti melahirkan politik kosmetik yang mahal dan merusak kohesi bangsa. Karena batu uji yang kita jalankan dalam mencari pemimpin nasional adalah popularitas yang bisa di-fabrikasi.

Begitu pula dengan elektabilitas yang bisa digiring melalui angka-angka survei. Lalu disebarluaskan oleh para buzzer di media sosial dengan narasi-narasi saling hujat atau puja-puji buta. Dan pada akhirnya, rakyat pemilih disodori oleh realita yang dibentuk sedemikian rupa. 

Akhir kata, marilah kita kembali kepada jati diri kita sebagai bangsa Indonesia. Semoga ikhtiar yang kita niatkan untuk Indonesia yang lebih baik, Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur, mendapat ridlo dari Allah SWT. Aamiin yaa robbal alamiin.

Wabillahi Taufiq wal Hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.

 

Ketua DPD RI
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Foto Terkait

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyampaikan Keynote Speech pada acara Diskusi Publik dengan tema 'Membedah Lima Proposal Kenegaraan DPD RI' yang diselenggarakan di Ruang Mandala Saba Gedung Rektorat Universitas Pasundan, Bandung, Jawa Barat, Jumat (25/8/2023).
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyampaikan Keynote Speech Pada Acara Diskusi Publik di Universitas Pasundan

Berita Foto Terkait

Video Terkait

Pidato Terkait