Minggu, Oktober 13, 2024

Keynote Speech Ketua DPD RI Focus Group Discussion Siapakah Utusan Golongan MPR dan Bagaimana Pengisiannya? Universitas Hasanuddin

Loading

Makassar, 12 Juni 2023

Bismillahirrohmannirrohim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang saya hormati dan banggakan;
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.

Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.

Saya sampaikan terima kasih kepada Civitas Akademika Universitas Hasanuddin Makassar, yang mengundang saya untuk ikut menyumbangkan pikiran dan pendapat dalam FGD yang secara khusus membahas tentang siapa dan bagaimana pengisian Utusan Golongan di Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Bapak Ibu Peserta FGD yang saya hormati,
Sebelum saya menyampaikan pikiran dan gagasan tentang tema FGD kali, saya ingin menyampaikan dua hal yang penting untuk menjadi catatan kita semua, baik bagi para narasumber, maupun para penanggap FGD kali ini.

Yang pertama; tujuan diselenggarakannya FGD hari ini adalah bagian dari upaya yang diperjuangkan oleh DPD RI, dalam rangka memastikan kembalinya sistem bernegara yang memberi ruang atau saluran kedaulatan rakyat dan sistem bernegara yang mampu mewujudkan cita-cita lahirnya negara ini, yang muaranya adalah Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Yang kedua; perlu diingat bahwa sistem bernegara yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa, dimana terdapat Lembaga Tertinggi yang merupakan tempat bagi penjelmaan rakyat secara utuh yang mencakup semua elemen, adalah sistem tersendiri sekaligus sistem terbaik yang belum pernah diterapkan secara murni dan benar. Baik di era Orde Lama, maupun Orde Baru.

Mengapa sistem bernegara rumusan pendiri bangsa itu saya sebut sebagai sistem tersendiri yang paling cocok bagi Indonesia?

Jika kita melihat risalah catatan persidangan BPUPK dan PPKI, para pendiri bangsa sudah sepakat, bahwa bangsa ini tidak akan bisa menjalankan sistem demokrasi liberal barat murni, atau sistem komunisme timur. Karena Indonesia memiliki konfigurasi sosial, budaya, ekonomi dan geografis yang amat kompleks.

Karena itu dipilihlah sistem tersendiri. Yaitu sistem Demokrasi Pancasila. Karena hanya sistem Demokrasi Pancasila yang memiliki Lembaga Tertinggi yang mampu menampung semua elemen bangsa sebagai bagian dari Penjelmaan Rakyat.

Sehingga ciri utama dan yang mutlak harus ada dalam Sistem Demokrasi Pancasila adalah semua elemen bangsa ini, yang berbeda-beda, yang terpisah-pisah, harus berada sebagai pemilik Kedaulatan Utama yang berada di dalam sebuah Lembaga Tertinggi di negara ini, yaitu di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR.

Sehingga hakikat dari Demokrasi, dimana warga negara dijamin untuk berpartisipasi. Baik secara langsung, maupun perwakilan dalam perumusan, pengembangan serta pembuatan hukum terjamin di dalam lembaga tertinggi tersebut.

Sehingga dengan kata lain, rakyat sebagai pemilik kedaulatan, ikut menentukan arah perjalanan bangsa. Termasuk menentukan bagaimana mereka harus diperintah, oleh pemerintahan yang mereka bentuk. Sehingga tujuan negara, yang pada muaranya adalah kesejahteraan rakyat dapat dicapai melalui kerja pemerintah.

Sehingga rakyat, sebagai pemilik kedaulatan memiliki saluran dan memiliki ruang keterlibatan di dalam lembaga negara, untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa ini.

Dimana salah satunya adalah Utusan Golongan, yaitu mereka yang diutus oleh golongan-golongan yang ada di dalam masyarakat untuk duduk di lembaga tertinggi negara. Selain juga Utusan Daerah yang diutus dari wilayah-wilayah dan Anggota DPR yang dipilih melalui Pemilu Legislatif.

Itulah konsepsi sistem bernegara kita yang tertuang di dalam Naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945. Dimana terdapat wakil-wakil yang dipilih. Dan utusan-utusan yang diutus untuk berada di MPR.

Inilah sistem demokrasi yang berkecukupan. Yang sufficient. Yang menjadi wadah semua elemen. Karena ada yang dipilih dan ada yang diutus.

Karena jika MPR hanya diisi melalui mekanisme Pemilu, maka Demokrasi yang berkecukupan tidak akan terpenuhi. Karena Pemilu hanya sanggup menjamin keterwakilan secara Kuantitatif, baik distrik maupun proporsional.

Sedangkan utusan, terutama Utusan Golongan, adalah mereka yang menjamin keterwakilan secara Kualitatif. Karena mereka memang pelaku dan pegiat yang aktif. Mereka yang tidak melepaskan identitas organisasi dan profesinya. Karena memang mereka utusan dari pegiat-pegiat di bidangnya.

Untuk kemudian mereka bersama-sama Menyusun Arah Perjalanan Bangsa melalui GBHN dan Memilih Presiden dan Wakil Presiden sebagai mandataris atau petugas MPR yang diberi mandat. Sehingga Presiden adalah petugas rakyat. Bukan petugas partai. 

Tetapi sistem terbaik yang belum pernah secara benar diterapkan di era Orde Lama dan Orde Baru itu telah kita kubur dan kita ganti dengan sistem baru, melalui Amandemen Konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam.

Akibatnya apa yang terjadi; kekuasaan menjalankan negara hari ini hanya ada di tangan Ketua Partai dan Presiden terpilih. Sehingga, jika Presiden terpilih membangun koalisi dengan Ketua-Ketua Partai, maka kemanapun negara ini akan dibawa, terserah mereka. Rakyat sama sekali tidak memiliki ruang kedaulatan.

Meskipun ada Dewan Perwakilan Daerah, yang merupakan wakil yang dipilih dari daerah, tetapi pada faktanya di dalam Konstitusi, DPD RI bukan pembentuk Undang-Undang. Sehingga jika sekarang banyak rakyat yang kecewa dengan Undang-Undang yang ada, apakah itu Undang-Undang Ciptakerja atau Undang-Undang Minerba atau Undang-Undang Ibu Kota Nusantara yang memberikan kemudahan kepada investor untuk menguasai tanah, atau yang sekarang yang sedang dibahas, yaitu Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang diprotes kalangan tenaga medis, maka DPD RI tidak bisa secara maksimal memperjuangkan.

Inilah sistem bernegara hasil dari era Reformasi. Kedaulatan negara faktanya ada di tangan Ketua Partai dan Presiden terpilih. Bukan di tangan rakyat sebagai pemilik negara ini. Sehingga yang terjadi, Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi semakin membesar dan menguasai negara.

Karena terjadi hubungan timbal balik antara Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi akibat biaya politik yang mahal di dalam Pemilihan Presiden secara langsung. Begitu pula dengan pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota secara langsung.

Sehingga, selama sistem liberal ini kita tempuh, maka siapapun calon presiden Indonesia, faktanya adalah petugas partai. Dan pasti tidak akan mampu membiayai mahalnya biaya Pilpres. Sehingga pasti melibatkan Oligarki Ekonomi yang selama ini memang semakin mendekat ke dalam lingkar kekuasaan, baik di dalam Partai Politik, maupun di dalam lingkar kekuasaan.

Sehingga tujuan dan cita-cita negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat semakin sulit. Karena faktanya, sampai hari ini kesejahteraan dan kekayaan hanya dinikmati segelintir elit. Sementara jutaan rakyat dalam keadaan miskin, dan berpotensi untuk rentan menjadi miskin.

Mengapa ini terjadi? Karena sejak Amandemen di era Reformasi tersebut, Negara tidak lagi berdaulat untuk menyusun ekonomi. Karena ekonomi dipaksa disusun oleh mekanisme pasar bebas.

Negara tidak lagi berkuasa penuh atas bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, karena cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak sudah dikuasai swasta.

Sehingga dalam 25 tahun terakhir ini, kita melihat semakin banyak keganjilan atau paradoksal yang terjadi di tengah-tengah kita. Bahkan Amanat Reformasi yang dituntut para mahasiswa saat itu, di antaranya adalah menghapus Korupsi, Kolusi dan Nepostisme, faktanya di tahun 2022 yang lalu, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia mencapai angka tertinggi dalam sejarah.

Bahkan Masyarakat Transparansi Internasional menyatakan Indeks Demokrasi Indonesia juga mengalami penurunan. Padahal salah satu tujuan Reformasi saat itu adalah untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Tetapi faktanya, di dalam Pilpres dan Pilkada masih ditemukan banyak kecurangan yang diduga terstruktur, sistematis dan masif.

Inilah dampak dari kita meninggalkan Rumusan Bernegara yang disusun para pendiri bangsa kita. Rumusan Bernegara yang terdapat di dalam Naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945, yang telah diubah total dalam Amandemen di era Reformasi saat itu. Bahkan perubahan itu mencapai lebih dari 95 persen.

Sehingga Pancasila tidak lagi tercermin dalam isi pasal-pasal Konstitusi hasil perubahan itu. Melainkan nilai-nilai lain, yaitu ideologi Liberalisme dan Individualisme.

Inilah yang menyebabkan Indonesia terasa semakin gagap menghadapi tantangan dunia masa depan. Karena lemahnya kekuatan ekonomi negara dalam menyiapkan ketahanan di sektor-sektor strategis.

Bapak Ibu dan Peserta FGD yang saya hormati,
Oleh karena itu, melalui FGD hari ini, yang secara khusus membahas tujuan untuk mengembalikan sistem bernegara rumusan para pendiri bangsa, dengan mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi yang akan diisi Utusan Golongan menjadi sangat penting.

Karena melalui FGD ini diharapkan kita menemukan landasan pemikiran akademik dengan latar ontologis, sosiologis dan politik, untuk menentukan Siapa Utusan Golongan tersebut? Sekaligus memberi kerangka atau metodologi pengisiannya.

Termasuk memberi penguatan kehadiran Utusan Golongan di dalam MPR, agar fungsi public meaningful participation terhadap kebijakan dan Rancangan Undang-Undang yang dibahas DPR dan Pemerintah dapat terwujud melalui penguatan peran Utusan-Utusan yang ada di MPR.

Inilah Peta Jalan yang sekarang sedang saya tawarkan kepada bangsa ini. Mari kita perbaiki kelemahan naskah asli Konstitusi kita. Tetapi jangan kita mengubah total Konstruksi bernegara yang telah dirumuskan para pendiri bangsa.

Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli wajib dan harus kita sempurnakan dengan cara yang benar. Agar kita tidak memberi peluang praktek penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru. Karena kita harus selalu belajar dari sejarah.

Kiranya itu yang dapat saya sampaikan. Selamat berdiskusi untuk menghasilkan pikiran-pikiran yang memberi harapan untuk Indonesia lebih baik.

Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberi petunjuk jalan yang lurus, memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua. Amiin yaa robbal alamiin.

Wabillahi Taufiq wal Hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Ketua DPD RI
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Foto Terkait

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menghadiri Focus Grup Discussion di Universitas Hasanuddin
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menghadiri Focus Grup Discussion di Universitas Hasanuddin

Berita Foto Terkait

Video Terkait

Pidato Terkait