Keynote Speech Ketua DPD RI
Fokus Group Discussion
Universitas Udayana
Siapakah Utusan Daerah MPR?
Membedah Siapa Saja Utusan Daerah di MPR
dan Bagaimana Pengisiannya
Denpasar, 20 Juni 2023
Bismillahirrohmannirrohim, Assalamu’alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, Om Swastiastu.
Yang saya hormati dan banggakan; Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.
Saya sampaikan terima kasih kepada Civitas Akademika Universitas Udayana, yang mengundang saya untuk ikut menyumbangkan pikiran dan pendapat dalam FGD yang secara khusus membahas tentang siapa dan bagaimana pengisian Utusan Daerah di Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Bapak Ibu Peserta FGD yang saya hormati, Sebelum saya menyampaikan pikiran dan gagasan tentang tema FGD kali ini, saya ingin menyampaikan dua hal yang penting untuk menjadi catatan kita semua, baik bagi para narasumber, maupun para penanggap FGD hari ini.
Yang pertama, FGD hari ini kita tidak membicarakan tentang Penguatan Peran dan Fungsi DPD RI. Saya ulangi sekali lagi, kita tidak membicarakan Penguatan Peran dan Fungsi DPD RI. Mengapa? Karena FGD hari ini kita membicarakan Utusan Daerah dalam format Sistem Bernegara Asli, dimana MPR kembali menjadi Lembaga Tertinggi Negara sesuai Naskah Asli UUD 1945.
Yang kedua, saya juga telah menghadiri FGD tentang Utusan Golongan di Kampus Unhas Makassar beberapa waktu lalu. Dan minggu lalu, saya juga menghadiri FGD di Kampus Universitas Airlangga Surabaya, yang membahas Peluang Memasukkan Anggota DPD RI, sebagai Peserta Pemilu Legislatif dari Unsur Perseorangan ke dalam Kamar DPR RI.
Sehingga di DPR RI nantinya, setelah MPR kembali menjadi Lembaga Tertinggi Negara, akan ada dua unsur anggota DPR RI, yaitu anggota DPR RI dari unsur Partai Politik dan anggota DPR RI dari unsur perseorangan, yang sama-sama dipilih dalam Pemilu Legislatif.
Jadi, fokus kita hari ini adalah membicarakan tentang Utusan Daerah. Tentang Siapakah Utusan Daerah itu? Dan bagaimana pengisiannya di dalam MPR, setelah nanti MPR kembali menjadi Lembaga Tertinggi Negara, sesuai Sistem Bernegara rumusan para Pendiri Bangsa.
Karena terus terang, saya sedang menawarkan Peta Jalan agar bangsa ini kembali kepada Sistem Bernegara rumusan asli para Pendiri Bangsa. Dimana rumusan tersebut, belum pernah secara sempurna diterapkan, baik di Era Orde Lama, maupun Orde Baru.
Mengapa kita harus kembali? Karena para pendiri bangsa sudah sepakat, bahwa bangsa ini tidak akan bisa menjalankan sistem demokrasi liberal barat murni, atau sistem komunisme timur. Karena Indonesia memiliki konfigurasi sosial, budaya, ekonomi dan geografis yang amat kompleks.
Karena itu dipilihlah Sistem Tersendiri. Yaitu sistem Demokrasi Pancasila. Karena hanya sistem Demokrasi Pancasila yang memiliki Lembaga Tertinggi yang mampu menampung semua elemen bangsa sebagai bagian dari Penjelmaan Seluruh Rakyat.
Sehingga ciri utama dan yang mutlak harus ada dalam Sistem Demokrasi Pancasila adalah semua elemen bangsa ini, yang berbeda-beda, yang terpisah-pisah, harus berada sebagai pemilik Kedaulatan Utama yang berada di dalam sebuah Lembaga Tertinggi di negara ini, yaitu di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR.
Sehingga hakikat dari Demokrasi, dimana warga negara dijamin untuk berpartisipasi. Baik secara langsung, maupun perwakilan dalam perumusan, pengembangan serta pembuatan hukum terjamin di dalam lembaga tertinggi tersebut.
Sehingga dengan kata lain, rakyat sebagai pemilik kedaulatan, ikut menentukan arah perjalanan bangsa. Termasuk menentukan bagaimana mereka harus diperintah, oleh pemerintahan yang mereka bentuk. Sehingga tujuan negara, yang pada muaranya adalah kesejahteraan rakyat dapat dicapai melalui kerja pemerintah.
Sehingga rakyat, sebagai pemilik kedaulatan memiliki saluran dan memiliki ruang keterlibatan di dalam lembaga negara, untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa ini. Dimana salah satunya adalah Utusan Daerah.
Untuk ikut menyusun Haluan Negara melalui pembuatan GBHN, dan memilih Presiden sebagai Mandataris MPR, alias Petugas Rakyat. Bukan Petugas Partai.
Bapak Ibu Peserta FGD yang saya hormati, Sebelum Indonesia merdeka, Nusantara ini telah dihuni oleh Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Termasuk juga dihuni oleh Persekutuan atau Kelompok Masyarakat Adat yang menghuni Hutan atau Wilayah berbasis Suku, Marga atau Nagari.
Mereka inilah yang mengalami secara langsung penjajahan yang dilakukan VOC dengan Tentara Belandanya, yang melindungi secara militer perampokan kekayaan alam Nusantara saat itu. Sehingga sejarah mencatat beberapa pertempuran dan perlawanan terhadap VOC dan Tentara Belanda telah terjadi di era Kerajaan dan Kesultanan Nusantara.
Salah satunya terjadi era Raja Denpasar ke VI, I Gusti Ngurah Made Agung yang gugur dalam pertempuran melawan tentara ekspedisi kolonial Hindia Belanda pada 20 September 1906. Dimana peristiwa ini dikenal dengan sejarah Perang Puputan Badung.
Meski tidak semua perlawanan dan pertempuran dengan penjajah Belanda mencatat kemenangan, tetapi secara hakekat, perlawanan-perlawanan tersebut adalah spirit kedaulatan sebagai sebuah bangsa. Dan spirit inilah yang kemudian menjadi ilham dan inspirasi lahirnya pejuang-pejuang kemerdekaan di tanah Nusantara ini.
Dan puncak dari sumbangsih besar Kerajaan Nusantara terhadap lahirnya bangsa dan negara ini adalah dukungan moril dan materiil yang konkrit dari para Raja dan Sultan Nusantara, berupa penyerahan Wilayah-Wilayah mereka untuk menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia.
Ini perlu menjadi catatan penting. Karena terdapat empat syarat untuk berdirinya suatu negara. Pertama, adanya Rakyat. Kedua, adanya Wilayah. Ketiga, terbentuknya pemerintahan. Dan keempat, adanya pengakuan internasional.
Sikap Legowo dari para Raja dan Sultan Nusantara untuk menyerahkan Wilayah mereka untuk menjadi Negara Indonesia adalah sumbangsih luar biasa, sekaligus bukti bahwa sudah seharusnya para Raja dan Sultan Nusantara ini adalah bagian dari Pemegang Saham Utama negara ini.
Tetapi fakta yang terjadi, Kerajaan dan Kesultanan Nusantara, serta Persekutuan atau Kelompok Masyarakat Adat yang dulu menghuni Hutan atau Wilayah berbasis Suku, Marga atau Nagari, sama sekali Tidak Terlibat dan Tidak Memiliki saluran langsung dalam menentukan wajah dan Arah Perjalanan bangsa ini.
Bapak Ibu Peserta FGD yang saya hormati, Berbicara tentang Utusan Daerah, kita harus membaca sejarah keberadaan wilayah di Nusantara ini.
Sebelum Indonesia lahir, wilayah di Nusantara terbagi dalam dua zona. Yang pertama adalah Zelfbesturende Land Schappen, atau daerah-daerah berpemerintahan sendiri, yang sejatinya dikuasai Kerajaan dan Kesultanan Nusantara.
Yang kedua, adalah Volks Gemeen Schappen atau wilayah yang dihuni dan dimiliki kelompok Masyarakat Adat, yang berbasis Suku, Marga, Nagari, dan sebagainya.
Kemudian Belanda menciptakan daerah-daerah baru, yaitu daerah Otonom dan daerah Administratif Pemerintahan Hindia Belanda di Nusantara.
Jadi, para pendiri bangsa, saat menyusun tentang Utusan Daerah, sudah memikirkan bahwa seharusnya Utusan Daerah di dalam MPR dihuni oleh mereka yang memiliki wilayah-wilayah di Nusantara ini. Baik itu Raja dan Sultan Nusantara, maupun Masyarakat Adat penghuni wilayah yang berbasis Suku, Marga, Nagari dan sejenisnya.
Tetapi karena berbagai kesulitan teknis, dalam hal telekomunikasi dan transportasi, ditambah dengan situasi-situasi darurat di Jakarta, proses pengisian Utusan Daerah di MPR tersebut tidak pernah terlaksana seperti direncanakan.
Pada masa Orde Lama, dari tahun 1945 hingga tahun 1965, MPR RI belum dapat dibentuk secara utuh dan konsisten, karena situasi saat itu yang tidak mendukung, akibat beberapa perubahan Model Konstitusi dan gejolak militer akibat Agresi Militer Belanda serta beberapa pemberontakan di dalam negeri.
Sedangkan di era Orde Baru, dari tahun 1965 hingga 1998, Utusan Daerah justru diisi oleh unsur Eksekutif yang ada di daerah. Mulai dari Gubernur, Panglima Kodam, Kepala Kepolisian Daerah, Rektor Universitas Negeri, dan lain sebagainya.
Pemilihan tersebut juga diserahkan kepada DPRD Provinsi. Sehingga Utusan Daerah banyak yang berafiliasi kepada Golongan Karya, yang mendominasi kursi di DPRD Provinsi.
Jadi rumusan Utusan Daerah yang didisain para Pendiri Bangsa, belum pernah dilakukan secara benar, baik di era Orde Lama, maupun Orde Baru.
Dan celakanya, di tahun 1999 hingga 2002, melalui Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, bangsa ini telah mengubur dan meninggalkan total Sistem Bernegara yang dirumuskan para Pendiri Bangsa tersebut.
Karena faktanya, Perubahan Konstitusi di era Reformasi tersebut telah mengubah lebih dari 95 persen isi Pasal-Pasal di dalam Konstitusi Naskah Asli. Bahkan isi dari Pasal-Pasal hasil perubahan tersebut, tidak lagi mencerminkan Pancasila, tetapi justru menjabarkan ideologi lain, yaitu Individualisme dan Liberalisme.
Akibatnya apa yang terjadi; kekuasaan menjalankan negara hari ini hanya ada di tangan Ketua Partai Politik dan Presiden terpilih. Sehingga, jika Presiden terpilih membangun koalisi dengan Ketua-Ketua Partai, maka kemanapun negara ini akan dibawa, terserah mereka. Rakyat sama sekali tidak memiliki ruang kedaulatan.
Inilah yang menyebabkan Indonesia terasa semakin gagap menghadapi tantangan dunia masa depan. Karena lemahnya kekuatan negara dalam menyiapkan ketahanan di sektor-sektor strategis.
Untuk itu, saya menawarkan kepada kita semua, untuk kita sepakati lahirnya Konsensus Nasional agar kita kembali kepada Demokrasi Pancasila. Kembali kepada Sistem Bernegara yang dirumuskan para Pendiri Bangsa. Dan mengisi Utusan Daerah dengan benar, yakni mereka-mereka pemilik wilayah asal usul Negara ini. Yaitu para Raja dan Sultan Nusantara serta Tokoh Masyarakat Adat.
Undang-Undang Dasar 1945 Naskah Asli wajib dan harus kita sempurnakan dengan cara yang benar. Agar kita tidak memberi peluang praktek penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru. Karena kita harus selalu belajar dari sejarah.
Kiranya itu yang dapat saya sampaikan. Selamat berdiskusi untuk menghasilkan pikiran-pikiran yang memberi harapan untuk Indonesia lebih baik.
Akhir kata, semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberi petunjuk jalan yang lurus, memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua. Amiin yaa robbal alamiin.
Wabillahi Taufiq wal Hidayah Wassalamualaikum Wr. Wb., Om Santi Santi Santi Om.