Minggu, September 24, 2023

Keynote Speech Ketua DPD RI Peringatan Dies Natalis ke-61 IKAMI Sulawesi Selatan Dialog Nasional

Loading

Jakarta, 30 September 2022

Bismillahirrohmannirrohim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang saya hormati dan banggakan;
1. Ketua Umum Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/Pelajar Indonesia Sulawesi Selatan,
    Saudara Rahmat Al Kahfi
2. Wakil Ketua MPR RI yang juga Anggota DPD RI dari Sulawesi Selatan, Saudara Tamsil
    Linrung
3. Anggota DPD RI dari Sulawesi Selatan, Saudara Andi Muhammad Iksan
4. Gubernur Sulawesi Selatan, Saudara Andi Sudirman Sulaiman
5. Gubernur DKI Jakarta, Saudara Anies Rasyid Baswedan
6. Ketua Umum BPP KKSS, Saudara Muchlis Patahna
7. Para Narasumber Dialog dan Hadirin Tamu Undangan yang saya banggakan

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.

Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.

Saya sampaikan terima kasih kepada IKAMI Sulawesi Selatan, yang mengundang saya untuk ikut menyumbangkan pikiran dan pendapat dalam acara Dialog Nasional dengan tema ‘Kolaborasi Bangun Indonesia dari Daerah’ yang diselenggarakan hari ini.

Saya memohon maaf, tidak dapat hadir di tengah-tengah Saudara dan hadirin sekalian, dikarenakan saya harus menghadiri agenda yang sudah terjadwal sebelumnya.

Para pengurus IKAMI dan hadirin yang saya hormati,
Sebagai wakil daerah, DPD RI sudah pasti berjuang untuk memastikan artikulasi kepentingan daerah lebih di dengar dalam proses pengambilan keputusan di tingkat nasional.

Sehingga, secara ideal DPD RI wajib mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah, dalam proses pengambilan keputusan politik, untuk hal-hal yang terutama berkaitan dengan kepentingan daerah, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

DPD RI juga harus hadir untuk memastikan seluruh kepentingan daerah dapat disalurkan dengan basis sosial yang lebih kuat dan luas. Mengingat DPD RI merupakan representasi daerah atau regional. Berbeda dengan DPR RI, yang merupakan representasi politik.

Mengingat Demokrasi Desentralistik yang kita anut, adalah konsep partisipasi atau keikutsertaan daerah, dalam perumusan kebijakan publik di tingkat nasional. Dengan paradigma seperti ini, peran DPD RI justru seharusnya sangat strategis untuk mensinkronkan kepentingan daerah dengan kepentingan pusat.

Tetapi Konstitusi memberi ruang yang sangat terbatas kepada DPD RI untuk melakukan fungsi tersebut. Karena DPD RI sama sekali tidak memiliki kekuasaan sebagai pembentuk Undang-Undang. Karena kekuasaan tersebut oleh Konstitusi hanya diberikan kepada DPR RI.

Oleh karena itu, DPD RI secara kelembagaan sudah dua kali mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi agar DPD RI dapat lebih maksimal memiliki kewenangan. Tetapi meskipun sudah ada dua Putusan MK, yang secara norma memberi tambahan kekuatan kepada DPD RI, namun Undang-Undang MD3 masih saja memuat ketentuan pasal-pasal yang mereduksi, dan menegasikan, bahkan mengikis kewenangan konstitusional sebagaimana telah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi.

Hal ini menunjukkan bahwa pembentuk Undang-Undang, tidak menghargai putusan Mahkamah Konstitusi. Dan kondisi yang demikian ini jelas tidak memberikan teladan bagi rakyat Indonesia dalam melaksanakan penegakan hukum, karena justru Lembaga Negara setingkat pembentuk Undang-Undang juga tidak mengindahkan keputusan lembaga yang diberi kewenangan konstitusi untuk memutuskan permohonan pengujian Undang-Undang, yakni Mahkamah Konstitusi.

Karena itu, DPD RI berpandangan bahwa untuk melakukan penguatan kelembagaan, memang harus secara konsisten melaksanakan Perintah Pasal 22C Undang-Undang Dasar 1945, dimana keberadaan DPD RI harus diatur melalui Undang-Undang tersendiri. Seperti juga perintah kepada DPR RI agar diatur melalui Undang-Undang tersendiri. Bukan Undang-Undang MD3.

Meskipun perintah konstitusi, tetapi tidak mudah untuk membuat Undang-Undang tersendiri bagi DPD RI, karena penentu akhir pengesahan Rancangan Undang-Undang menjadi Undang-Undang adalah DPR RI dan Pemerintah.

Jadi, proyeksi penguatan kelembagaan DPD RI harus juga didorong melalui pintu Amandemen Konstitusi. Sehingga DPD RI benar-benar menjadi sebuah sistem yang menjamin bahwa keputusan-keputusan politik yang penting, dibahas secara berlapis. Sehingga berbagai kepentingan dapat dipertimbangkan secara matang dan mendalam. Di sinilah diharapkan terjadi mekanisme checks and balances atau mekanisme double check, antara DPR RI dan DPD RI.

Jika ditanyakan, mengapa perlu dilakukan mekanisme double check antara DPR RI dan DPD RI. Jawabnya sederhana. Karena fungsi perwakilan yang ada di DPR RI sejatinya berbasis kepada ideologi partai politik. Sedangkan seorang Senator DPD RI bukankah orang yang mewakili suatu sekat kelompok, tetapi figur yang mewakili seluruh elemen yang ada di daerah. Sehingga, sejatinya para Senator harus berpikir dan bertindak sebagai seorang negarawan yang berada di dalam cabang kekuasaan di wilayah legislatif.

Sehingga urgensi untuk dilakukan Amandemen Konstitusi, tentu bukan hanya untuk penguatan sistem ketatanegaraan saja. Tetapi seperti sering saya sampakan dalam beberapa kesempatan, bahwa Amandemen Konstitusi harus dilakukan dengan semangat menyempurnakan atau melakukan koreksi total atas Amandemen yang telah dilakukan pada era reformasi yang lalu.

Karena sejak saya dilantik sebagai Ketua DPD RI pada Oktober 2019 lalu, saya memutuskan untuk turun langsung ke daerah. Untuk melihat dan mendengar secara langsung aspirasi dan permasalahan yang dihadapi daerah dan stakeholder yang ada di daerah. Dan hingga hari ini, saya sudah keliling ke 34 Provinsi di Indonesia. Dan lebih dari 300 Kota dan Kabupaten di Indonesia.

Dari perjalanan itu, saya menemukan satu kesimpulan, mengapa hampir semua permasalahan di daerah sama. Mulai dari persoalan sumber daya alam daerah yang terkuras, hingga kemiskinan struktural dan indeks kemandirian fiskal daerah yang jauh dari kata mandiri. Setelah saya petakan, ternyata akar persoalannya ada di wilayah hulu. Bukan di wilayah hilir.

Akar persoalan yang ada di hulu itu adalah ketidakadilan sosial. Padahal keadilan sosial adalah tujuan hakiki dari lahirnya negara ini, seperti dicita-citakan para pendiri bangsa dan menjadi sila pamungkas, yaitu sila ke-lima dari Pancasila.

Mengapa keadilan sosial sulit terwujud? Ternyata karena adanya kekuatan modal dan kapital dari segelintir orang untuk mengontrol dan menguasai kekuasaan. Inilah yang belakangan sering disebut dengan

istilah Oligarki. Dimana oligarki dibangun atas dasar kekuatan modal kapital yang tidak terbatas, sehingga mampu menguasai dan mendominasi simpul-simpul kekuasaan. Dan kemudian oligarki beroperasi dalam kerangka kekuasaan yang menggurita secara sistemik.

Mengapa ini bisa terjadi? Karena memang di dalam Konstitusi hasil Amandemen tahun 1999 hingga 2002 yang lalu, serta undang-undang turunannya, telah dibuka peluang untuk terjadinya dominasi segelintir orang untuk menguasai dan menguras kekayaan negara ini. Maka, kesimpulannya, pembenahan atau koreksi atas hal itu harus dilakukan di wilayah hulu. Bukan di wilayah hilir.

Karena itu belakangan ini saya keliling Indonesia untuk menawarkan gagasan dan pikiran. Bahwa bangsa ini harus kembali berdaulat atas bumi air dan kekayaan alam yang merupakan anugerah dari Allah SWT.

Kaum terdidik harus sadar dan kembali membaca serta merasakan bagaimana suasana kebatinan para pendiri bangsa. Saat mereka mencita-citakan negara ini setelah merdeka. Yaitu negara yang ingin melindungi segenap tumpah darah bangsa Indonesia, untuk kemudian memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Karena kalau kita mau jujur, silakan dijawab; Apakah arah perjalanan bangsa ini semakin menuju apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa ini, atau semakin menjauh dari cita-cita yang tertuang dalam nilai-nilai Pancasila dan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Para pengurus IKAMI dan hadirin yang saya hormati,
Karena itu saya sekarang berkampanye bukan sebagai Copras- Capres, tetapi berkampanye untuk menata ulang Indonesia, demi menghadapi tantangan masa depan yang akan semakin berat bagi anak cucu kita.

Kita harus kembali dan wajib menjadi bangsa yang berdaulat, mandiri dan berdikari atas semua sumber daya yang kita miliki.

Untuk itu kita harus kembali kepada Pancasila. Agar kita tidak menjadi bangsa yang durhaka kepada para pendiri bangsa. Agar kita tidak menjadi bangsa yang tercerabut dari akar bangsanya. Agar kita tidak menjadi bangsa yang kehilangan jati diri dan karakter.

Para pendiri bangsa sudah merumuskan satu sistem yang paling ideal untuk Indonesia, sebagai bangsa yang super majemuk, dengan ratusan pulau yang berpenghuni, yang terpisah-pisah oleh lautan, dengan lebih dari 500 suku penghuni di pulau-pulau tersebut.

Negara kepulauan yang jarak bentang dari Sabang sampai Merauke sama dengan jarak dari London sampai Khazakhstan. Sedangkan bentangan dari Miangas sampai Pulau Rote sama dengan jarak dari Moskow sampai Kairo.

Sehingga para pendiri bangsa memutuskan bahwa bangsa ini tidak akan bisa menjalankan sistem demokrasi liberal barat murni, atau sistem komunisme timur. Karena itu dipilihlah Sistem Demokrasi Pancasila. Karena hanya sistem demokrasi Pancasila yang mampu menampung

semua elemen bangsa sebagai bagian dari unsur perwakilan dan unsur penjelmaan rakyat.

Sehingga ciri utama dan yang mutlak harus ada dalam Sistem Demokrasi Pancasila adalah semua elemen bangsa ini, yang berbeda- beda, yang terpisah-pisah, harus terwakili sebagai pemilik kedaulatan utama yang berada di dalam sebuah Lembaga Tertinggi di negara ini. Sehingga terjadi perwakilan rakyat dan penjelmaan rakyat.

Itulah konsepsi sistem bernegara kita yang tertuang di dalam Naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945. Dimana terdapat unsur dari Partai Politik. Unsur utusan daerah dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote. Dan unsur dari golongan-golongan yang lengkap.

Sehingga utuhlah demokrasi kita. Semuanya terwadahi. Sehingga menjadi demokrasi yang berkecukupan. Tanpa ada yang ditinggalkan.

Untuk kemudian mereka bersama-sama Menyusun Arah Perjalanan Bangsa melalui GBHN dan Memilih Presiden dan Wakil Presiden sebagai mandataris atau petugas yang diberi mandat. Sehingga Presiden adalah petugas rakyat. Bukan petugas partai.

Marilah kita satukan tekad untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli yang disusun oleh para pendiri bangsa. Untuk kemudian kita sempurnakan dengan cara yang benar, dengan cara adendum, sehingga tidak menghilangkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi.

Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli wajib dan harus kita sempurnakan. Agar kita tidak mengulang praktek penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru. Karena kita harus selalu belajar dari sejarah.

Sebagai contoh, jika dulu, Utusan Daerah dipilih oleh DPRD Provinsi yang calonnya disodorkan oleh BP7, maka itu adalah kelemahan yang harus disempurnakan. Bila perlu, Utusan Daerah tetap dipilih dari calon perseorangan seperti angota DPD RI hari ini.

Jika dulu Utusan Golongan ditunjuk oleh Presiden, maka itu adalah kelemahan yang harus disempurnakan. Utusan Golongan seharusnya bottom up. Diajukan oleh golongan-golongan masing-masing setelah mereka menentukan melalui konvensi atau kesepakatan. Sehingga tidak tunduk kepada Presiden karena ditunjuk oleh Presiden.

Dan secara khusus, dalam kesempatan ini, saya berharap para pengurus IKAMI dapat menyumbangkan gagasan dan pemikiran, untuk penyempurnaan naskah asli Undang-Undang Dasar 1945, agar kita tidak mengulangi praktek penyimpangan yang terjadi di masa lalu.

Penyempurnaan dengan Teknik Adendum, sehingga tidak mengganti Sistem Demokrasi Pancasila, yang merupakan warisan luhur para pendiri bangsa, menjadi sistem yang lain. Apalagi copy paste dengan sistem demokrasi Liberal barat.

Kiranya itu yang dapat saya sampaikan. Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberi petunjuk jalan yang lurus, memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua. Amiin yaa robbal alamiin.

Wabillahi Taufiq wal Hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.

 

Ketua DPD RI
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Foto Terkait

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menjadi keynote speech dalam Dialog Nasional Peringatan Dies Natalis ke-61 IKAMI Sulawesi Selatan
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti Menjadi Keynote Speech Dalam Dialog Nasional Peringatan Dies Natalis ke-61 IKAMI Sulawesi Selatan

Berita Foto Terkait

Video Terkait

Pidato Terkait