Sabtu, April 1, 2023

Keynote Speech Ketua DPD RI Seminar Nasional HUT IPPAT ke-35 Pengurus Wilayah IPPAT Jawa Timur

 218 total views

Rabu, 28 September 2022

Bismillahirrohmannirrohim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang saya hormati dan banggakan;
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.

Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.

Saya sampaikan terima kasih kepada Pengurus Wilayah Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Jawa Timur, yang mengundang saya untuk ikut menyumbangkan pikiran dan pendapat dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan hari ini, dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah ke-35.

Saya sempatkan hadir secara fisik dalam acara ini, karena memang ada hal yang penting, yang harus saya sampaikan dalam kesempatan ini. Apalagi hadir juga dari Kementerian ATR/BPN dalam acara ini.

Yang pertama tentu yang menjadi amanat Presiden Joko Widodo tentang Mafia Tanah yang harus diberantas sampai ke akar-akarnya. Bahkan Presiden mengatakan dengan Bahasa yang jelas, untuk digebuk saja. Tanpa pandang bulu. Siapapun dia. Dan itu dikatakan Presiden sejak tahun 2017 yang lalu.

Yang kedua, tentu tentang konflik Agraria dan Tata Ruang. Terutama terkait dengan lahan-lahan perkebunan dan kehutanan. Terutama berkaitan dengan pola perambahan lahan tanpa ijin dan praktek penyimpangan perluasan lahan di lapangan.

Apalagi dalam konteks Argraria terkait lahan perkebunan dan hutan, kerap yang menjadi korban adalah petani dan penanam kebun skala kecil. Data tentang persoalan ini juga bisa kita akses di beberapa lembaga pemerhati persoalan agraria. Terutama Konsorsoium Pembaruan Agraria atau KPA.

Bapak Ibu dan Hadirin yang saya hormati,

Kata Mafia itu selalu identik dengan kelompok yang melakukan kejahatan secara terencana, rapi dan sistematis. Artinya jelas, dia tidak bekerja sendiri. Jadi kalau ada yang berhasil diungkap dan ditangkap oleh aparat penegak hukum, pasti rangkaiannya panjang. Ada big bos, ada pejabat, ada penghubung, dan ada operator lapangan.

Sehingga jika diterjemahkan secara bebas, mafia tanah bisa diartikan kejahatan pertanahan, yang melibatkan sekelompok orang yang saling bekerja sama untuk memiliki ataupun menguasai tanah milik orang lain secara tidak sah. Dan para pelaku tersebut menggunakan cara-cara yang melanggar hukum, yang dilakukan secara terencana, rapi, dan sistematis.

Di sinilah tantangan bagi aparat penegak hukum. Khususnya Satgas Anti Mafia Tanah yang juga sudah dibentuk di Kementerian ATR/BPN dan lembaga hukum lainnya. Termasuk Kejaksaan dan Kepolisian.

Di sini jugalah peranan para Pejabat Pembuat Akta Tanah dituntut untuk aktif terlibat memberantas Mafia Tanah dengan bekerja ekstra keras, untuk melakukan mekanisme double check terhadap informasi dan pernyataan yang didapatkan. Dengan mengedepankan integritas untuk bersikap skeptis terhadap informasi dan data yang diberikan oleh para pihak yang menghadap.

Karena akan menjadi persoalan tersendiri, bila data dan keterangan yang diberikan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah ternyata palsu atau tidak benar.

Oleh karena itu, Kementerian ATR/BPN harus memberi ruang check and re-check yang mudah untuk diakses oleh para Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam melakukan validasi dan verifikasi, sebelum melakukan proses lanjutan atas data dan keterangan yang diberikan oleh para pihak yang mengajukan pembuatan Akta.

Meja atau Desk Satgas Anti Mafia Tanah juga harus dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat luas di semua lembaga, sesuai amanat Presiden. Sebab, terus terang, tidak sedikit masyarakat yang mengadukan persoalan penyerobotan lahan dan persoalan agraria ini ke kantor saya di DPD RI.

Artinya masih ada kesulitan bagi masyarakat luas, untuk mengakses meja atau desk Satgas Anti Mafia Tanah yang dibentuk Kementerian dan Aparat Penegak Hukum. Ini harus menjadi cacatan serius bagi Menteri ATR/BPN dalam hal pemberantasan mafia tanah. Sehingga apa yang dikatakan Presiden sejak 2017 seharusnya sudah menunjukkan hasil yang signifikan.

Bapak Ibu dan Hadirin yang saya hormati,
Persoalan berikutnya yang tak kalah serius harus kita selesaikan adalah konsepsi negara ini dalam Reformasi Agraria. Terutama dalam menangani persoalan-persoalan Tata Ruang dan Agraria terkait lahan perkebunan, kehutanan dan pertambangan.

Karena hakikat utama dari Reforma Agraria adalah usaha sistematis yang dilakukan negara untuk menata ulang kepemilikan lahan dan tanah agar tidak terjadi ketimpangan di suatu negara. Terutama dengan menitikberatkan kepada re-distribusi lahan kepada petani kecil, masyarakat adat, dan masyarakat yang tidak memiliki tanah atau landless.

Catatan tentang persoalan ini sudah sangat terbuka datanya. Dapat diakses dengan mudah oleh semua pihak. Terutama yang disajikan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria atau KPA.

Tetapi rupanya sampai hari ini persoalan ini masih menjadi bagian karut marut persoalan Agraria di Indonesia. Selain persoalan Mafia Tanah.

Karena sampai hari ini, pemerintah dan perusahaan perkebunan masih belum mengubah tata cara berbisnis di sektor perkebunan. Sehingga tidak heran bila wajah pembangunan di sektor perkebunan masih sarat dengan konflik agraria, penyingkiran hak masyarakat, pelanggaran HAM, hingga pemiskinan masyarakat setempat secara sistematis akibat sistem kemitraan inti-plasma yang tidak berkeadilan, bahkan malah menghisap keringat petani kecil.

Orientasi pembangunan ekonomi di sektor perkebunan pun tidak berubah. Tetap berorientasi kepada kepentingan dan keuntungan pengusaha dan badan usaha besar.

Orientasi ekonomi-politik semacam ini seolah negara kita belum beranjak dari sistem perkebunan di masa penjajahan dan orde baru. Pemberian HGU selama berpuluh-tahun lamanya hingga saat ini, masih berkutat kepada pengusaha besar dan perusahaan besar.

Konsekuensinya, hubungan pemodal dan birokrat untuk mendapatkan HGU dilakukan dengan proses yang tertutup, sehingga menyuburkan mata rantai penyuapan, dan ini sudah menjadi masalah yang akut dan bersifat struktural.

Akibatnya, pemberian HGU kepada pengusaha di satu sisi, adalah proses pengambilan tanah masyarakat di sisi lainnya. Inilah yang mencuatkan kembali persolan perampasan tanah masyarakat, letusan konflik agraria dan ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia antara masyarakat dengan kelompok korporasi swasta.

Presiden Jokowi memang telah melakukan penertiban atas tanah-tanah terlantar, sebagai jawaban atas kritik masyarakat. Tetapi lahan yang ditertibkan tersebut ternyata juga ditawarkan kepada kelompok-kelompok pemodal yang mampu mengelola dengan syarat feasibility studi yang memenuhi syarat. Sama sekali bukan untuk re-distribusi lahan kepada masyarakat dan petani kecil yang tidak memiliki lahan.

Seperti terekam dalam pernyataan presiden dalam Kongres Ekonomi Umat ke-2 Majelis Ulama Indonesia, dimana Presiden menawarkan lahan-lahan tersebut kepada Lembaga atau Badan Bisnis ormas yang mampu mengelola dengan pendekatan feasibility bisnis.

Di sinilah letak persoalan krusialnya, karena yang akan mendapatkan tanah-tanah hasil penertiban tanah terlantar tersebut lagi-lagi kelompok yang mempunyai akses permodalan, menguasai teknologi, dan pasar. Artinya, kelompok elit bisnis, badan-badan usaha besar, dan elit politik yang kembali yang akan memonopoli tanah.

Padahal seharusnya prioritas paling utama peruntukkan dari hasil penertiban tanah terlantar dan HGU-HGU bermasalah, seharusnya ditujukan untuk agenda penyelesaian konflik agraria dan re-distribusi tanah terlantar bagi kepentingan rakyat kecil, buruh tani, masyarakat tak bertanah dan yang tergusur, serta hak-hak masyarakat adat.

Itulah pekerjaan besar Kementerian ATR/BPN dan semua stakeholder yang terlibat dalam persoalan tanah dan agraria. Semoga apa yang saya sampaikan menjadi pengingat bagi kita semua. Bahwa kita masih memiliki pekerjaan-pekerjaan besar, sekaligus pekerjaan-pekerjaan mulia yang bermanfaat bagi rakyat, sekaligus bagi nusa dan bangsa.

Kiranya itu yang dapat saya sampaikan. Selamat Ulang Tahun yang ke-35 kepada para Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dan dengan mengucap Bismillahirrohmannirohim Seminar Nasional ini saya nyatakan dibuka. Sekian dan terima kasih.

Wabillahi Taufiq wal Hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.


Ketua DPD RI
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Foto Terkait

Berita Foto Terkait

Video Terkait

Pidato Terkait