Keynote Speech Ketua DPD RI
Silaturahmi Raja dan Sultan Nusantara
Mendorong Lahirnya Konsensus Nasional untuk Kembali kepada
Sistem Bernegara Rumusan Para Pendiri Bangsa
Jakarta, 23 Juni 2023
Bismillahirrohmannirrohim, Assalamu’alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua.
Yang saya hormati dan banggakan; Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.
Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.
Saya sampaikan terima kasih kepada Paduka Yang Mulia para Raja dan Sultan Nusantara, yang terus memberi kepercayaan kepada Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, sebagai alat perjuangan bersama.
Yaitu untuk memperjuangkan agar Indonesia lebih berdaulat, adil dan makmur. Dan untuk memastikan pelaksanaan Alinea ke-IV Naskah Pembukaan UUD 1945. Sehingga Indonesia menjadi negara yang besar. Karena Indonesia dilahirkan oleh sumbangsih peradaban-peradaban besar yang sudah ada di Nusantara, yaitu Kerajaan dan Kesultanan Nusantara.
Bapak Ibu dan Hadirin yang saya muliakan, Silaturahmi para Raja dan Sultan Nusantara yang pada hari ini mengambil tema; “Mendorong Lahirnya Konsensus Nasional untuk Kembali kepada Sistem Bernegara Rumusan Para Pendiri Bangsa”, adalah bagian dari kesadaran kolektif kita sebagai bangsa, untuk membaca dan memahami ulang pikiran-pikiran luhur para pendiri bangsa. Sekaligus mengkaji ulang Sistem Bernegara yang saat ini kita terapkan dan jalankan.
Gagasan dan pemikiran yang sama juga telah kami terima dari berbagai daerah dan elemen masyarakat yang masuk sebagai aspirasi di DPD RI. Baik itu dari kalangan Purnawirawan TNI/Polri, Akademisi dan Pemerhati Konstitusi, Tokoh Masyarakat dan Keagamaan serta sejumlah Organisasi Masyarakat lainnya.
Mengapa kita perlu melakukan kaji ulang atas sistem bernegara yang kita terapkan saat ini? Karena perubahan dan turbulensi global telah memaksa semua negara untuk semakin memperkokoh kedaulatannya sebagai sebuah negara. Terutama dalam menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks dan tidak pasti.
Dan untuk memperkokoh kedaulatan sebuah negara, memerlukan kerjasama, semangat kejuangan, dan sumbangsih positif serta keterlibatan semua elemen bangsa tanpa kecuali.
Untuk itu, diperlukan Sistem Ketatanegaraan dan Sistem Bernegara yang lebih sempurna. Yang mampu memberi jawaban atas tantangan dan ancaman masa depan.
Sebuah Sistem yang mampu mewadahi atau menjadi wadah yang utuh bagi semua elemen bangsa. Sehingga benar-benar terwujud menjadi Penjelmaan Seluruh Rakyat. Sehingga hakikat Kedaulatan Rakyat benar-benar memiliki tolok ukur dan saluran di dalam mekanisme ketatanegaraan kita.
Sehingga bangsa ini akan semakin kuat. Karena pemilik kedaulatan, yaitu rakyat, berhak untuk ikut menentukan Arah Perjalanan Bangsa. Sehingga pembentukan jiwa Nasionalisme dan Patriotisme seluruh rakyat terbangun dengan sendirinya, untuk secara bersama mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Itulah Sistem Bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa ini. Yang kita kenal dengan nama Sistem Demokrasi Pancasila dan Sistem Ekonomi Pancasila. Sebuah sistem tersendiri. Sistem asli Indonesia. Tidak mengadopsi Sistem Liberalisme dan juga tidak mengadopsi Sistem Komunisme.
Yaitu demokrasi yang memberi ruang kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan untuk duduk di Lembaga Tertinggi Negara, yaitu di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dimana mereka dapat duduk di dalamnya melalui dua saluran; yaitu dipilih dan diutus.
Sehingga di dalam MPR terdapat anggota DPR yang dipilih melalui Pemilihan Umum, dan terdapat anggota Utusan, yang diutus oleh komunitas atau golongan-golongan di dalam masyarakat.
Bapak Ibu dan Hadirin yang saya muliakan, Sebelum Indonesia merdeka, Kepulauan Nusantara ini telah dihuni oleh Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Mereka ini masuk dalam kelompok Zelfbesturende Land Schappen, atau daerah-daerah berpemerintahan sendiri.
Sedangkan kelompok lainnya yang berada di Nusantara saat itu adalah Kelompok Masyarakat Adat yang menghuni Hutan atau Wilayah berbasis Suku, Marga atau Nagari. Mereka ini masuk dalam kelompok Volks Gemeen Schappen, atau suku-suku atau penduduk asli Nusantara.
Mereka inilah pemilik wilayah Nusantara, sekaligus rakyat Nusantara. Mereka inilah yang mengalami langsung penjajahan Belanda melalui VOC dan militernya.
Dan sejarah mencatat beberapa pertempuran dan perlawanan terhadap VOC dan Tentara Belanda telah terjadi di era Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Salah satunya adalah pertempuran melawan Belanda di Pulau Dewata, yang melibatkan kerajaan Buleleng dan Karangasem serta Klungkung.
Sejarah juga mencatat Kerajaan Mataram di Era Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi juga melakukan perlawanan terhadap VOC. Begitu pula dengan perlawanan yang dilakukan Kerajaan Gowa-Tallo di Makassar, serta kerajaan dan kesultanan di Banten, Riau, Maluku, Aceh, dan banyak lagi, yang semua tercatat dalam lembar sejarah peradaban bangsa ini.
Meski tidak semua perlawanan dan pertempuran dengan penjajah Belanda mencatat kemenangan, tetapi secara hakekat, perlawanan-perlawanan tersebut adalah spirit kedaulatan sebagai sebuah bangsa. Dan semangat kejuangan inilah yang kemudian menjadi ilham dan inspirasi lahirnya pejuang-pejuang kemerdekaan di tanah Nusantara ini.
Dan puncak dari sumbangsih besar Kerajaan Nusantara terhadap lahirnya bangsa dan negara ini adalah dukungan moril dan materiil yang sangat nyata dari para Raja dan Sultan Nusantara, berupa penyerahan Wilayah-Wilayah mereka untuk menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Begitu pula yang dilakukan Masyarakat Adat yang berbasis Suku, Marga dan Nagari di belantara Nusantara ini. Mereka menundukkan diri ke dalam Indonesia sebagai bagian dari Rakyat Indonesia.
Ini perlu menjadi catatan penting. Karena terdapat empat syarat untuk berdirinya suatu negara. Pertama, adanya Rakyat. Kedua, adanya Wilayah. Ketiga, terbentuknya pemerintahan. Dan keempat, adanya pengakuan internasional.
Sikap Legowo dan Kerelaan yang tulus dari para Raja dan Sultan Nusantara untuk menyerahkan Wilayah dan Kekayaan mereka sebagai bagian dari Negara Indonesia adalah sumbangsih luar biasa. Sekaligus bukti bahwa sudah seharusnya para Raja dan Sultan Nusantara ini adalah bagian dari Pemegang Saham Utama negara ini.
Karena tanpa penyerahan Wilayah-Wilayah mereka untuk menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia, maka salah satu syarat berdirinya suatu negara tidak akan terpenuhi.
Tetapi fakta yang terjadi, Kerajaan dan Kesultanan Nusantara, serta Kelompok Masyarakat Adat yang dulu menghuni Hutan atau Wilayah berbasis Suku, Marga atau Nagari, sama sekali Tidak Terlibat dan Tidak Memiliki Saluran Langsung dalam menentukan wajah dan Arah Perjalanan bangsa ini.
Itulah mengapa, tanggal 20 Juni kemarin, saya sampaikan di dalam Fokus Grup Diskusi di Kampus Udayana Bali, bahwa para Raja dan Sultan serta Masyarakat Adat sudah seharusnya duduk di MPR di dalam kursi Utusan Daerah. Sebagai bagian tak terpisahkan dari Sejarah Kewilayahan Nusantara yang menjadi faktor kunci lahirnya Republik Indonesia.
Sedangkan golongan-golongan di masyarakat, yang berakar kepada Organisasi Sosial Kemasyarakatan dan Organisasi Profesi-Profesi atau Fungsional, harus duduk di MPR di dalam kursi Utusan Golongan.
Utusan Daerah dan Utusan Golongan duduk di MPR melalui proses pengutusan. Bukan melalui Pemilihan Umum. Karena hakikatnya mereka adalah bagian elemen-elemen bangsa, yang memang berada di kamar Utusan.
Untuk memperkuat Sistem Bernegara Indonesia, maka sudah seharusnya Utusan Daerah dan Utusan Golongan tersebut memiliki kewenangan untuk memberikan pendapat atas Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR dan Pemerintah, sebagai bagian dari penguatan partisipasi keterlibatan public secara utuh dan bulat.
Selain tugas dan fungsi sebagai Anggota MPR dalam penyusunan GBHN, TAP MPR dan memilih Presiden-Wakil Presiden sebagai Mandataris MPR.
Bapak Ibu dan Hadirin yang saya muliakan, Akan timbul pertanyaan, lalu dimana posisi anggota DPD RI? Karena anggota DPD RI adalah peserta Pemilihan Umum, maka sebagai bagian dari penguatan Sistem Bernegara rumusan para pendiri bangsa, maka Anggota DPD RI masuk menjadi Anggota DPR RI dari Unsur Peserta Pemilu Perseorangan. Selain Anggota DPR dari Unsur Partai Politik.
Sehingga dengan adanya Anggota DPR dari Unsur Perseorangan Peserta Pemilu, maka keputusan dan kebijakan Publik dalam bentuk Undang-Undang, akan dihasilkan melalui keterlibatan pola perwakilan yang utuh, yaitu berdasarkan political repsentative yang berbasis anggota Partai Politik dan people representative, yang berbasis anggota dari unsur perseorangan yang mewakili penduduk di Provinsi se-Indonesia. Dimana sistem tersebut telah diterapkan di beberapa negara dan menjadi kecenderungan internasional dewasa ini.
Dengan demikian, maka utuhlah demokrasi kita. Semuanya terwadahi. Sehingga menjadi demokrasi yang berkecukupan. Tanpa ada yang ditinggalkan.
Sehingga kedaulatan rakyat tidak hanya berada di tangan Ketua Partai dan Presiden Terpilih. Tetapi benar-benar berada di semua elemen bangsa, melalui Penjelmaan Rakyat di Lembaga Tertinggi Negara.
Itulah Sistem Bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa, yang tertuang di dalam Naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945 beserta Penjelasannya.
Mari kita perbaiki kelemahan naskah asli tersebut. Tetapi jangan kita mengubah total Konstruksi Sistem Bernegara yang telah dirumuskan para pendiri bangsa.
Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli wajib dan harus kita sempurnakan kelemahannya. Agar kita tidak memberi peluang praktek penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru. Karena kita harus selalu belajar dari sejarah.
Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberi petunjuk jalan yang lurus, memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua. Amiin yaa robbal alamiin.