Jakarta, 12 November 2022
Bismillahirrohmannirrohim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Salam sejahtera untuk kita semua.
Yang saya hormati dan banggakan;
Ketua Umum Dewan Kehormatan Pengurus Besar Serikat Tani Islam Indonesia, yang juga Anggota DPD RI, Bapak Abdullah PutehAnggota DPD RI, sekaligus moderator acara, Bapak Bustami Zainuddin
Ketua Umum Pengurus Besar Serikat Tani Islam Indonesia, Bapak Fathurrahman Mahfudz
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa atau yang mewakili
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan atau yang mewakili
Ketua Umum Partai Amanat Nasional atau yang mewakili
Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera atau yang mewakili
Ketua Umum Partai Bulan Bintang atau yang mewakili
Jajaran pengurus Serikat Tani Islam Indonesia.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.
Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.
Saya sampaikan terima kasih kepada Pengurus Besar Serikat Tani Islam Indonesia, yang mengundang saya untuk ikut menyumbangkan pikiran dan pendapat dalam acara Tasyakuran Milad STII ke-76 yang diselenggarakan hari ini.
Saya memohon maaf, tidak dapat hadir di tengah-tengah Bapak Ibu dan hadirin, dikarenakan saya harus mengisi kegiatan yang sudah terjadwal sebelumnya.
Bapak Ibu dan Hadirin yang saya hormati,
Tema yang kita bicarakan dalam acara hari adalah “Arah Partai Islam dan Partai Berbasis Islam Dalam Menyongsong Kepemimpinan Nasional”.
Tentu secara ideal, partai-partai Islam sudah seharusnya mengusung kader terbaik mereka, yang tentu sejalan dengan platform perjuangan partai.
Tetapi seperti kita ketahui bersama, adanya Pasal 222 di dalam Undang-Undang tentang Pemilu, yang mengatur tentang Presidential Threshold, membuat partai politik tidak dapat secara ideal mengusung kader terbaik mereka sendiri.
Ambang Batas pencalonan tersebut sudah beberapa kali diajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi, bahkan DPD RI, atas banyaknya aspirasi dari masyarakat yang menginginkan penghapusan ambang batas tersebut, secara kelembagaan juga mengajukan Uji Materi ke MK. Tetapi sampai hari ini MK tetap kepada keputusannya, bahwa PT 20 persen itu adalah Open Legal Policy. Artinya kewenangan pembuat Undang-Undang, yaitu DPR dan Pemerintah.
Sehingga seharusnya pekerjaan partai politik melalui Fraksi yang ada di DPR, adalah melakukan Legislatif Review bersama Pemerintah. Tetapi rupanya jalan itu juga tidak ditempuh oleh Partai Politik yang ada.
Oleh karena itu, yang kita lihat belakangan ini adalah kesibukan Ketua dan Elit Partai Politik untuk saling bertemu dalam rangka menjajaki terbentuknya Koalisi antar mereka. Meskipun platform perjuangan partai-partai tersebut berbeda.
Padahal dalam ilmu dan teori politik, Koalisi seharusnya terjadi setelah pemilu dan setelah pilpres. Tetapi lagi-lagi karena adanya Pasal 222 di dalam Undang-Undang Pemilu itulah yang membuat hal-hal yang saya sebutkan tadi terjadi.
Bapak Ibu dan Hadirin yang saya hormati,
Sebenarnya ada tugas mulia yang berada di pundak Partai Politik berbasis Islam. Bukan sekedar ritual Pilpres lima tahunan. Tetapi lebih kepada penempatan Sila Pertama dari Pancasila, sebagai payung hukum spirit teologis dan kosmologis dalam menjalankan negara ini.
Sehingga sudah seharusnya dalam mengatur kehidupan rakyatnya, negara harus berpegang pada spirit Ketuhanan. Sehingga kebijakan apapun yang dibuat dan diputuskan, wajib diletakkan dalam kerangka etis dan moral serta spirit agama.
Sehingga bila ada kebijakan atau Undang-Undang yang hanya menguntungkan kelompok tertentu, dan merugikan kebanyakan rakyat. Apalagi membuat rakyat sengsara dan menderita, maka jelas, kebijakan tersebut telah melanggar kerangka etis dan moral serta spirit agama. Yang artinya kebijakan tersebut telah melanggar Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi negara ini.
Karena itu, saat pertemuan Ketua Lembaga dengan Presiden pada Agustus lalu, saya minta Presiden, selaku Kepala Negara untuk meratifikasi keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menetapkan tanggal 15 Maret sebagai Hari Melawan Islamophobia.
Saya minta Indonesia juga secara resmi menetapkan tanggal 15 Maret sebagai hari melawan Islamophobia.
Karena jelas, Negara ini berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Seperti tertulis di Pasal 29 Ayat 1 Konstitusi kita.
Bahkan di Ayat 2 tertulis dengan sangat jelas; ‘Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu’.
Makna dari kalimat Ayat 2 itu jelas, bahwa beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu dijamin negara.
Artinya, kalau ada umat Islam yang menjalankan Sunnah Nabinya dengan memelihara jenggot, itu wajib dijamin oleh negara sebagai kemerdekaan atas pilihannya.
Bukan malah distigma Teroris atau belakangan ini malah disebut Kadrun dan Radikal. Ini salah satu dari sekian banyak fenomena Islamophobia di Indonesia.
Karena itu Partai Politik berbasis Islam wajib untuk menyampaikan kepada semua elemen bangsa, bahwa bangsa ini lahir atas jasa besar Umat Islam. Terutama tokoh-tokoh Islam dan para ulama.
Kiranya itu yang dapat saya sampaikan. Semoga Allah SWT senantiasa memberi petunjuk jalan yang lurus, memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua. Amiin yaa robbal alamiin.
Wabillahi Taufiq wal Hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Ketua DPD RI
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti