Kamis, Maret 30, 2023

Kuliah Umum Ketua DPD RI UPN Veteran Jawa Timur Wawasan Kebangsaan dan Kewirausahaan

 152 total views

Surabaya, 17 Oktober 2022

Bismillahirrohmannirrohim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang saya hormati dan banggakan;
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.

Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.

Saya sampaikan terima kasih kepada Civitas Akademika UPN Veteran Jawa Timur, yang mengundang saya untuk ikut menyumbangkan pikiran dan pendapat dalam kegiatan yang diselenggarakan hari ini.

Bapak Ibu Civitas Akademika UPN yang saya banggakan,
Dunia mengakui, jika Indonesia adalah negara yang kaya raya dengan keunggulan Komparatif Sumber Daya Alam dan Biodiversity Hutan serta Iklim yang mendukung untuk menjadi lumbung pangan. Apalagi sumber kekayaan laut dan garis pantai Indonesia, yang merupakan negara dengan garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada.

Sehingga sudah seharusnya Indonesia menjadi negara unggul dan kuat. Karena kita memang memiliki keunggulan komparatif. Karena itu sering saya katakan, bahwa Indonesia seharusnya menjadi harapan hidup penduduk bumi. Karena Indonesia bisa menjadi lumbung pangan dunia, sekaligus penyedia oksigen bagi penduduk bumi.

Itu jika negara ini dikelola dengan benar. Dikelola sesuai dengan tujuan lahirnya bangsa ini, seperti yang dirumuskan para pendiri bangsa kita.

Rumusan luhur para pendiri bangsa sangat jelas, bahwa negara harus berkuasa penuh atas bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Termasuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak.

Sehingga ekonomi Indonesia dijalankan dengan tiga pilar utama. Koperasi atau usaha rakyat. Lalu perusahaan negara. Kemudian swasta, baik swasta nasional maupun asing.

Dengan posisi pembagian yang tegas, antara public goods dan commercial goods, serta irisan di antara keduanya.

Sehingga terjadi proses usaha bersama. Atau yang sering saya sebut sebagai Public, Privat, People, Partnership atau 4 P. Yaitu keterlibatan yang jelas antara negara, swasta dan masyarakat dalam aktivitas ekonomi.

Rakyat harus berada dalam posisi sebagai bagian dari pemilik kedaulatan atas wilayah, termasuk sumber daya di daerahnya. Sehingga keterlibatan rakyat mutlak dalam konsep ekonomi usaha bersama yang dirumuskan para pendiri bangsa kita.

Konsep keterlibatan rakyat dalam Public, Privat, People, Partnership berbeda dengan C.S.R. Perusahaan yang diberikan kepada masyarakat di sekitar pabrik atau sekitar tambang. Karena konsep C.S.R itu hanya charity. Atau sebagai bentuk lain dari sumbangan. Tetapi konsep 4 P tersebut memang didisain agar terwujud keadilan sosial dan keadilan ekonomi. Sehingga output akhirnya adalah kesejahteraan sosial.

Tetapi pemikiran luhur para pendiri bangsa ini belum sempat kita laksanakan. Sejak era Orde Lama hingga Orde Baru. Apalagi di tahun 80-an, memang ada upaya sistematis yang dilakukan oleh global, untuk membuat negara melepaskan diri dari penguasaan atas Sumber Daya Alam dan cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak.

Dan membuat negara terjebak dengan utang luar negeri untuk pembangunan. Ini dapat kita baca dari pengakuan Jhon Perkins dalam bukunya Confession of an Economic Hit Man.

Negara seolah dipaksa untuk menyerahkan penguasaan tersebut kepada Swasta Nasional maupun Swasta Asing, atau mereka yang menyatu melalui share holder.

Tidak ada lagi pemisahan yang tegas antara public goods dan commercial goods atau kuasi di antara keduanya.

Sehingga negara ibaratnya hanya sebagai “host” atau master of ceremony alias “MC” untuk investor yang akan mengeruk Sumber Daya Alam dan lahan hutan di Indonesia.

Ini semua dilakukan hanya demi angka Pertumbuhan Ekonomi yang ekuivalen dengan Tax Ratio. Padahal seharusnya Negara dengan keunggulan Komparatif seperti Indonesia, lebih mengutamakan Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP.

Tetapi negara sudah terlanjur dilemahkan untuk menguasai Bumi Air dan Kekayaan yang terkandung di dalamnya. Bahkan negara sedang merancang HGB selama 160 tahun untuk siapapun yang berminat memiliki konsesi lahan di Ibu Kota Nusantara Kalimantan Timur. Jangka waktu yang mengalahkan peminjaman Hongkong kepada Inggris.

Itulah mengapa saya menawarkan gagasan untuk kita mengingat dan membaca kembali pikiran para pendiri bangsa. Tentang sistem demokrasi dan sistem ekonomi yang paling sesuai dengan bangsa yang super majemuk ini. Bangsa yang sangat luas dan kaya akan sumber daya alam ini.

Bapak Ibu Civitas Akademika UPN yang saya banggakan,
Seperti saya katakan tadi, sistem ekonomi yang dirancang para pendiri bangsa sudah sangat terang dan jelas. Yaitu; berpihak kepada kepentingan rakyat. Karena salah satu tujuan negara ini adalah memajukan kesejahteraan umum.

Sehingga di dalam naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 terdiri hanya 3 Ayat dan Penjelasannya. Tetapi setelah Amandemen Konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002, Pasal 33 menjadi 5 Ayat, dengan menghapus total naskah penjelasannya.

Padahal di dalam penjelasan Pasal 33 yang Asli bisa kita baca dengan sangat jelas, bahwa ada penjelasan atas kalimat; “…perekonomian disusun sebagai usaha bersama…”. 

Disusun artinya didisain dengan aturan dan regulasi yang direncanakan dengan jelas. Berbeda dengan kata tersusun, yang berarti dibiarkan tersusun dengan sendirinya, atau dengan kata lain diserahkan ke mekanisme pasar. 

Begitu pula dengan kalimat “…usaha bersama..” yang artinya simbiosis mutualisme yang sangat berbeda dengan sektor privat atau swasta yang didominasi dengan prinsip self-interest dan penumpukan keuntungan.

Sedangkan kalimat “…dikuasai negara…” bermakna negara hadir dengan; kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan dan pengawasan, untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Bahkan di dalam penjelasan tersebut, terdapat kalimat; ‘Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang.’

Artinya sistem ekonomi Indonesia sama sekali bukan sistem ekonomi liberal yang kapitalistik. Tetapi sistem ekonomi kerakyatan. Dengan negara sebagai pemegang garis batas antara public goods dengan commercial goods. Atau mana yang bisa terjadi irisan di antara keduanya.

Tetapi sistem rancangan para pendiri bangsa itu telah kita porak porandakan. Puncaknya adalah ketika bangsa ini melakukan perubahan Konstitusi dengan mengubah lebih dari 95 persen isi Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar naskah Asli.

Sehingga dalam 20 tahun ini, kita merasakan semakin banyak paradoksal yang terjadi di Indonesia. Semakin banyak rakyat yang rentan untuk menjadi miskin. Dan kita terus menerus menjadi negara berpendapatan rendah.

Yang terjadi justru Oligarki Ekonomi semakin menguat dan membesar. Lalu menyatu menjadi Oligarki Politik, karena mereka juga memasuki ruang politik.

Dan kita menyaksikan bagaimana kebijakan-kebijakan politik lahir melalui puluhan Undang-Undang dan peraturan lainnya yang berpihak kepada kepentingan mereka. Melalui beragam privatisasi dan swastanisasi cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak.

Perubahan ini sangat berdampak signifikan. Karena neraca APBN Indonesia menjadikan Pendapatan Negara dari Pajak Rakyat sebagai sumber pendapatan utama negara.

Sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang berasal dari pengelolaan atau penguasaan negara atas Sumber Daya Alam, justru menjadi sumber pendapatan sampingan.

Karena negara hanya berfungsi sebagai pemberi Ijin Usaha Pertambangan. Pemberi Ijin Konsensi Lahan Hutan. Dan pemberi Ijin Investasi Asing yang membawa semua tenaga kerja dari negara asal investor.

Inilah mengapa APBN Indonesia selalu minus. Sehingga harus ditutup dengan utang luar negeri yang bunganya sangat tinggi. Sehingga tahun ini kita harus membayar bunga utang saja sebesar Rp. 400 trilyun.

Dan Presiden sudah menyampaikan dalam nota Rancangan APBN tahun 2023 nanti, pemerintah akan menambah utang lagi sekitar Rp. 700 trilyun. 

Bapak Ibu Civitas Akademika UPN yang saya banggakan,
Itulah mengapa saya menawarkan gagasan untuk kita mengingat dan membaca kembali pikiran para pendiri bangsa. Tentang sistem demokrasi dan sistem ekonomi yang paling sesuai dengan bangsa yang super majemuk ini. Bangsa yang kaya akan sumber daya alam ini.

Marilah kita satukan tekad untuk kembali kepada Pancasila. Kembali kepada UUD 1945 naskah asli untuk kemudian kita sempurnakan kelemahannya dengan cara yang benar. Dengan cara adendum, sehingga tidak menghilangkan Pancasila sebagai staats fundamental norm, atau Norma Hukum Tertinggi.

Sehingga bangsa ini harus kembali mengingat kedalaman makna dari kata ‘Republik’ yang dipilih oleh para pendiri bangsa sebagai bentuk dari negara ini. Karena dalam kata Republik tersimpul makna filosofis yang sangat dalam, yakni Res-Publica, yang artinya ‘Kemaslahatan Bersama’ dalam arti seluas-luasnya.

Marilah kita berpikir dalam kerangka Negarawan. Mari kita pikirkan masa depan anak cucu kita. Generasi yang baru lahir di bumi pertiwi ini. Negeri yang sebenarnya kaya-raya ini. Negeri yang diberkahi dengan anugerah kekayaan alam dan iklim serta berada di garis katulistiwa.

Negeri yang besar dan bisa menjadi adi daya di dunia sebagai penjaga harapan hidup manusia di bumi, melalui kekayaan biodiversity hutan untuk menghasilkan oksigen dan sumber kekayaan hayati. Negeri yang bisa menjamin ketersediaan pangan dan air bagi penduduk bumi di masa depan. Jangan sampai potensi itu dirampok oleh bukan orang Indonesia asli secara sistemik melalui agresi non militer.

Kiranya itu yang dapat saya sampaikan. Semoga Allah SWT senantiasa memberi petunjuk jalan yang lurus, memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua. Amiin yaa robbal alamiin.  

Wabillahi Taufiq wal Hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Ketua DPD RI

AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Foto Terkait

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti Mengisi Kuliah Umum Wawasan Kebangsaan dan Kewirausahaan Sivitas Akademika UPN Veteran Jawa Timur
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti Mengisi Kuliah Umum Wawasan Kebangsaan dan Kewirausahaan Sivitas Akademika UPN Veteran Jawa Timur

Berita Foto Terkait

Video Terkait

Pidato Terkait