Bismillahirrohmannirrohim, Assalamu’alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua.
Yang saya hormati dan banggakan; Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.
Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.
Saya sampaikan terima kasih kepada Civitas Akademika Politeknik Perkapalan Surabaya, yang mengundang saya untuk ikut menyumbangkan pikiran dan pendapat dalam Kuliah Umum Wawasan Kebangsaan yang diselenggarakan hari ini.
Bapak Ibu dan Para Mahasiswa yang saya banggakan, Terus terang saya bangga dan bersyukur, bisa bertemu dengan para mahasiswa, yang merupakan kelompok masyarakat terdidik dan intelektual. Sekaligus generasi yang akan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan di republik ini.
Oleh karena itu, hari ini saya ingin menyampaikan materi tentang Wasasan Kebangsaan. Karena bagi saya, pemahaman kebangsaan sangat penting bagi generasi muda.
Sebab, seperti dikatakan Tokoh Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantoro, pada tanggal 31 Agustus 1928, beliau sudah mengingatkan; ‘Jika anak didik tidak kita ajar dengan kebangsaan dan nasionalisme, maka mungkin mereka di masa depan akan menjadi lawan kita’.
Karena memang penghancuran ingatan kolektif suatu bangsa dapat dilakukan dengan metode non perang militer. Tetapi dengan memecah belah persatuan, mempengaruhi, menguasai dan mengendalikan pikiran dan hati warga bangsa, agar tidak memiliki kesadaran, kewaspadaan dan jati diri serta gagal dalam regenerasi untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional bangsa tersebut.
Dan hari ini kita sudah merasakan dan mengalami situasi yang saya sebutkan tadi. Kita sudah menjadi bangsa yang terpolarisasi. Bangsa yang terbelah. Dan tidak mempunyai karakter serta jati diri. Karena bangsa ini dipenuhi buzzer yang menggunakan narasi kebencian dan penghinaan kepada sesama anak bangsa.
Bapak Ibu dan Para Mahasiswa yang saya banggakan, Saya sengaja keliling Indonesia untuk menyampaikan gagasan dan pemikiran tentang mengapa bangsa ini harus kembali ke sistem yang telah dirumuskan para pendiri bangsa.
Yaitu sistem Demokrasi Pancasila dan sistem Ekonomi Pancasila. Dimana kedua sistem yang dirumuskan para pendiri bangsa tersebut adalah sistem yang paling tepat dan sesuai dengan watak dan D.N.A. asli bangsa Indonesia.
Karena sistem demokrasi Pancasila adalah sistem yang menempatkan seluruh elemen masyarakat yang ada di Indonesia di dalam Lembaga Tertinggi Negara, yaitu MPR, sebagai penjelamaan dari kedaulatan rakyat.
Di dalam sistem tersebut bukan hanya ada Partai Politik saja. Tetapi ada unsur dari Daerah-Daerah dan ada unsur dari Golongan-Golongan. Sehingga sistem Demokrasi ini adalah sistem Demokrasi yang lengkap.
Dan mereka yang menyusun arah perjalanan bangsa ini. Melalui Garis Besar Haluan Negara. Sedangkan Presiden hanyalah Mandataris, atau petugas rakyat, bukan petugas partai. Yang dipilih oleh mereka yang ada di MPR sebagai pelaksana dari GBHN.
Sehingga rakyatlah yang menentukan cara bagaimana mereka harus diperintah oleh pemerintah yang mereka bentuk. Karena pada hakikatnya: Kedaulatan Rakyat itu adalah ‘Yang Tertinggi’. Sehingga perwakilan dan penjelmaan seluruh elemen rakyat harus berada di Lembaga Tertinggi di negara.
Ini adalah konsep Majelis Syuro yang sebenarnya sangat dikenal dalam Islam. Itulah mengapa negara ini menjadikan Agama sebagai dasar negara. Seperti tertulis di dalam Pasal 29 Ayat 1 Konstitusi kita. Karena memang negara ini adalah negara yang berketuhanan.
Oleh karena negara yang berketuhanan, maka negara ini tempat orang-orang yang beradab dan membangun peradaban dengan persatuan. Negara ini juga tempat semua perwakilan elemen bangsa yang disebut para hikmat untuk bermusyawarah. Demi menuju satu hakikat tujuan negara, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan sistem ekonomi Pancasila, memberi ruang dan posisi yang kuat kepada Negara untuk menguasai Bumi, Air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Serta menguasai cabang produksi penting bagi hajat hidup orang banyak.
Sehingga negara benar-benar menggunakan kekayaan alam Indonesia yang merupakan anugerah dari Allah SWT untuk kepentingan cita-cita dan tujuan dari lahirnya negara ini, yaitu kemakmuran rakyat. Bukan diberikan ke orang per orang.
Inilah rumusan para pendiri bangsa Indonesia yang sudah kita tinggalkan. Sudah kita ubah dan porak-porandakan. Sehingga kita menjadi bangsa lain. Bukan lagi bangsa yang dicita-citakan para pendiri bangsa.
Itulah yang sering saya sebut bahwa kita sebagai bangsa telah durhakan kepada para pendiri bangsa. Karena rumusan para pendiri bangsa yang dituangkan di dalam Naskah Undang-Undang Dasar 1945 yang difinalkan pada tanggal 18 Agustus 1945 kini sudah hilang total. Sudah tidak ada lagi.
Terutama sejak bangsa ini melakukan Amandemen Konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 yang lalu. Undang-Undang Dasar hasil perubahan di tahun 2002 itu telah mengganti lebih dari 95 persen Pasal-Pasal di dalam Konstitusi kita.
Bahkan yang paling parah, perubahan itu telah menghilangkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi. Karena tidak lagi ditemukan penjabarannya dalam Pasal-Pasal Konstitusi hasil perubahan tahun 2002. Justru sebaliknya, isi pasal-pasal itu menjabarkan ideologi lain. Yaitu nilai-nilai dari Liberalisme dan Individualisme.
Akibatnya Indonesia perlahan tapi pasti berubah menjadi negara yang menggunakan sistem demokrasi liberal. Sehingga semakin kental dengan sekularisme dan individualisme serta ekonomi yang berwatak kapitalistik.
Ini adalah paradoksal terbesar dalam ketatanegaraan Indonesia. Sehingga Indonesia semakin karut marut dan dikuasai oleh Oligarki Ekonomi yang Bersatu dengan Oligarki Politik.
Sehingga saya mengajak semua pihak untuk membangun Konsensus Kebangsaan untuk kita kembali ke Pancasila. Kembali menjalankan rumusan para pendiri bangsa. Dengan cara kita kembalikan Konstitusi Negara ini ke Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diputuskan pada 18 Agustus 1945.
Tentu Undang-Undang Dasar naskah asli tersebut masih memiliki beberapa kelemahan. Maka kita kembalikan, untuk kemudian kita sempurnakan dengan cara yang benar, melalui teknik addendum. Sehingga tidak menghapus sistem bernegara dan sistem ekonomi yang telah dirumuskan para pendiri bangsa.
Bapak Ibu dan Para Mahasiswa yang saya banggakan, Saya berharap para Mahasiswa Politeknik Perkapalan Surabaya berada di garis terdepan untuk memperjuangkan pemikiran para pendiri bangsa kita. Karena saya yakin, kalian, para mahasiswa, kaum intelektual yang masih memiliki semangat nasionalisme dan wawasan kebangsaan yang tinggi.
Sebab, jika kita biarkan kondisi ini berlarut, maka Indonesia akan semakin banyak dipenuhi keganjilan dan paradoksal yang terjadi di tengah-tengah kita.
Dan saya yakin, mahasiswa sebagai intelektual adalah orang yang mampu melihat keganjilan-keganjilan yang tidak pada tempatnya. Untuk kemudian menawarkan solusi. Dengan tujuan meluruskan keganijlan-keganjilan tersebut.
Sehingga seorang intelektual tidak hanya berhenti melihat keganjilan saja. Tetapi sebaliknya, aktif untuk menawarkan gagasan dan pikiran untuk meluruskan keganjilan tersebut.
Jika Anda, yang ada di ruangan ini tidak merasakan keganjilan bahwa Indonesia yang kaya raya akan Sumber Daya Alam tetapi rakyatnya miskin, maka Anda bukan intelektual.
Jika Anda, yang ada di ruangan ini tidak merasakan keganjilan bahwa Sumber Daya Alam di Indonesia hanya dinikmati segelintir orang dan orang Asing, maka Anda bukan intelektual.
Jika Anda, yang ada di ruangan ini tidak merasakan keganjilan bahwa pembangunan ternyata tidak mengentas kemiskinan, tetapi hanya menggusur orang miskin, maka Anda bukan intelektual.
Jika Anda, yang ada di ruangan ini tidak merasakan keganjilan bahwa yang terjadi saat ini bukan membangun Indonesia, tetapi hanya pembangunan yang ada di Indonesia, maka Anda bukan intelektual.
Jika Anda, yang ada di ruangan ini tidak merasakan keganjilan bahwa platform E-commerce hanya dipenuhi produk impor, sementara anak negeri hanya menjadi penjual, maka Anda bukan intelektual.
Jika Anda, yang ada di ruangan ini tidak merasakan keganjilan bahwa Indonesia perlahan tapi pasti menjadi negara yang menjabarkan nilai-nilai individualisme dan liberalisme, sehingga ekonominya menjadi kapitalistik, maka Anda bukan intelektual.
Jika Anda, yang ada di ruangan ini tidak merasakan keganjilan bahwa Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi sudah kita tinggalkan sejak Amandemen tahun 1999 hingga 2002, karena kita telah mengganti 95 persen lebih isi dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 naskah Asli, maka Anda bukan intelektual.
Itulah sebagian dari paradoksal bangsa ini yang saya sampaikan sebagai pengingat kita semua. Bahwa kita sebagai bangsa telah terjerembab sangat jauh dalam Globalisasi yang Predatorik atau Globalisasi yang Rakus.
Sehingga yang terjadi semakin hari, Oligarki Ekonomi semakin membesar dan menguasai apa saja. Termasuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak.
Lalu mereka mulai masuk ke politik dan memaksa kekuasaan berpihak kepada mereka melalui puluhan Undang-Undang dan peraturan yang berpihak kepada kepentingan mereka.
Akhir kata, marilah kita hentikan kerusakan yang terjadi. Marilah kita hentikan ketidakadilan yang melampaui batas. Karena ketidakadilan yang melampaui batas itu telah nyata-nyata membuat jutaan rakyat, sebagai pemilik sah kedaulatan negara ini menjadi sengsara. Dan Allah SWT tidak suka terhadap hamba-Nya yang melampaui batas. Semoga sifat Rahman dan Rahim Allah SWT menjadikan bangsa ini terhindar dari azab seperti yang ditimpakan kepada bangsa atau kaum terdahulu.
Semoga Allah SWT senantiasa memberi petunjuk jalan yang lurus, memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua. Aamiin yaa robbal alamiin.