Minggu, Maret 16, 2025

Orasi Kebangsaan Ketua DPD RI Celebes Strategic Forum 2 Musyawarah Nasional XIX IKAMI SULSEL Merawat Kebhinekaan untuk Indonesia

Loading

Senin, 28 Agustus 2023

Bismillahirrohmannirrohim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang saya hormati dan banggakan;
1. Ketua Umum PB IKAMI Sulsel, saudara Rahmat Al Kafi
2. Kepala Kepolisian Republik Indonesia, atau yang mewakili
3. Bapak Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan
4. Ketua Umum BPP Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan
5. Saudara Walikota Makassar
6. Para Peserta Musyawarah Nasional IKAMI yang saya banggakan.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.

Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti. 

Saya sampaikan terima kasih kepada Pengurus Besar IKAMI Sulawesi Selatan, yang mengundang saya untuk ikut menyumbangkan pikiran dan pendapat dalam Orasi Kebangsaan yang diselenggarakan hari ini.

Saya memohon maaf, tidak dapat hadir di tengah-tengah Saudara sekalian, dikarenakan saya harus berada di Jakarta untuk agenda yang sudah terjadwal sebelumnya.

Bapak Ibu dan Saudara Peserta Munas IKAMI yang saya hormati,
Tema yang diberikan kepada saya adalah; “Merawat Kebhinekaan Indonesia”, tentu dengan penekanan, apa yang bisa disumbangkan oleh IKAMI Sulsel untuk hal tersebut.

Sebelum saya menyampaikan pokok pikiran tentang kebhinekaan, saya ingin kita mendalami terlebih dahulu makna kebhinekaan. Dan mengapa kebhinekaan menjadi faktor penting yang ditekankan oleh para pendiri bangsa.

Jawabnya karena negara ini lahir dari negara-negara lama dan bangsa-bangsa lama yang telah menghuni kepulauan Nusantara ini. Negara-negara lama itu adalah kerajaan dan kesultanan Nusantara. Sedangkan bangsa-bangsa lama adalah masyarakat adat yang berbasis suku, marga dan nagari yang menghuni kepulauan Nusantara ini.

Oleh karena itu, Indonesia adalah negara super majemuk. Karena penduduk Indonesia, selain terpisah-pisah oleh lautan, juga dihuni oleh lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa.

Sehingga Indonesia sangat berbeda dengan negara-negara homogen di Eropa Timur atau Barat. Juga berbeda dengan Amerika Serikat yang mengaku sebagai negara multi RAS, tetapi pada dasarnya dibangun oleh pendatang dari Inggris Raya.

Inilah mengapa, para pendiri bangsa berpikir serius untuk menemukan suatu Azas dan Sistem bernegara yang paling sesuai untuk Indonesia. Azas dan Sistem yang digali dari nilai-nilai Asli bangsa Nusantara ini, untuk dapat mengikat dan menyatukan negara yang super majemuk ini.

Oleh karena itu, ditemukanlah Pancasila sebagai Falsafah Dasar Bangsa ini. Sekaligus sebagai Norma Hukum Tertinggi yang menjadi Identitas Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sehingga dirumuskan menjadi Azas dan Sistem Demokrasi Pancasila. Yang didalamnya mengatur sistem bernegara Pancasila dan sistem ekonomi Pancasila.

Sistem terbaik hasil rumusan para pendiri bangsa itu akhirnya kita buang dan kita kubur di era Reformasi, hanya gara-gara kita menganggap sistem tersebut identik dengan perilaku Orde Baru. Padahal apa yang dipraktekkan oleh Orde Baru adalah penyimpangan dari rumusan luhur tersebut.

Akibatnya kita mengubah Konstitusi dan mengadopsi sistem bernegara ala Barat. Sehingga sejak saat itu, kita telah menghilangkan Pancasila sebagai Identitas Konstitusi. Karena kita tidak lagi menjalankan Azas dan Sistem Bernegara yang sesuai dengan Falsafah Dasar bangsa ini. Tetapi kita menjalankan Sistem Bernegara yang meniru Falsafah bangsa-bangsa Barat.

Bapak Ibu dan Saudara Peserta Munas IKAMI yang saya hormati,
Bagi saya, salah satu ancaman serius terhadap Kebhinekaan adalah rusaknya Kohesi Bangsa akibat sistem Pemilihan Presiden Langsung. Dimana Calon Presiden yang disodorkan kepada rakyat untuk dipilih adalah pilihan Ketua Umum Partai Politik. Itu pun masih diberi hambatan Presidential Threshold 20 persen. Sehingga partai kecil harus melakukan koalisi yang terpaksa, untuk dapat mengusung calon presiden. Begitu pula dengan pemilihan Gubernur dan Bupati atau Walikota secara langsung. Sama prinsipnya.

Dan lebih celaka lagi, dalam sistem pemilihan presiden, gubenur, bupati atau walikota yang dilakukan secara langsung, ternyata batu uji yang digunakan adalah popularitas, elektabilitas dan akseptablitas.

Padahal ketiga variable tersebut dapat dibentuk atau difabrikasi melalui media dan teori komunikasi dengan biaya yang mahal.

Semakin mahal biaya yang dikeluarkan, maka semakin populer nama calon tersebut. Karena setiap hari, wajahnya akan menghiasi media massa besar melalui kegiatan-kegiatan yang dibuat.

Semakin mahal biaya yang dikeluarkan, maka semakin tinggi elektabilitas nama calon tersebut karena dirilis oleh lembaga-lembaga survei ternama dengan angka-angka yang kita tidak tahu bagaimana dihasilkan.

Semakin mahal biaya yang dikeluarkan, maka semakin tinggi aksebtalitas nama calon tersebut karena diisi dengan kegiatan-kegiatan deklarasi dukungan oleh elemen masyarakat di seluruh pelosok tanah air.

Dan semua informasi tersebut diresonansikan oleh buzzer-buzzer di media sosial dengan narasi-narasi yang berisi puja dan puji. Sementara di satu sisi, ada pula narasi-narasi menghujat dan menjelek-jelekkan calon yang lain. Sehingga tercipta julukan olok-olok yang masih berlangsung hingga hari ini. Sehingga semakin tajam dan kuat jurang pemisah antar kelompok masyarakat.

Inilah dampak dari Pemilihan Presiden Langsung yang kita adopsi copy paste begitu saja dari sistem barat, yang akhirnya melahirkan politik kosmetik yang mahal dan merusak kohesi bangsa. Mengancam kebhinekaan kita sebagai bangsa.

Padahal sudah berabad-abad bangsa Nusantara ini memiliki tradisi musyawarah dan perwakilan. Bahkan partai politik dan organisasi masyarakat di Indonesia menggunakan sistem perwakilan dalam memilih ketuanya. Tetapi mengapa giliran memilih presiden harus dilakukan secara langsung?

Dan penentu akhir siapa presiden yang menang adalah Komisi Pemilihan Umum, yang mengumumkan angka-angka suara dari 820 ribu lebih jumlah TPS di Indonesia, yang sulit kita validasi kebenaran angkanya.

Marilah kita hentikan kontestasi politik dalam meraih kekuasaan dengan cara Liberal. Karena telah terbukti menjadikan kehidupan bangsa kita kehilangan kehormatan, etika, rasa dan jiwa nasionalisme serta patriotisme.

Semoga Musyawarah Nasional IKAMI Sulsel kali ini dapat mewujudkan kesadaran kolektif untuk kita kembali kepada jati diri kita sebagai bangsa Indonesia. Kembali kepada Pancasila. Kembali kepada Azas dan Sistem Demokrasi Pancasila, yang kita sempurnakan dan perkuat kelemahannya.

Semoga ikhtiar yang kita niatkan untuk Indonesia yang lebih baik, Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur, mendapat ridho dari Allah SWT. Aamiin yaa robbal alamiin.

Wabillahi Taufiq wal Hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.

 

Ketua DPD RI
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Foto Terkait

Berita Foto Terkait

Video Terkait

Pidato Terkait