Sumatera Utara, Sabtu 27 Agustus 2022
Bismillahirrohmannirrohim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Salam sejahtera untuk kita semua.
Yang saya hormati dan banggakan;
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.
Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.
Saya sampaikan terima kasih kepada Pimpinan Pusat IKA BKPRMI, yang mengundang saya untuk ikut menyumbangkan pikiran dan pendapat dalam Sarasehan Kebangsaan sekaligus Pelantikan PW IKA BKPRMI Sumatera Utara yang diselenggarakan hari ini.
Para Pengurus BKPRMI yang saya banggakan,
Sejak hari Rabu lalu, saya sudah berkeliling di Kota Medan. Mengisi Kuliah Umum di Kampus USU, Kampus UMA, dan bertemu dengan BEM Seluruh Indonesia Wilayah Sumatera Utara di Kampus UNPAB, serta Jumat kemarin saya juga berbicara di Kongres Umat Islam Sumatera Utara. Semua yang sampaikan tentang kebangsaan.
Karena memang hari-hari ini kita harus berbicara tentang kebangsaan. Karena harus jujur saya katakana, bahwa negara ini sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Setelah dihantam Pandemi Covid, kondisi negara ini telah terjebak dalam negara berpenghasilan menengah ke bawah.
Bahkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara selalu defisit, dan harus ditutupi dengan hutang. Yang kebanyakan itu adalah hutang luar negeri. Bahkan bukan negara saja yang berhutang. Tetapi Badan Usaha Milik Negara juga berhutang untuk membangun proyek-proyek yang merupakan penugasan dari pemerintah. Seperti pembangunan jalan tol, bandara dan Pelabuhan.
Saya tidak ingin mengatakan bahwa negara ini salah kelola. Karena memang penyebab utama dari kondisi dan semua persoalan yang muncul saat ini bukan semata disebabkan pemerintah hari ini. Karena persoalan-persoalan tersebut hanya symptom atau tanda dari adanya penyakit.
Kalau diibaratkan Anda demam, maka belum tentu bisa diobati dengan meminum obat penurun panas saja. Karena bisa jadi demam itu adalah symptom dari infeksi atau radang di dalam tubuh Anda.
Itulah gambaran dari kondisi negara ini. Akan selalu muncul persoalan demi persoalan di permukaan. Karena memang persoalan intinya ada di dalam, bukan di permukaan. Jadi persoalan yang muncul adalah persoalan di wilayah Hilir. Dan itu tidak akan bisa diselesaikan secara permanen. Karena akan muncul lagi. Mengapa? Karena persoalan sesungguhnya ada di wilayah Hulu. Bukan di Hilir.
Apa itu? Yaitu perubahan sistem demokrasi Indonesia, dari Demokrasi Pancasila menjadi Demokrasi Liberal. Perubahan dari sistem perwakilan menjadi sistem presidesial murni. Yang itu kita lakukan saat melakukan Perubahan Konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam. Di sinilah semua masalah bermula.
Para Pengurus BKPRMI yang saya banggakan,
Sebagai Ketua DPD RI yang mewakili daerah, saya sudah berkeliling ke 34 Provinsi dan lebih dari 300 Kabupaten/Kota. Saya bertemu dengan stakeholder yang ada di daerah. Mulai dari pejabat pemerintah daerah, hingga elemen masyarakat. Baik itu akademisi, agamawan, pegiat sosial, pemuda, mahasiswa dan kerajaan nusantara.
Saya menemukan satu persoalan yang hampir sama di semua daerah. Yaitu ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dan kemiskinan yang sulit untuk dientaskan.
Ketidakadilan terjadi karena negara ini telah terkungkung oleh Oligarki Ekonomi yang telah menyatu dengan Oligarki Politik dan menyandera kekuasaan. Dan kemiskinan yang terjadi adalah kemiskinan yang struktural, dampak dari ketidakadilan tersebut.
Jadi menurut saya, persoalan bangsa ini bukanlah soal pemerintah hari ini. Atau soal Presiden hari ini. Tetapi persoalan bangsa ini adalah: Adanya kelompok yang menyandera kekuasaan untuk berpihak dan memihak kepentingan mereka.
Siapa mereka? Oligarki Ekonomi yang rakus menumpuk kekayaan dan menyimpan kekayaan mereka di luar negeri. Dan mereka semakin membesar dan menyatu dengan Oligarki Politik untuk meneruskan cengkeraman mereka kepada negara ini.
Silakan menjadi kaya raya. Tetapi jangan karena mengatur dan mengendalikan kebijakan negara untuk berpihak kepada kalian.
Silakan menjadi kaya raya, tetapi jangan gunakan kekuasaan untuk memperkaya diri dan kelompok kalian.
Silakan untuk kaya raya, tetapi jangan hanya segelintir orang di Republik yang memiliki kekayaannya sebanding dengan kekayaan 100 juta rakyat Indonesia.
Ini ketidakadilan yang sudah keterlaluan. Sudah melampaui batas. Dan ketidakadilan yang melampaui batas harus diakhiri. Karena ketidakadilan yang melampaui batas bisa saja membuat Allah SWT murka.
Para Pengurus BKPRMI yang saya banggakan,
Terbukanya peluang membesarnya Oligarki Ekonomi yang menyatu dengan Oligarki Politik adalah karena kita sebagai bangsa telah melakukan Perubahan Konstitusi yang kebablasan di tahun 1999 hingga 2002 silam. Saya berulangkali dalam beberapa kesempatan, menyebut Amandemen tersebut sebagai peristiwa Kecelakaan Konstitusi.
Sehingga hari ini kita memiliki Konstitusi yang membuat watak bangsa Indonesia semakin Sekuler, Liberal, dan Kapitalistik.
Sebagai pejabat negara, saya telah disumpah atas nama Allah SWT dan disaksikan Al-Quran. Bahwa saya harus menjalankan Konstitusi dan peraturan perundangan. Tentu secara obyektif, sebagai pejabat negara saya harus memenuhi sumpah saya, untuk taat kepada Konstitusi hasil Perubahan tersebut.
Tetapi secara subyektif, Allah SWT memberi saya akal untuk berpikir, dan Qolbu untuk berdzikir. Sehingga saya selalu memadukan Akal, Pikir dan Zikir. Sehingga saya harus melakukan koreksi atas Konstitusi hasil Perubahan yang sudah menyimpang jauh dari apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa kita.
Oleh karena itu, saya juga harus melakukan koreksi terhadap peraturan perundang-undangan yang lahir tidak dalam semangat memberi manfaat kepada rakyat. Tetapi sebaliknya memberi manfaat kepada segelintir orang atau kelompok. Bahkan yang lebih kejam, justru menyengsarakan rakyat.
Tetapi secara empirik, kewenangan DPD RI dalam fungsi legislasi sangat terbatas. Demikian juga kewenangan yang diberikan di dalam Konstitusi. Oleh karena itu, yang bisa saya lakukan adalah menyampaikan langsung kepada seluruh stakeholder bangsa ini, bahwa arah perjalanan bangsa ini harus kita koreksi. Harus kita perbaiki, untuk Indonesia yang lebih baik.
Untuk dapat melakukan itu, kita tentu harus Adil sejak dalam pikiran. Harus Jernih sejak dari hati. Dan harus Berani mengatakan bahwa yang benar itu benar, dan yang salah itu salah. Dan hal itu hanya bisa kita lakukan, jika kita konsisten berpijak dan bertindak sebagai Negarawan. Karena seorang Negarawan tidak berpikir tentang next election, tetapi berpikir tentang next generation.
Karena itu, saat saya diminta untuk memberi kata pengantar untuk penerbitan buku 1 Abad Tamansiswa, saya sampaikan pentingnya membumikan kembali semboyan yang digagas Ki Hajar Dewantoro. Yaitu; Ing Ngarso Sung Tulodo; Ing Madyo Mangun Karso; Tut Wuri Handayani.
Karena menurut saya itulah etika. Itulah moral. Itulah budi pekerti atau akhlak. Yang seharusnya menjadi esensi dari tujuan Pendidikan Nasional bangsa ini dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga kita akan menghasilkan kaum terdidik atau intelektual yang beretika. Intelektual yang bermoral. Dan intelektual yang berbudi pekerti luhur seperti para pendiri bangsa kita.
Dan saya percaya, para pemuda masjid pasti terdidik dalam akhlak. Karena hakikat dari nilai dan ajaran agama, selain Tauhid, adalah Akhlak, atau Budi Pekerti.
Mereka inilah yang harus menjadi para pemimpin bangsa. Mereka inilah para hikmat yang memiliki kebijaksanaan. Mereka inilah yang harus ditimbang pendapatnya dalam musyawarah untuk menentukan arah perjalanan bangsa.
Bukan mereka yang lahir dari pencitraan dan survei-survei yang dibuat untuk mempengaruhi persepsi publik. Karena popularitas sama sekali tidak ada hubungannya dengan etika, moral dan akhlak. Karena kalau hanya popuaritas, maka Iblis juga sangat populer.
Sehingga, saya tidak sependapat dengan orang yang mengatakan bahwa untuk membenahi Indonesia yang karut marut dan salah arah ini, harus diawali dengan membenahi hukum, membenahi ekonomi, membenahi birokrasi dan lainnya yang bersifat sektoral dan parsial.
Bagi saya, untuk memperbaiki Indonesia, harus dimulai dengan memurnikan kembali demokrasinya. Artinya, mengembalikan demokrasi, yang selama ini digenggam kalangan oligarkis yang rakus, kepada kaum intelektual yang beretika, bermoral dan berbudi pekerti luhur.
Sebagaimana dulu di jaman kemerdekaan. Karena kita merdeka oleh kaum intelektual. Kaum yang beretika, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Yaitu para pendiri bangsa kita.
Oleh karena itu saat ini saya berkampanye untuk menata ulang Indonesia demi menghadapi tantangan masa depan yang akan semakin berat. Kita harus kembali menjadi bangsa yang berdaulat, mandiri dan berdikari.
Untuk itu kita harus kembali kepada Pancasila. Agar kita tidak menjadi bangsa yang durhaka kepada para pendiri bangsa. Agar kita tidak menjadi bangsa yang tercerabut dari akar bangsanya. Agar kita tidak menjadi bangsa yang tidak memiliki jati diri dan karakter.
Marilah kita satukan tekad untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli yang disusun oleh para pendiri bangsa. Untuk kemudian kita sempurnakan dengan cara yang benar, dengan cara adendum, sehingga tidak menghilangkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi.
Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli mutlak harus kita sempurnakan. Agar kita tidak mengulang penyimpangan praktek yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru. Karena kita harus selalu belajar dari sejarah.
Karena hanya dengan kita kembali kepada Sistem yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa, Insya Allah Indonesia menjadi negara yang diberkahi dan menjadi negeri yang Baldatun Toyyibatun wa Robbun Ghofur.
Saya sudah menyusun satu tulisan lengkap, tentang Peta Jalan Mengembalikan Kedaulatan Rakyat dan Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat. Silakan dibaca dan dipelajari.
Marilah kita hentikan kerusakan yang terjadi. Marilah kita hentikan ketidakadilan yang melampaui batas. Karena ketidakadilan yang melampaui batas itu telah nyata-nyata membuat jutaan rakyat, sebagai pemilik sah kedaulatan negara ini menjadi sengsara.
Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberi petunjuk jalan yang lurus, memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua. Amiin yaa robbal alamiin.
Wabillahi Taufiq wal Hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Ketua DPD RI
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti