Kamis, Oktober 24, 2024

Pengantar Ketua DPD RI Silaturahmi Kebangsaan Menakar Konsekuensi Kenegaraan Indonesia Terhadap Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat

Loading

Jakarta, 23 Mei 2023

Bismillahirrohmannirrohim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Salam sejahtera untuk kita semua.
Yang saya hormati dan banggakan;
1. Wakil Presiden Republik Indonesia ke VI, Bapak Jenderal TNI Purnawirawan Try Soetrisno, yang hadir melalui saluran Zoom.
2. Ketua MPR RI, Bapak Bambang Soesatyo.
3. Para Ketua Lembaga Tinggi Negara atau yang mewakili.
4. Wakil Ketua DPD RI, Bapak Letnan Jenderal TNI Marinir Purnawirawan Nono Sampono, yang juga bertindak sebagai Narasumber dalam acara ini.
5. Pimpinan DPD RI dan Alat Kelengkapan serta Anggota DPD RI.
6. Para Narasumber Silaturahmi Kebangsaan, Jenderal TNI Purnawirawan Agustadi Sasongko Purnomo dan Profesor Sri Edi Swasono.
7. Para Pejabat TNI dan Polri; KSAD, KSAL, KSAU dan Kapolri atau yang mewakili, serta para purnawirawan TNI-Polri.
8. Para Pemerhati Kebangsaan dan Konstitusi, serta Bapak Ibu Hadirin tamu undangan yang saya banggakan.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.
Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.
Saya ucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriyah. Minal Aidin Wal Faidzin, mohon maaf lahir dan batin. Semoga Allah SWT ridho dengan semua amal ibadah kita dan semoga atas kehendak-Nya, kita diberi kesempatan untuk dapat bertemu dengan Ramadan yang akan datang dalam keadaan sehat wa afiat. Aamiin yaa robbal alamiin.
Bapak Ibu dan Hadirin yang saya hormati,
Hari ini DPD RI menyelenggarakan Silaturahmi Kebangsaan dengan tema; Menakar Konsekuensi Kenegaraan Indonesia Terhadap Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat.
Tema ini sengaja kami pilih, karena banyaknya aspirasi dan permintaan dari masyarakat, yang meminta penjelasan, sekaligus pendalaman atas terbitnya Instruksi Presiden tersebut. Dan sekaligus sebagai tindak lanjut dari Rapat Gabungan Pimpinan Alat Kelengkapan DPD RI, yang secara khusus telah membahas persoalan ini pada tanggal 10 April 2023 yang lalu.
Dimana, dalam Rapat Gabungan tersebut disepakati untuk melakukan pendalaman terhadap materi muatan, khususnya implikasi kenegaraan atas terbitnya Inpres tersebut. Salah satunya, adalah dengan menghadirikan Narasumber yang kredibel, serta para penanggap diskusi, untuk menyampaikan pikiran dan pendapat terhadap terbitnya Inpres tersebut. Untuk kemudian DPD RI akan melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan para pihak terkait dalam forum resmi DPD RI.
Bapak Ibu dan Hadirin yang saya hormati,
Saya tidak akan berpanjang lebar dalam pengantar ini, tetapi saya hanya mengulas beberapa poin penting yang seharusnya menjadi perhatian kita atas terbitnya Inpres Nomor 2 Tahun 2023 ini.
Pertama, Inpres ini didahului dengan lahirnya Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022, tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Masa Lalu, atau disingkat TPP-HAM.
Keppres tersebut menugaskan TPP-HAM yang menerima data dari Komnas HAM tentang pelanggaran HAM berat masa lalu, untuk kemudian memberikan rekomendasi penyelesaian non-yudisial.
Dimana rekomendasi kepada korban dan keluarga korban meliputi rehabilitasi fisik, bantuan sosial, jaminan kesehatan, beasiswa dan atau rekomendasi lainnya.
Harus diakui, sejak lahirnya Keppres tahun 2022 tersebut, terjadi polemik di masyarakat. Mengingat salah satu rekomendasi dari Komnas HAM yang harus diselesaikan adalah peristiwa pemberontakan PKI tahun 1965.
Dimana kita semua tahu bahwa pada saat itu terjadi peristiwa upaya kudeta berdarah dan kudeta bersenjata, yang dilakukan Partai Komunis Indonesia terhadap negara ini.
Yang kemudian ABRI, khususnya TNI Angkatan Darat, mengambil langkah untuk melakukan operasi pemulihan keadaan melalui penangkapan tokoh-tokoh utama PKI yang diduga terlibat dalam upaya kudeta tersebut.
Yang kemudian diikuti terjadinya situasi konflik horizontal di kalangan sipil, antara pengikut dan pendukung PKI dengan Non-PKI. Dimana kita juga tahu, bahwa konflik horizontal sipil tersebut juga dipicu oleh rangkaian sejarah panjang aksi-aksi kelompok Komunis di Indonesia yang terjadi jauh sebelum tahun 1965.
Sehingga bangsa ini masih belum dapat menerima secara hitam putih, bahwa dalam peristiwa 1965-1966, seperti dinyatakan Komnas HAM, bahwa posisi korban adalah mereka yang terlibat atau pengikut PKI. Atau dengan kata lain, pegiat PKI dan keluarga pegiat PKI adalah korban pelanggaran HAM berat.
Yang kedua; Upaya penyelesaian Yudisial sudah terbukti tidak dapat ditempuh, karena Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah menyatakan tidak bisa diproses karena kurang atau lemahnya alat bukti.
Yang ketiga; Inpres tersebut memerintahkan kepada 19 institusi negara, yang terdiri dari 16 Kementerian, ditambah Jaksa Agung, Panglima TNI dan Kapolri untuk melaksanakan rekomendasi TPP-HAM.
Dimana di dalam Diktum Pertama huruf (a) tertulis; memulihkan hak korban atas peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat secara adil dan bijaksana;
Ini penting untuk kita gali, tentang seberapa luas makna kata memulihkan hak korban? Karena salah satu yang diperjuangkan PKI saat itu, adalah menawarkan ideologi komunisme di Indonesia. Apakah itu juga termasuk dalam hak yang harus dipulihkan?
Sedangkan kita sebagai bangsa telah bersepakat, bahwa Pancasila adalah satu-satunya jalan untuk mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara ini.
Bahkan, saya pribadi menilai bahwa kita masih harus memperjuangkan agar Pancasila dapat kembali menjadi norma hukum tertinggi di dalam Konstitusi kita, yang telah kita tinggalkan akibat Perubahan Konstitusi di tahun 1999 hingga 2002 silam.
Dan terakhir, jika rekomendasi dari TPP-HAM dalam durasi masa lalu hanya berhenti di tahun 1965-1966, bagaimana dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya? Termasuk peristiwa di dekade tahun 1948, dimana aksi kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan PKI di bawah pimpinan Muso juga membawa korban yang tidak sedikit di kalangan pejabat pemerintah dan kalangan sipil, khususnya para santri dan kiai-kiai pengasuh pesantren.
Kiranya itu pengantar dari saya. Semoga dengan pembahasan ini, kita bisa melihat lebih jernih dan luas dalam perspektif kenegaraan, sebagai bagian dari upaya kita untuk memperjuangkan Pancasila agar kembali kokoh sebagai grondslag dan staatsfundamental norm bangsa dan negara ini.
Dalam kesempatan ini saya juga ingin menyampaikan, bahwa saya menawarkan gagasan untuk lahirnya Konsensus Nasional bangsa ini, yang melibatkan seluruh elemen bangsa, baik sipil maupun militer untuk kita sepakati bahwa bangsa ini harus kembali ke Pancasila, dengan mengembalikan konstruksi sistem bernegara yang dirancang para pendiri bangsa. Karena sistem bernegara yang bercorak liberal saat ini terbukti hanya melahirkan Oligarki Ekonomi yang semakin menguasai negara.
Saya juga berharap kita semua yang hadir di sini dapat menyimak Pidato Kunci yang akan disampaikan oleh Wakil Presiden RI ke 6, Bapak Try Soetrisno, yang merupakan sesepuh bangsa ini. Terima kasih.
Semoga Allah SWT meridhoi niat baik dan perjuangan kita demi Indonesia yang lebih baik, berdaulat, adil dan makmur.
Wabillahi Taufiq wal Hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.
 
Ketua DPD RI
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Foto Terkait

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti membuka Silaturahmi Kebangsaan yang diselenggarakan DPD RI bertema "Menakar Konsekuensi Kenegaraan Indonesia Terhadap Inpres Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat, di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/5/2023).
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti Membuka Silaturahmi Kebangsaan yang diselenggarakan DPD RI

Berita Foto Terkait

Video Terkait

Pidato Terkait