Pidato Ketua DPD RI
Halal Bi Halal dan Rapat Koordinasi
Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Jawa Timur
‘Ketahanan Negara pada Aspek Layanan Kesehatan dan Kedokteran
Menghadapi Liberalisasi Investasi’
Yang saya hormati dan banggakan; 1. Ketua IDI Wilayah Jawa Timur, Bapak Doktor Dokter Sutrisno, Sp.OG.K 2. Sekretaris dan Para Pengurus IDI Wilayah Jawa Timur 3. Ketua IDI Cabang Se – Jawa Timur atau yang mewakili 4. Ketua Perhimpunan Cabang Se – Jawa Timur atau yang mewakili 5. Ketua Keseminatan Cabang Se- Jawa Timur atau yang mewakili 6. Bapak Ibu Hadirin dan tamu undangan yang saya banggakan.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.
Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.
Saya ucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriyah. Minal Aidin Wal Faidzin, mohon maaf lahir dan batin. Semoga Allah SWT ridho dengan semua amal ibadah kita dan semoga atas kehendak-Nya, kita diberi kesempatan untuk dapat bertemu dengan Ramadan yang akan datang dalam keadaan sehat wa afiat. Aamiin yaa robbal alamiin.
Saya sampaikan terima kasih kepada Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Jawa Timur, yang mengundang saya untuk ikut menyumbangkan pikiran dalam Rapat Koordinasi IDI Jawa Timur yang diselenggarakan hari ini.
Saya memohon maaf, tidak dapat hadir secara fisik di tengah-tengah Bapak Ibu dan hadirin, dikarenakan saya harus mengikuti kegiatan yang sudah terjadwal sebelumnya.
Bapak Ibu dan Hadirin yang saya banggakan, Tema yang diberikan kepada saya hari ini adalah; ‘Ketahanan Negara pada Aspek Layanan Kesehatan dan Kedokteran dalam Menghadapi Liberalisasi Investasi’, adalah tema yang sangat menarik untuk dibicarakan. Karena, pertama menyangkut Liberalisasi Investasi di Indonesia dan, kedua, menyangkut pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang akan dibahas di DPR RI.
Liberalisasi Investasi dapat diartikan adalah membuka seluas-luas masuknya Investasi di suatu negara. Dimana Indonesia, secara faktual telah membuka diri seluas-luasnya sejak dilakukan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 pada tahun 1999 hingga 2002 yang lalu.
Amandemen di era Reformasi tersebut telah menghapus total Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, dan menambahkan dua ayat di dalam Pasal 33 Konstitusi kita. Sehingga sejak saat itu, Undang-Undang pro Investasi Asing meluncur deras menjadi payung hukum Liberalisasi Investasi di Indonesia.
Bahkan cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak, yang terkandung di dalam bumi, air dan kekayaan alam serta sumber daya strategis lainnya, bisa dimasuki oleh Swasta Nasional dan Asing.
Upaya Liberalisasi dan pengaturan perekonomian Indonesia oleh pasar, sebenarnya mulai digencarkan oleh masyarakat Global sejak tahun 80-an. Hal itu tertulis sangat jelas dalam testimoni pengakuan Agen CIA, Jhon Perkins dalam bukunya The Confession of an Economic Hitman.
Puncak kemenangan masyarakat Global adalah pada tahun 2002, ketika Undang-Undang Dasar hasil perubahan benar-benar sesuai keinginan mereka. Termasuk perubahan sistem bernegara, dimana sudah tidak ada lagi Lembaga Tertinggi Negara yang menjadi ruang bagi Utusan Daerah dan Utusan Golongan untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa dan haluan negara.
Sejak saat itu, pemilihan Presiden dilakukan secara langsung. Bahkan diikuti pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota juga secara langsung. Semua serba langsung. Dengan biaya politik yang mahal. Akibatnya, siapapun yang terlibat kontestasi, membutuhkan pemodal. Di sinilah peluang bagi Oligarki Ekonomi untuk semakin membesar, karena terjadi hubungan simbiosis mutuliasme dengan Partai Politik, sebagai satu-satunya saluran untuk menyodorkan calon pemimpin bangsa ini.
Akibatnya, perjalanan negara ini hanya ditentukan oleh Ketua Umum Partai Politik dan Presiden yang terpilih secara langsung. Sehingga bila presiden membentuk koalisi besar dengan para ketua partai, maka kemanapun dan apapun bisa diputuskan tanpa melibatkan rakyat. Karena memang sudah tidak ada lagi saluran bagi rakyat untuk ikut menentukan perjalanan bangsa ini.
Itulah yang dirasakan para dokter dan tenaga kesehatan hari ini, dimana mereka merasa tidak terjadi public meaningful participation yang cukup dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan. Sehingga, para dokter terpaksa menempuh tradisi yang berbeda, yaitu ikut turun ke jalan.
Bapak Ibu dan Hadirin yang saya banggakan, Saya memahami kegelisahan para dokter dan tenaga kesehatan terhadap Rancangan Undang-Undang Kesehatan, dimana seperti tertulis di dalam Naskah Akademik RUU tersebut, yang saya baca dalam Bab V halaman 231, memang semangatnya adalah penguatan dan pengembalian fungsi regulator kepada pemerintah.
Sehingga peran organisasi profesi seperti IDI akan berkurang. Termasuk peran Konsil kedokteran. Karena beberapa fungsi perijinan dan kompetensi dalam sistem pelayanan kesehatan akan diambil alih Kementerian Kesehatan.
Termasuk adanya peluang untuk membuat organisasi profesi menjadi multibar. Tidak hanya tunggal. Sehingga penerapan kode etik sangat mungkin berbeda-beda antar organisasi profesi yang ada.
Tetapi pemerintah memang memiliki dalil tentang kurangnya jumlah dan pemerataan dokter di Indonesia. Dari data riset fasilitas kesehatan, memang masih ada Puskesmas yang tidak memiliki dokter. Terutama di wilayah Indonesia Bagian Timur. Terbanyak di Papua dan Papua Barat. Begitu pula dengan tenaga kesehatan lainnya, seperti Bidan, Perawat dan Tenaga Kefarmasian.
Percepatan pengadaan jumlah dokter dan tenaga kesehatan itu menjadi salah satu fokus dalam RUU Kesehatan. Termasuk membuka pintu yang luas untuk dokter-dokter asing dan lulusan asing.
Memang ini membutuhkan kajian bersama. Saya sependapat bahwa public meaningful participation mutlak dijalankan dalam pembahasan RUU tersebut.
Dewan Perwakilan Daerah di dalam Konstitusi memang bukan pembentuk Undang-Undang. Karena pembentuk Undang-Undang adalah DPR bersama Pemerintah. Peran DPD dalam pembahasan RUU Kesehatan ini adalah memberikan pandangan. Yang akan kami mulai setelah Sidang Paripurna minggu depan.
Bapak Ibu dan Hadirin yang saya banggakan, Inilah situasi dan sistem bernegara Indonesia produk reformasi. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan tidak memiliki ruang yang menjamin untuk bisa ikut menentukan arah perjalanan bangsa.
Inilah dampak dari kita meninggalkan Rumusan Bernegara yang disusun para pendiri bangsa kita. Rumusan Bernegara yang terdapat di dalam Naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945, yang telah diubah total dalam Amandemen di era Reformasi saat itu. Bahkan perubahan itu mencapai lebih dari 95 persen.
Bahkan Pancasila sudah tidak lagi tercermin dalam isi pasal-pasal Konstitusi hasil perubahan itu. Melainkan nilai-nilai lain, yaitu ideologi Liberalisme dan Individualisme.
Inilah yang menyebabkan Indonesia terasa semakin gagap menghadapi tantangan dunia masa depan. Karena lemahnya kekuatan ekonomi negara dalam menyiapkan ketahanan di sektor-sektor strategis.
Oleh karena itu tidak ada pilihan. Sistem bernegara hari ini yang diakibatkan oleh Kecelakaan Perubahan Konstitusi di era Reformasi harus kita akhiri dengan cara kembali kepada rumusan asli sistem bernegara dan sistem ekonomi Pancasila.
Karena hanya sistem Demokrasi Pancasila yang memiliki Lembaga Tertinggi yang mampu menampung semua elemen bangsa sebagai bagian dari Penjelmaan Rakyat.
Sehingga ciri utama dan yang mutlak harus ada dalam Sistem Demokrasi Pancasila adalah semua elemen bangsa ini, yang berbeda-beda, yang terpisah-pisah, harus berada sebagai pemilik Kedaulatan Utama yang berada di dalam sebuah Lembaga Tertinggi di negara ini, yaitu di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR.
Itulah konsepsi sistem bernegara kita yang tertuang di dalam Naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945. Dimana terdapat wakil-wakil yang dipilih. Dan utusan-utusan yang diutus untuk berada di MPR.
Wakil-wakil yang dipilih, adalah peserta Pemilihan Umum. Sedangkan Wakil-wakil yang diutus, adalah mereka yang diusung dan diberi amanat oleh kelompok atau organisasi mereka.
Sehingga dirumuskan terdapat dua utusan. Utusan Daerah; yaitu mereka para tokoh masyarakat adat dan Raja serta Sultan Nusantara. Sedangkan Utusan Golongan adalah mereka yang terdiri dari unsur organisasi masyarakat dan organisasi profesi yang aktif di bidangnya. Termasuk wakil dari Ikatan Dokter Indonesia dan organisasi profesi lainnya.
Dengan demikian, maka utuhlah demokrasi kita. Semuanya terwadahi. Sehingga menjadi demokrasi yang berkecukupan. Tanpa ada yang ditinggalkan.
Untuk kemudian mereka bersama-sama Menyusun Arah Perjalanan Bangsa melalui GBHN dan Memilih Presiden dan Wakil Presiden sebagai mandataris atau petugas yang diberi mandat. Sehingga Presiden adalah petugas rakyat. Bukan petugas partai.
Disain atau Rumusan Asli Sistem Bernegara para pendiri bangsa itu tidak mengenal Sistem Bi-Kameral. Tidak mengenal Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui Pemilu.
Lembaga Tertinggi Negara yang bernama MPR yang merupakan Penjelmaan Rakyat hanya diisi melalui dua jalur. Yaitu jalur yang dipilih melalui Pemilu dan jalur yang diutus. Sehingga hanya berisi Anggota DPR yang dipilih dan Utusan Daerah serta Utusan Golongan yang diutus.
Oleh karena itu, sebagai tawaran penyempurnaan Undang-Undang Dasar 1945 Naskah Asli melalui Amandemen dengan Teknik Adendum, saya mengusulkan agar Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR, tidak hanya diisi oleh Peserta Pemilu dari Unsur Partai Politik saja. Tetapi juga diisi oleh Peserta Pemilu dari Unsur Perseorangan.
Sehingga anggota Dewan Perwakilan Daerah yang juga dipilih melalui Pemilu dari unsur perseorangan, berpindah menjadi satu kamar di DPR RI. Karena pada hakikatnya mereka sama-sama dipilih melalui Pemilu Legislatif sebagai Legislator.
Dengan adanya anggota DPR RI peserta pemilu dari unsur perseorangan, akan membawa dampak positif setidaknya dalam 3 hal.
Pertama; Memperkuat mekanisme check and balances terhadap eksekutif. Kedua; Mencegah koalisi besar partai politik dengan pemerintah yang merugikan kepentingan rakyat. Dan ketiga; Sebagai penyeimbang dan penentu dalam pengambilan keputusan-keputusan penting di DPR RI.
Sehingga keputusan di DPR RI tidak hanya dikendalikan oleh Ketua Umum partai politik saja. Karena anggota DPR RI dari unsur perseorangan tidak mempunyai Ketua Umum.
Sedangkan Utusan Daerah dan Utusan Golongan harus diberi hak untuk memberikan pertimbangan yang wajib diterima oleh DPR RI dalam penyusunan Undang-Undang. Hal itu sekaligus sebagai penguatan fungsi Public Meaningful Participation atau keterlibatan publik dalam penyusunan Undang-Undang.
Sehingga hasil akhirnya, kita memperkuat sistem bernegara yang telah dirumuskan para pendiri bangsa, tanpa mengubah struktur atau konstruksi sistem bernegara, dimana penjelmaan rakyat harus berada di Lembaga Tertinggi Negara.
Lalu bagaimana caranya? Jawabnya; kita dorong lahirnya Konsensus Nasional, agar bangsa ini kembali kepada Pancasila. Dengan mengembalikan Undang-Undang Dasar 1945 Naskah Asli, untuk kemudian kita amandemen dan sempurnakan kelemahannya dengan teknik addendum. Tanpa mengubah sistem bernegaranya.
Inilah Pata Jalan yang sekarang sedang saya tawarkan kepada bangsa ini. Mari kita perbaiki kelemahan naskah asli Konstitusi kita. Tetapi jangan kita mengubah total Konstruksi bernegara yang telah dirumuskan para pendiri bangsa.
Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli wajib dan harus kita sempurnakan. Agar kita tidak memberi peluang praktek penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru. Karena kita harus selalu belajar dari sejarah.
Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberi petunjuk jalan yang lurus, memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua. Amiin yaa robbal alamiin.