Pidato Ketua DPD RI Silaturahmi Kebangsaan Nasional DPC APDESI Kabupaten Jember
Otonomi Desa untuk Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat
Jember, 23 Januari 2024
Bismillahirrohmannirrohim, Assalamu’alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua. Yang saya hormati dan banggakan; Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.
Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.
Saya sampaikan terima kasih kepada Ketua DPD APDESI Jember, Saudara Kamiludin dan seluruh jajaran pengurus serta Para Kepala Desa Kabupaten Jember, yang memberi kesempatan kepada saya untuk ikut menyumbangkan pikiran sekaligus untuk menyerap aspirasi dalam pertemuan hari ini.
Dalam kesempatan ini, saya ingin memberikan apresiasi kepada Desa-Desa di Jember, atas prestasi yang sudah diraih, baik di tingkat regional maupun nasional. Baik dalam kategori Desa Budaya, Desa Siaga, hingga Desa Mandiri. Kita beri aplaus untuk APDESI Jember.
Bapak Ibu Pengurus dan Anggota APDESI yang saya banggakan, Perlu saya sampaikan terkait dengan Perubahan Undang-Undang Desa, DPD RI melalui rapat tripartit yang dilaksanakan antara DPR RI, DPD RI dan Pemerintah, kami di DPD RI sudah memberikan Pandangan dan Pendapat melalui Alat Kelengkapan Komite I, dimana DPD RI melihat bahwa selama hampir sepuluh tahun pelaksanaan Undang-Undang Desa masih banyak ditemui kendala dan permasalahan, sehubungan dengan hal tersebut maka DPD RI memandang perlu dirumuskan RUU Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Adapun poin-poin krusial yang menjadi fokus DPD RI di antaranya adalah; Pertama, dukungan penambahan besaran Dana Desa; Kedua, perubahan masa jabatan Kepala Desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun; Ketiga, dana purna bakti atau pensiun untuk kepala desa dan perangkat desa; dan keempat, otonomi pengelolaan dan penentuan prioritas penggunaan Dana Desa.
Namun perlu dipahami oleh kita bersama, bahwa penentu akhir pembentukan Undang-Undang ada di DPR RI, bukan di DPD RI. Posisi DPD RI sebagaimana tercantum dalam UU MD3 hanya sebatas memberikan pandangan akhir di pembahasan di tingkat pertama.
Bapak Ibu Pengurus dan Anggota APDESI yang saya banggakan, Salah satu peran dan fungsi Dewan Perwakilan Daerah adalah untuk memastikan daerah mampu mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan. Sebab, bagi DPD, wajah Indonesia adalah wajah dari semua provinsi di Indonesia.
Wajah provinsi adalah wajah dari seluruh kabupaten kota di Provinsi tersebut. Begitu seterusnya, hingga ke pemerintahan terkecil di Republik ini, yaitu Pemerintahan Desa. Sehingga wajah seluruh desa yang ada di sini, adalah wajah dari Kabupaten Jember.
Oleh karena itu, saya berulang kali menyampaikan dalam beberapa kesempatan, bahwa Desa harus menjadi kekuatan ekonomi. Bukan hanya untuk mencegah urbanisasi. Tetapi lebih dari itu, karena Sumber Daya Alam dan Sumber Ketahanan Pangan Nasional, sejatinya berada di desa. Karena itu, wajar jika Pemerintah Pusat mengucurkan Dana Desa yang diperbesar dari tahun ke tahun.
Kabupaten Jember memiliki potensi yang cukup lengkap. Karena selain sebagai lumbung pangan, Jember juga penghasil tanaman hortikultura dan perkebunan yang strategis, yaitu Tebu dan Tembakau. Apalagi tembakau Jember sangat cocok untuk produksi cerutu, dengan kualitas ekspor. Sehingga sudah seharusnya kebijakan perkebunan Jember diprioritaskan kepada pengembangan investasi berbasis agro bisnis dan agro industri dengan memaksimalkan keunggulan komparatif dan kompetitif yang sudah ada.
Karena itu, awal November yang lalu, saya mengingatkan Menteri BUMN agar memikirkan ulang rencana menggabungkan beberapa anak perusahaan di bawah PT Perkebunan Nusantara Holding, termasuk menggabungkan PTPN komoditas perkebunan, baik tembakau, kopi, karet, kakao, dan sawit menjadi satu. Karena selain menabrak Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Usaha Bidang Pertanian, juga bisa merugikan petani mitra, bila kemudian kinerja PTPN 10 di Jember, yang selama ini fokus kepada komoditas tembakau dan tebu di Jember, menurun akibat penggabungan tersebut. tetapi rupanya kebijakan itu tetap saja dilakukan.
Inilah pentingnya berpikir secara makro dan mikro, dalam upaya membangun desa sebagai kekuatan ekonomi dan sebagai sentra penjaga kedaulatan hasil bumi. Apalagi hasil bumi yang dapat diperbarui, yaitu pangan dan perkebunan. Hal ini sangat penting, karena dunia akan menghadapi ancaman krisis pangan, yang diperkirakan terjadi menjelang tahun 2040 hingga 2050 mendatang.
Dimana pada saat itu, Indonesia juga mengalami ledakan jumlah penduduk usia produktif, yang mencapai 70 persen populasi dari total penduduk di Indonesia. Bahkan Badan Pangan Dunia meramalkan akan terjadi peningkatan kebutuhan pangan sebanyak 60 persen di tahun tersebut dibanding sekarang. Agar penduduk dunia tidak mengalami kelaparan.
Itulah mengapa, negara-negara di dunia sedang menyiapkan diri untuk memperkuat kedaulatan pangan mereka. Bahkan mereka sudah menggunakan pendekatan BioTeknologi dan intensifikasi lahan, untuk menghasilkan pasokan pangan yang mencukupi.
Amerika Serikat misalnya, memiliki luas tanaman berbasis BioTeknologi terbesar di dunia, yaitu 75 juta hektar untuk tanaman kapas, kedelai, dan jagung. Sedangkan Brazil menggunakan BioTeknologi untuk tanaman kedelai dengan luas lebih dari 50 juta hektar. Begitu juga Argentina memiliki tanaman berbasis BioTeknologi seluas 23 juta hektar. Sementara di Asia, India tercatat menggunakan tanaman berbasis BioTeknologi seluas 11,4 juta hektar. Sedangkan China, menggunakan BioTeknologi untuk menyulap lahan gurun mereka yang gersang untuk bisa ditanami.
Sementara Indonesia, termasuk Jember, dalam komoditas Tebu memiliki persoalan kualitas dan kuantitas tebu rakyat di Indonesia yang terus menurun. Ini tentu dipengaruhi banyak faktor.
Perlu saya sampaikan di sini, dari sebuah studi diketahui, bahwa pada jaman Belanda, di sekitar tahun 1930-an, lahan tebu di Indonesia total mencapai 200 ribu hektare, bisa menghasilkan gula 3 juta ton. Tetapi sekarang, dengan lahan yang lebih luas, dengan total lahan Tebu di Indonesia yang berkisar 500 ribu hektare, justru hanya menghasilkan gula 2,2 juta ton. Malah menurun. Ini tentu persoalan serius yang harus dilihat dari banyak aspek.
Jadi, pelajaran yang bisa kita ambil adalah orientasi pembangunan di sektor kedaulatan pangan sedang dilakukan oleh negara-negara di dunia ini. Tetapi Indonesia masih memilih jalan pintas, untuk impor bahan kebutuhan pangan dan Sembako. Ini karena adanya segelintir orang yang diuntungkan sebagai Importir produk konsumsi.
Bapak Ibu Pengurus dan Anggota APDESI yang saya banggakan, Oleh karena itu, saya menawarkan satu peta jalan, untuk lebih memperkuat kedaulatan bangsa dan negara kita, baik kedaulatan di sektor pangan, maupun kedaulatan di sektor pengelolaan sumber daya alam lainnya. Yaitu dengan cara menerapkan kembali secara utuh Azas dan Sistem bernegara yang sesuai dengan Falsafah Dasar Bangsa dan Negara ini, yaitu Pancasila.
Karena perlu Bapak Ibu ketahui, bahwa Perubahan atau Amandemen Konstitusi yang terjadi di Tahun 1999 hingga 2002, telah mengubah Azas dan Sistem bernegara Indonesia. Karena sejak saat itu, kita mengadopsi sistem bernegara ala Barat, yang individualistik dan ekonomi yang semakin kapitalistik liberal.
Sehingga sistem ekonomi negara ini dikendalikan oleh ekonomi pasar global. Negara tidak lagi total berdaulat atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Karena semua bisa diberikan kepada investor dalam bentuk Konsesi Lahan atau Ijin Pertambangan.
Padahal konsep ekonomi kesejahteraan yang dirumuskan para pendiri bangsa, yang tertulis di dalam Undang-Undang Dasar naskah Asli berikut penjelasannya, sama sekali bukan seperti itu. Negara justru memegang kendali untuk sektor-sektor kekayaan alam dan cabangcabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak. Sehingga ada batasan yang tegas, mana sektor publik yang harus dikuasai negara, dan mana sektor komersial yang boleh dikuasai orang per orang.
Tetapi konsep ini sudah kita hapus. Karena sejak penggantian Konstitusi dari Naskah Asli menjadi Undang-Undang Dasar hasil perubahan pada tahun 2002 silam, negara ini semakin memberi karpet merah bagi kekuatan modal untuk menguasai kekayaan dan sumber daya alam di negara ini. Akibatnya Negara ini memberikan ruang yang luas kepada segelintir orang untuk menguasai bumi, air dan menguras sumber daya alam Indonesia.
Hasilnya adalah ketidakadilan ekonomi. Dan ketidakadilan ekonomi tersebut adalah penyebab kemiskinan struktural. Inilah sebenarnya akar masalah kemiskinan yang kita hadapi, terutama di luar Jawa.
Sehingga saya mendorong semua elemen bangsa ini, termasuk Bapak Ibu yang mengabdi di Pemerintahan Desa, untuk melahirkan Konsensus Bersama, agar kita kembali kepada Sistem Bernegara yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Dengan cara kita sepakati untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 Naskah Asli, untuk kemudian kita perbaiki kekurangannya dengan cara yang benar, melalui Teknik Adendum. Bukan dengan mengganti total sistem bernegaranya.
Sehingga kita akan kembali kepada Mazhab Ekonomi kesejahteraan. Yaitu konsep ekonomi usaha bersama dengan azas kekeluargaan dan pemerataan. Karena rakyat, terutama mereka yang berada di desa-desa, harus berada dalam posisi sebagai bagian dari pemilik kedaulatan atas wilayah, atau sumber daya alam di desanya.
Inilah yang sedang saya perjuangkan dan tawarkan kepada bangsa ini. Agar Indonesia kembali berdaulat, adil dan makmur. Sehingga tujuan dari lahirnya negara ini, yang muaranya adalah Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dapat segera terwujud.
Kiranya itu yang dapat saya sampaikan dalam kesempatan ini. Semoga kerja keras dan kerja ikhlas Bapak Ibu dalam membangun Desa mendapat ridho dari Allah SWT.
Bagi Bapak Ibu yang ingin menyampaikan aspirasi, saya harap bisa disampaikan secara tertulis, nanti bisa melalui staf sekretariat yang hadir bersama saya, atau bisa melalui Kantor Perwakilan DPD RI di Surabaya, atau langsung dikirimkan kepada saya di Senayan Jakarta. Semua aspirasi akan langsung saya teruskan kepada Komite I yang menjadi mitra pemerintahan desa. Sekian dan terima kasih.
Wallahul Muwafiq Ila Aqwomit Thoriq Wassalamualaikum Wr. Wb.