Dipublikasikan pada Jum’at, 19 Januari 2024 13:04 WIB
JAKARTA – Sebagai lumbung padi peringkat teratas nasional, lambannya regenerasi petani di Jawa Timur adalah persoalan yang serius. Oleh karena itu, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menekankan pentingnya percepatan regenerasi petani untuk menjaga ketahanan pangan di Indonesia.
“Soal regenerasi petani, ini masalah yang dihadapi oleh Jatim dan mungkin juga semua provinsi di Indonesia. Lambannya regenerasi petani menyebabkan terus terjadi penurunan jumlah petani muda. Oleh karena itu saya meminta pemerintah Pusat dan Jatim serius dalam mengeksekusi persoalan ini,” ujar LaNyalla, Jumat (19/1/2024).
Berkurangnya jumlah petani muda, lanjut LaNyalla, akan berpengaruh kepada produktivitas pertanian yang pada akhirnya berdampak pada turunnya stok pangan nasional.
Hal itu, kata LaNyalla, tidak boleh terjadi. Mengingat krisis pangan diperkirakan menjadi salah satu tantangan terbesar yang akan dihadapi masyarakat dunia menjelang tahun 2040 hingga 2050 mendatang. Bahkan Badan Pangan Dunia (FAO) memprediksi akan terjadi peningkatan kebutuhan pangan sebesar 60 persen di tahun tersebut dibanding sekarang.
“Kondisi ini harus benar-benar menjadi perhatian pemerintah pusat maupun pemerintah di daerah. Tidak hanya mencari solusi untuk swasembada, tapi juga mengambil peluang. Karena Jawa Timur salah satu penjaga kedaulatan pangan Indonesia dan Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi lumbung pangan dunia,” tukas dia.
Menurut LaNyalla, tantangan dunia pertanian sangat kompleks sehingga untuk mengejar swasembada perlu diperjuangkan lebih keras lagi. Selain berkurangnya minat anak muda bertani, kondisi tersebut diperparah dengan beberapa permasalahan lain, seperti alih fungsi lahan yang sedemikian cepat, fluktuasi harga panen, perubahan iklim dan cuaca yang sulit diprediksi, faktor kenaikan harga BBM dan lain-lain.
“Kita memang harus memaksimalkan segala potensi untuk swasembada, meskipun sangat berat. Karena kondisi di Indonesia dari data Kementerian ATR/BPN, setiap tahun alih fungsi lahan sawah menjadi non-sawah yang terjadi di Indonesia mencapai hampir sekitar 100 ribu hektare. Artinya, kalau dalam 10 tahun, sudah satu juta hektare. Ini tentu harus dicegah dan dicarikan solusinya,” ujar LaNyalla.
Indonesia, lanjutnya, juga memiliki persoalan tentang luasan lahan sawah yang dimiliki petani di Indonesia. Dihitung rata-rata, sekitar 80 persen petani di Indonesia memiliki lahan kurang dari satu hektare.
“Ini menyulitkan bagi kita untuk mengejar swasembada. Makanya kita dorong percepatan regenerasi petani karena saya yakin di tangan anak muda, di tangan petani milenial, pertanian akan kembali berjaya karena dengan pola pikir maju dari mereka dalam memanfaatkan teknologi, hasil-hasil pertanian akan sangat menjanjikan,” papar dia.
Saat ini di Jatim, berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2023, petani milenial yang berumur 19-39 tahun, baik menggunakan maupun tidak menggunakan teknologi digital, sebanyak 971.102 orang (17,63 persen dari total petani di Jawa Timur yang sebanyak 5.507.699 orang).
Sementara itu, petani yang berumur lebih dari 39 tahun dan menggunakan teknologi digital sebanyak 2.264.127 orang (41,11 persen) dan petani yang berumur kurang dari 19 tahun dan menggunakan teknologi digital sebanyak 616 orang (0,01 persen).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2023 terdapat 6,18 juta petani muda yang berada di rentang usia 19-39 tahun. Petani muda ini menyentuh 21,93 persen dari jumlah petani di Indonesia.(*)
BIRO PERS, MEDIA, DAN INFORMASI LANYALLA www.lanyallacenter.id