Jumat, April 18, 2025

Sambutan Ketua DPD RI Festival Adat Kerajaan Aceh Majelis Agung Raja dan Sultan Indonesia Provinsi Aceh

Loading

Banda Aceh, 14 Desember 2022

Bismillahirrohmannirrohim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang saya hormati dan banggakan;
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.

Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.

Saya ucapkan terima kasih kepada Paduka Yang Mulia, para Raja dan Sultan Nusantara yang hari ini berkesempatan hadir di Festival Adat Kerajaan Aceh yang digelar Majelis Agung Raja dan Sultan Indonesia Aceh.

Saya juga sampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas Sikap para Raja dan Sultan Nusantara yang hadir hari ini, dengan memberikan dukungan kepada apa yang sedang kami perjuangkan, agar Indonesia kembali kepada Pancasila, melalui penerapan kembali sistem yang dirumuskan para pendiri bangsa, dengan kembali kepada Konstitusi yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar 1945 naskah Asli.

Paduka Yang Mulia dan Bapak Ibu yang saya hormati,
Saya sudah berulang kali menyampaikan kepada semua pihak, bahwa Sumbangsih Kerajaan dan Kesultanan Nusantara terhadap lahirnya Republik Indonesia sangat besar. Apalagi secara khusus, sumbangsih Aceh terhadap lahirnya Indonesia.

Sumbangsih Aceh terhadap lahirnya bangsa dan negara ini bukan saja berlangsung di era menjelang kemerdekaan. Tetapi jauh sebelum itu. Kerajaan dan Kesultanan Aceh telah membuktikan kedaulatannya dengan menggagalkan imperialisme bangsa Eropa di Aceh.

Kita mengenal sejarah Laksamana Malahayati, yang Bernama asli Keumalahayati. Seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Ayahnya bernama Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya dari garis ayahnya adalah Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah sekitar tahun 1530 sampai 1539.

Malahayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee, sebutan untuk janda-janda pahlawan yang telah syahid, berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda tanggal 11 September 1599, sekaligus mengalahkan Cornelis de Houtman, dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal.

Pada tahun 2017 lalu, Laksamana Malahayati mendapat gelar pahlawan. Namanya disematkan sebagai pengganti nama jalan Inspeksi Kalimalang sebelah Utara, Jakarta Timur. Sayangnya, banyak perempuan Indonesia yang kurang mengetahui kepahlawanan yang disertai dengan ketulusannya itu.

Oleh karena itu, selalu saya katakan kepada semua stakeholder bangsa ini, bahwa sumbangsih besar Kerajaan dan Kesultanan Nusantara terhadap lahirnya bangsa dan negara ini adalah dukungan spirit, moril dan materiil yang konkrit dari para Raja dan Sultan Nusantara dalam proses Kemerdekaan Republik Indonesia.

Dukungan spirit diberikan dalam bentuk sejarah perjuangan dan perlawanan terhadap Imperialisme bangsa Eropa. Serta dukungan moril yang diberikan dengan sikap Legowo atau Ikhlas yang luar biasa dari para Raja dan Sultan dengan mengakui kedaulatan Indonesia, sebagai sebuah Negara yang merdeka dan berdaulat atas wilayahnya.

Sedangkan dukungan materiil diberikan berupa bantuan uang, emas, tanah kerajaan dan bangunan untuk dipergunakan bagi kepentingan pendirian negara ini di awal kemerdekaan. Bahkan hingga saat ini, sejumlah tanah dan aset Kerajaan Nusantara masih dipergunakan untuk kepentingan Pemerintah.

Oleh karena sumbangsih dan dukungan konkrit Kerajaan dan Kesultanan Nusantara dalam proses lahirnya N.K.R.I., saya menyebut bahwa Kerajaan dan Kesultanan Nusantara adalah salah satu pemegang saham utama negeri ini.

Tetapi apa yang terjadi kemudian, para Raja dan Sultan Nusantara tidak dapat secara langsung dan aktif untuk ikut menentukan Arah Perjalanan Bangsa. Mengapa ini terjadi?

Karena memang perubahan Konstitusi yang dilakukan pada saat Amandemen tahun 1999 hingga 2002 yang lalu, telah memberikan kekuasaan yang begitu kuat kepada Partai Politik dan DPR, serta kepada Presiden melalui Sistem Presidensial murni.

Padahal Sistem Bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa ini bukan itu. Bukan Presidensial murni. Bukan demokrasi ala barat. Tetapi Sistem Sendiri. Yang paling sesuai dan cocok dengan watak, taksonomi serta D.N.A bangsa ini.

Termasuk Sistem Ekonominya, dimana para pendiri bangsa sudah merumuskan sistem ekonomi yang mensejahterakan dengan mazhab pemerataan dan penguasaan negara atas Bumi, Air serta cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak untuk kemakmuran rakyat. Bukan untuk kemakmuran orang per orang.

Karena itu, saya berkampanye untuk kita luruskan kembali cita-cita dan tujuan lahirnya bangsa dan negara ini.

Dan saya sudah sampai kepada suatu kesimpulan. Bahwa bangsa ini harus kembali ke Naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945. Untuk kemudian kita sempurnakan bersama kelemahannya. Dengan cara yang benar. Yaitu dengan teknik addendum. Bukan diganti total 95 persen isinya, dan menjadi Konstitusi baru.

Tetapi di tengah upaya yang saya perjuangkan, tiba-tiba ada sebagian kalangan yang menuduh saya sedang membegal konstitusi. Saya sebenarnya tertawa dalam hati. Karena saya justru bertanya; Siapa sebenarnya yang membegal konstitusi kita. Konstitusi yang dirumuskan para pendiri bangsa. Dari sebelumnya menjabarkan Pancasila, menjadi menjabarkan ideologi liberalisme dan individualisme.

Apalagi kalau saya meminjam istilah yang digunakan Profesor Kaelan dan Profesor Sofyan Effendi dari UGM, bahwa perubahan Konstitusi di tahun 1999 hingga 2002 silam adalah pembubaran terhadap negara Proklamasi 17 Agustus 1945 dan kudeta terselubung terhadap NKRI.

Jadi siapa sebenarnya yang membegal Konstitusi? Yang menghilangkan Sila Keempat dari Pancasila. Yang meninggalkan mazhab kesejahteraan sosial, sehingga Oligarki Ekonomi semakin membesar. Dan yang berkontribusi merusak kohesi bangsa ini akibat Pilpres Langsung.

Dan kalau kita ingin mengkaji lebh mendalam lagi akibat dari kita meninggalkan Pancasila dan berubah menjadi bangsa lain, maka akan tampak di depan mata sejumlah keganjilan dan paradoksal yang terjadi di Indonesia.

Yang paling bisa kita lihat adalah Indonesia kaya raya akan Sumber Daya Alam, tetapi rakyatnya miskin. Karena Sumber Daya Alam di Indonesia hanya dinikmati segelintir orang dan orang Asing.

Pembangunan yang terjadi sering tidak mengentas kemiskinan, tetapi malah menggusur orang miskin. Bahkan sekarang yang terjadi bukan membangun Indonesia, tetapi sekedar pembangunan yang dilakukan di Indonesia.

Karena perlahan tapi pasti, Indonesia telah berubah menjadi negara yang menjabarkan nilai-nilai individualisme dan liberalisme, sehingga ekonominya menjadi kapitalistik.

Apakah semua paradoksal tersebut karena kesalahan Presiden Jokowi? Tentu bukan. Karena siapapun presidennya, harus taat dan bersumpah menjalankan Konstitusi dan Peraturan perundangan yang berlaku.

Dan faktanya memang Konstitusi kita telah berubah. Dan perubahan itu makin deras diikuti dengan lahirnya puluhan Undang-Undang yang tidak bermuara kepada cita-cita dan tujuan lahirnya bangsa dan negara ini.

Jadi, sudah saatnya kita melakukan evaluasi total atas Arah Perjalanan Bangsa ini. Kita harus kembali kepada Pancasila. Kita harus kembali kepada Sistem Bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa kita. Agar kita tidak menjadi bangsa yang durhaka kepada para pendiri bangsanya.

Kita juga harus mengingat sejarah lahirnya bangsa dan negara ini. Dimana ada peran yang sangat besar dari para Raja dan Sultan Nusantara. Dan Indonesia sebagai bangsa yang besar, harus menghargai sejarah peradabannya.

Kiranya itu yang dapat saya sampaikan. Sekali lagi, terima kasih atas dukungan para Raja dan Sultan Nusantara dalam upaya pejuangan mengembalikan Indonesia kepada Pancasila. Karena kita memang harus berpikir dalam kerangka Negarawan, yaitu berpikir tentang Generasi mendatang. Bukan berpikir tentang Pemilu mendatang.

Semoga perjuangan kita, untuk Indonesia yang lebih baik mendapat ridlo dari Allah SWT.

Wabillahi Taufiq wal Hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.

 

Ketua DPD RI
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Foto Terkait

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti didampingi sejumlah Senator menyampaikan sambutan pada acara Festival Adat Kerajaan Aceh Majelis Agung Raja dan Sultan Indonesia Provinsi Aceh
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti didampingi Sejumlah Senator Menyampaikan Sambutan Pada Acara Festival Adat Kerajaan Aceh Majelis Agung Raja dan Sultan Indonesia Provinsi Aceh

Berita Foto Terkait

Video Terkait

Pidato Terkait