Selasa, 13 September 2022
Bismillahirrohmannirrohim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Salam sejahtera untuk kita semua.
Sampurasun…
Yang saya hormati dan banggakan;
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.
Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.
Saya sampaikan terima kasih kepada Para Pengurus Gabungan Inisiatif Barisan Anak Siliwangi, yang mengundang saya untuk ikut menyumbangkan pikiran dan pendapat dalam acara Musyawarah Besar ke-IV yang diselenggarakan hari ini.
Saudara-saudara peserta Mubes yang saya hormati,
Saya termasuk orang yang percaya dengan kekuatan kaum muda. Karena baik dalam sejarah masa lalu, maupun di masa saat ini, kaum muda selalu memiliki peran yang sebenarnya sangat signifikan.
Kita tentu ingat peristiwa Rengasdengklok yang terjadi pada 16 Agustus 1945. Peristiwa itu dikenal karena penculikan Soekarno-Hatta oleh golongan muda dengan tujuan untuk segera melaksanakan proklamasi.
Golongan muda saat itu di antaranya Wikana, Sukarni, Chairul Saleh, Asmara Hadi, Subadio Sastrosatomo, Sayuti Melik, dan lainnya.
Ini adalah salah satu bukti sejarah. Bahwa usia muda, bukan berarti tidak bisa memberi sumbangsih besar bagi bangsa ini.
Dan kalau kita tarik lagi ke belakang, di tahun 1928 tercatat dalam sejarah pergerakan bangsa, yaitu momentum lahirnya Sumpah Pemuda.
Jadi jangan pernah meremehkan potensi kaum muda. Karena kaum muda identik dengan semangat dan gelora.
Tetapi di balik harapan besar itu, saya merasa sedih melihat situasi kebangsaan belakangan ini. Dimana kita, sesama warga bangsa terbelah dan terpolarisasi, akibat perbedaan pilihan politik dalam ajang Pilpres.
Karena polarisasi ini sungguh sangat merugikan kita sebagai bangsa. Apalagi jika kita ingin Membangun Kader yang Solid dan Bersinergi Menuju Organisasi yang Unggul, seperti tema Mubes ke-IV GIBAS hari ini. Bagaimana mungkin kita menghasilkan hal itu, bila bangsa ini diisi kegaduhan dan pembelahan?
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya ingin menawarkan satu gagasan yang fundamental. Untuk membawa kembali bangsa dan negara ini ke arah kejayaan. Dengan cara mengembalikan jati diri dan sistem demokrasi yang sesuai dengan watak dasar dan D.N.A asli bangsa ini.
Yaitu dengan mengembalikan Kedaulatan Rakyat dengan mengembalikan Demokrasi Pancasila. Demokrasi yang paling sesuai untuk bangsa kepulauan dan bangsa yang super majemuk ini.
Saudara-saudara peserta Mubes yang saya hormati,
Para pendiri bangsa telah merumuskan satu sistem yang paling ideal untuk Indonesia, sebagai bangsa yang super majemuk, dengan ratusan pulau yang berpenghuni yang terpisah-pisah oleh lautan, dengan 512 suku penghuni di pulau-pulau tersebut.
Negara kepulauan yang jarak bentang antara Sabang sampai Merauke sama dengan jarak antara London sampai Khazakhstan. Sedangkan bentangan dari Miangas sampai Pulau Rote sama dengan jarak Moskow sampai Kairo.
Sehingga para pendiri bangsa memutuskan bangsa ini tidak akan bisa menjalankan sistem demokrasi liberal barat murni, atau sistem komunisme timur. Karena itu dipilihlah Sistem Demokrasi Pancasila. Karena hanya sistem demokrasi Pancasila yang mampu menampung semua elemen bangsa sebagai bagian dari unsur perwakilan dan unsur penjelmaan rakyat.
Sehingga ciri utama dan yang mutlak harus ada dalam Sistem Demokrasi Pancasila adalah semua elemen bangsa ini, yang berbeda-beda, yang terpisah-pisah, harus terwakili sebagai pemilik kedaulatan utama yang berada di dalam sebuah Lembaga Tertinggi di negara ini. Sehingga terjadi perwakilan rakyat dan penjelmaan rakyat.
Siapakah semua elemen bangsa yang harus berada di Lembaga Tertinggi Negara yang merupakan perwakilan dan penjelmaan dari Kedaulatan Rakyat tersebut?
Pertama, harus ada: Anggota DPR yang merupakan Representasi dari Partai Politik.
Kedua, harus ada: Utusan Daerah yang merupakan Representasi seluruh daerah dari Sabang sampai Merauke. Dari Miangas sampai Pulau Rote. Mereka adalah wakil-wakil dari daerah; meskipun daerah tersebut terpencil, terisolasi secara sosial-kultural, atau daerah khusus dan sebagainya.
Ketiga, harus ada: Utusan Golongan yang merupakan Representasi etnis tertentu sebagai unsur kebhinnekaan, badan-badan kolektif, koperasi, petani, nelayan, veteran, para raja dan sultan Nusantara, ulama dan rohaniawan, cendekiawan, profesional, guru, seniman dan budayawan, maha putra bangsa, penyandang cacat dan seterusnya. Termasuk di dalamnya TNI dan Polri.
Dengan demikian utuhlah demokrasi kita, semuanya terwadahi. Sehingga menjadi demokrasi yang berkecukupan. Tanpa ada yang ditinggalkan.
Itulah konsep Demokrasi Pancasila yang tertuang dalam Konstitusi Asli Indonesia yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945.
Untuk kemudian mereka bersama-sama Menyusun Arah Perjalanan Bangsa melalui GBHN dan Memilih Presiden dan Wakil Presiden sebagai mandataris atau petugas yang diberi mandat. Sehingga Presiden adalah petugas rakyat. Bukan petugas partai.
Karena rakyatlah yang menentukan cara bagaimana mereka sebagai pemilik kedaulatan, harus diperintah oleh pemerintah yang dibentuk oleh rakyat itu sendiri.
Karena pada hakikatnya: Kedaulatan Rakyat itu adalah ‘Supreme’ atau ‘Yang Tertinggi’. Sehingga perwakilan dan penjelmaan seluruh elemen rakyat terwujud tanpa ada yang ditinggalkan dan berada di Lembaga Tertinggi di negara ini.
Itulah Sistem Demokrasi asli yang sesuai dengan D.N.A bangsa ini. Sistem yang tertulis di dalam Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli, dengan struktur urutan: Pembukaan, Batang Tubuh yang terdiri dari Bab serta Pasal, dan Penjelasan.
Dimana Pembukaan UUD sebagai Staats fundamental norm atau norma hukum tertinggi yang juga menempatkan cita-cita dan tujuan nasional serta Pancasila sebagai grondslag.
Sedangkan Pasal-Pasal di dalam UUD 1945, adalah penjabaran atau derifatif yang koheren dengan basis filosofi Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Tetapi pada tahun 1999 hingga 2002 dilakukan perubahan atas Undang-Undang Dasar 1945 sebanyak 4 tahap. Sehingga lahirlah Konstitusi baru. Yang menghapus total Penjelasan, dan mengganti hampir 95 persen isi pasal-pasalnya. Sekaligus mengubah Sistem Demokrasi yang dirumuskan para pendiri bangsa, menjadi sistem demokrasi barat dengan memberikan kekuasaan kepada Partai Politik dan Presiden – Wakil Presiden yang dipilih langsung.
Konstitusi baru tersebut telah dikaji dan diteliti oleh Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada dengan peneliti di antaranya Profesor Kaelan dan Profesor Sofian Effendi, dimana ditemukan bahwa perubahan yang terjadi di tahun 1999 hingga 2002 itu bukanlah Amandemen Konstitusi. Tetapi penggantian Konstitusi. Sehingga Profesor Kaelan tidak sependapat bila Konstitusi baru itu tetap disebut sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Seharusnya disebut sebagai Undang-Undang Dasar 2002.
Dan dampak paling dirasakan dalam dua puluh tahun sejak perubahan tersebut adalah semakin menguatnya Oligarki Ekonomi yang bergabung bersama Oligarki Politik dalam mengendalikan kebijakan nasional yang menguntungkan mereka.
Karena bangsa ini telah meninggalkan Sistem Kesejahteraan Sosial, menjadi Sistem Pertumbuhan Ekonomi yang semakin memberikan karpet merah kepada Swasta Nasional dan Asing untuk menguasai sumber daya alam dan cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak.
Sehingga segelintir orang menjadi sangat kaya raya, karena dapat mengatur dan mengendalikan kebijakan negara untuk berpihak kepada mereka. Sementara ratusan juta rakyat semakin miskin dan terjebak dalam kemiskinan struktural yang sulit dientaskan.
Karena itu, marilah kita satukan tekad untuk kembali kepada UUD 1945 naskah asli yang disusun oleh para pendiri bangsa. Untuk kemudian kita sempurnakan dengan cara yang benar, dengan cara adendum, sehingga tidak menghilangkan Pancasila sebagai staats fundamental norm.
Marilah kita satukan tekad untuk mengakhiri polarisasi bangsa ini dengan kesadaran. Dengan kembali bergandengan tangan. Merajut masa depan dengan menjadi bangsa yang besar. Karena bangsa ini telah diberkahi dengan kekayaan sumber daya alam oleh Allah SWT.
Semoga Musyawarah Besar ke-IV GIBAS dapat menghasilkan rekomendasi dan dukungan terhadap Gerakan untuk mengembalikan Kedaulatan Rakyat dengan mengembalikan Demokrasi Pancasila. Untuk membawa kembali Indonesia mejadi bangsa yang berdaulat, mandiri dan berdikari.
Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberi petunjuk jalan yang lurus, memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua. Amiin yaa robbal alamiin.
Wabillahi Taufiq wal Hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Ketua DPD RI
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti