Yang saya hormati dan banggakan; Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.
Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.
Saya sampaikan terima kasih, atas undangan kepada saya untuk hadir dalam acara yang mulia ini, sebagai saksi amal jariyah dalam peresmian masjid Nurul Arif hari ini.
Bapak Ibu dan Hadirin yang saya hormati, Kita hidup di dunia ini tidak akan lama. Tetapi kehidupan di akherat akan kekal abadi selamanya. Itulah mengapa kita harus memiliki bekal. Harus memiliki legacy yang kita tinggalkan.
Salah satu legacy penting adalah amal jariyah. Karena pahala dan manfaat dari amal jariyah tidak akan putus, selama apa yang kita tinggalkan masih membawa manfaat kebaikan bagi mahluk di muka bumi.
Salah satunya adalah keterlibatan kita di dalam mendirikan dan memakmurkan masjid. Karena masjid menjadi tempat untuk mendirikan sholat secara berjamaah. Juga menjadi tempat untuk majelis menimba ilmu, dan ibadah lainnya.
Bapak Ibu dan Hadirin yang saya hormati, Kita patut bersyukur, hidup di Indonesia. Sebuah negara yang di dalam Konstitusi di Pasal 29 Ayat (1) jelas tertulis bahwa; ‘Negara Berdasar Atas Ketuhanan Yang Maha Esa’.
Dan di Ayat (2) disebutkan; ‘Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.’
Karena negara ini berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka sudah seharusnya dalam mengatur kehidupan rakyatnya, negara harus berpegang pada kosmologi dan spirit Ketuhanan. Sehingga kebijakan yang dibuat perlu diletakkan dalam kerangka etis dan moral agama.
Tetapi sangat disayangkan, semakin hari, wajah bangsa ini menjadi semakin Liberal secara politik, dengan ekonomi yang semakin Kapitalistik.
Hakikat dari Sila ke-empat dan sila ke-tiga dari Pancasila sudah kita tinggalkan. Tradisi musyawarah dalam politik telah hilang. Kita memilih pemimpin nasional dengan banyak-banyakan suara. One man One vote. Suara kiai dan ulama, dihitung sama dengan suara santri yang baru belajar agama.
Kita telah meninggalkan sistem Syuro, hasil rancangan para pendiri bangsa kita. Karena sejak era reformasi, sudah tidak ada lagi MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Sudah tidak ada lagi MPR sebagai wadah penjelmaan rakyat. Sudah tidak ada lagi suara para hikmat untuk didengar.
Saat ini demokrasi kita adalah demokrasi dominasi partai politik. Demokrasi yang mahal. Sehingga melahirkan bandar-bandar Oligarki ekonomi yang membiayai Oligarki politik.
Calon pemimpin bangsa hanya diuji melalui Popularitas dan Elektabilitas, yang bisa dibentuk melalui media massa dan diframing oleh lembaga-lembaga survei.
Kemudian diresonansi oleh para buzzer di media sosial dengan narasi-narasi saling hujat atau takliq buta puja-puji. Maka, rakyat akan terbelah, dan selalu disodori realitas yang dibentuk, alias realitas palsu.
Hal seperti ini sama sekali tidak mencerminkan negara yang beragama. Bukan cerminan negara yang berketuhanan. Padahal di negeri ini berdiri jutaan masjid dan musholah. Tetapi sistem bernegara yang kita tempuh justru meninggalkan nilai-nilai luhur yang dirumuskan para pendiri bangsa. Kita mengadopsi copy paste sistem Liberal yang individualistik dan kapitalistik.
Oleh karena itu, marilah kita gunakan momen peresmian masjid ini sebagai muhasabah. Kita lakukan koreksi diri. Koreksi perjalanan bangsa ini. Koreksi sistem bernegara kita.
Marilah kita satukan tekad untuk kembali ke sistem bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa. Sistem bernegara yang tidak meninggalkan Pancasila.
Sistem bernegara yang belum pernah secara benar dan tepat diterapkan, baik di era Orde Lama maupun Orde Baru.
Kiranya itu yang dapat saya sampaikan. Semoga semua ikhtiar dan usaha kita untuk Indonesia yang lebih baik mendapat Ridlo dari Allah SWT.
Wallahul Muwafiq Ila Aqwomit Thoriq Wassalamualaikum Wr. Wb.