Keynote Speech Ketua DPD RI Focus Group Discussion Membedah Proposal Kenegaraan DPD RI Menyempurnakan dan Memperkuat Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa Universitas Negeri Makassar
Kamis, 14 September 2023
Bismillahirrohmanirrohim Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera untuk kita semua.
Yang saya hormati dan banggakan; Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.
Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.
Saya sampaikan terima kasih kepada Civitas Akademika Universitas Negeri Makassar, yang membuka ruang diskusi tentang tema besar kenegaraan, yang menurut kami perlu mendapat perhatian serius, mengingat tantangan masa depan yang dihadapi Indonesia yang semakin kompleks, seiring perubahan global dan situasi dunia yang tidak menentu.
Bapak Ibu dan Mahasiswa UNM yang saya banggakan, Sebelum masuk kepada 5 Proposal Kenegaraan DPD RI yang hari ini akan kita bahas, saya akan memulai dengan beberapa pokok bahasan penting, sebagai pengantar FGD hari ini.
Pertama, Pancasila jelas dikatakan oleh para pendiri bangsa, adalah bukan ciptaan mereka. Tetapi Pancasila adalah nilai-nilai yang ditemukan dan digali. Karena sudah ada di dalam denyut nadi bangsa di Nusantara ini. Jauh sebelum Indonesia lahir.
Nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah dan Keadilan telah menjadi bagian dari kehidupan negara-negara dan bangsa-bangsa lama yang menghuni kepulauan Nusantara ini.
Kedua, Pancasila kita sepakati sebagai Falsafah Dasar bangsa dan negara ini. Kita sepakati juga sebagai Azas dari negara ini. Kita sepakati sebagai identitas Konstitusi negara ini. Dan kita sepakati sebagai Norma Hukum Tertinggi, karena berada di Naskah Pembukaan Konstitusi kita.
Ketiga, Pancasila sebagai norma hukum tertinggi, disepakati oleh para pendiri bangsa kita sebagai Azas dari sebuah Sistem Bernegara yang tersendiri. Sehingga Sistem yang dirumuskan para pendiri bangsa, disebut sebagai Sistem Sendiri. Tidak mengadopsi sistem ala Barat. Dan juga bukan sistem ala Timur.
Sistem Tersendiri tersebut, menurut pemikiran para pendiri bangsa adalah sistem yang sesuai dengan watak dasar bangsa kepulauan yang super majemuk ini. Yaitu sistem yang mengikat antara Proklamasi Kemerdekaan dengan Konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945.
Sistem tersebut sekaligus memberitahukan kepada dunia, inilah prinsip-prinsip Indonesia. Bangsa yang lahir dari sejarah peradaban negara-negara dan bangsa-bangsa lama yang mendiami kepulauan Nusantara ini.
Yaitu Sistem Bernegara yang mampu mewadahi atau menjadi wadah yang utuh bagi semua elemen bangsa. Sehingga benar-benar terwujud menjadi Penjelmaan Seluruh Rakyat. Sehingga hakikat Kedaulatan Rakyat benar-benar terukur dengan jelas di dalam ketatanegaraan kita. Bukan Sistem Bernegara yang ditentukan oleh Partai Politik saja. Atau oleh Presiden terpilih saja. Tetapi benar-benar Sistem yang utuh. Inilah Sistem Majelis Syuro. Atau Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Dimana pada akhirnya, bangsa ini akan semakin kuat. Karena pemilik kedaulatan, yaitu rakyat, berhak untuk ikut menentukan Arah Perjalanan Bangsa. Sehingga pembentukan jiwa Nasionalisme dan Patriotisme seluruh rakyat akan terbangun dengan sendirinya, untuk bersama mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Pertanyaan saya adalah; apakah sistem terbaik yang dirumuskan para pendiri bangsa tersebut sudah kita terapkan secara benar di Era Orde Lama dan Orde Baru?
Jawabnya; Tidak. Sistem tersebut belum pernah kita terapkan di Era Orde Lama. Karena pada saat itu perjalanan bangsa ini diwarnai dinamika politik yang kuat. Bahkan kita sempat berganti Sistem menjadi Negara Serikat. Yang pada akhirnya Presiden Soekarno menjadikan sistem ini sebagai sistem demokrasi terpimpin.
Begitu pula dengan Era Orde Baru. Sistem ini tidak pernah diterapkan secara benar. Karena meskipun MPR RI adalah lembaga tertinggi negara yang memilih dan memberi mandat presiden, tetapi Presiden Soeharto mampu mereduksi kekuatan MPR, sehingga menjelma sebagai kekuatan presiden. Bukan penjelmaan rakyat yang utuh. Karena partai dikerdilkan. Utusan Daerah disempitkan, dan Utusan Golongan ditunjuk oleh presiden.
Penyimpangan praktek dari Azas dan Sistem Tersendiri itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh kelompok pendukung globalisasi melalui teori-teori Hukum Tata Negara ala Barat yang dijejalkan kepada para mahasiswa kita.
Dengan dalih penguatan sistem presidensial. Dengan dalih pemisahan kekuasaan. Dengan dalih pendekatan trias politica dan lain-lain. Lalu mereka merasa menjadi sebagai The Second Founding Fathers. Merasa yang paling mengerti dan mengalami suasana kebatinan sejarah kepulauan Nusantara dan sejarah kemerdekaan Indonesia.
Akibatnya kita mengubah Konstitusi dan mengadopsi sistem bernegara ala Barat secara total pada saat Amandemen Konstitusi di Era Reformasi pada tahun 1999 hingga 2002 silam. Sehingga sejak saat itu, kita meninggalkan Sistem Tersendiri yang dirumuskan para pendiri bangsa yang belum sempat kita terapkan secara benar.
Faktanya, dari hasil kajian akademik dan kajian Komisi Konstitusi MPR tahun 2002, Undang-Undang Dasar hasil perubahan di tahun 2002 itu telah meninggalkan Pancasila sebagai identitas Konstitusi dan Norma Hukum Tertinggi.
Artinya, kita sejak saat itu hidup tanpa Falsafah Dasar yang kita sepakati dan kita peringati setiap tahun. Hal ini bukan saja paradoksal. Tetapi ironis.
Sehingga apa yang kita rasakan dalam 25 tahun Reformasi? Pertama, tuntutan reformasi yang disuarakan mahasiswa saat itu semakin kabur. Kedua, arah perjalanan bangsa ini hanya ditentukan oleh ketua umum partai politik. Ketiga, presiden terpilih bisa memutuskan apapun dengan dukungan koalisi partai di pemerintahan. Dan rakyat tidak punya saluran kedaulatan apapun, kecuali lewat kotak suara dalam pemilu 5 tahunan, yang hasilnya ditentukan KPU.
Bapak Ibu dan Mahasiswa UNM yang saya banggakan, Karena itu, saya mengajak semua komponen bangsa untuk kita kembali menerapkan Sistem Bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa, yang kita sempurnakan dan perkuat. Karena memang Undang-Undang Dasar 18 Agustus 1945 saat itu masih bersifat revolusioner. Sehingga perlu disempurnakan. Sekali lagi, saya katakan; perludisempurnakan. Bukan diganti menjadi sistem bernegara yang sama sekali baru dan asing.
Kami di DPD RI telah menerima aspirasi dari banyak komponen masyarakat, baik itu kalangan purnawirawan TNI Polri, Raja dan Sultan serta Masyarakat Adat, Organisasi Masyarakat dan Profesi, Akademisi dan aktivis, sehingga kami sampai pada kesepakatan untuk menawarkan 5 Proposal Penyempurnaan dan Penguatan Sistem Bernegara Rumusan Pendiri Bangsa tersebut.
Selain mengadopsi apa yang menjadi tuntutan reformasi, tentang pembatasan masa jabatan presiden dan menghapus KKN serta penegakan hukum dan HAM, ke-5 proposal penyempurnaan dan penguatan azas dan sistem bernegara Pancasila yang kami tawarkan adalah sebagai berikut:
1). Mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang lengkap dan berkecukupan, yang tidak hanya di-isi oleh mereka yang dipilih melalui pemilu, tetapi juga di-isi oleh utusan-utusan komponen masyarakat secara utuh, tanpa ada yang ditinggalkan.
2). Membuka peluang anggota DPR berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan. Sehingga anggota DPR tidak hanya di-isi dari peserta pemilu dari unsur anggota partai politik saja. Hal ini sebagai bagian dari memastikan bahwa proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR bersama Presiden, tidak didominasi oleh keterwakilan partai politik saja. Tetapi juga secara utuh dibahas juga oleh perwakilan penduduk daerah yang berbasis provinsi.
3). Memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme utusan dari bawah. Bukan ditunjuk oleh presiden, atau dipilih DPRD seperti yang terjadi di Era Orde Baru. Dengan komposisi Utusan Daerah yang berbasis sejarah Negara-negara lama dan Bangsa-bangsa lama di kepulauan Nusantara, yaitu raja dan sultan Nusantara, serta suku dan penduduk asli Nusantara. Dan Utusan Golongan yang bersumber dari Organisasi Sosial Masyarakat dan Organisasi Profesi yang memiliki sejarah dan bobot kontribusi bagi pemajuan Ideologi, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan Keamanan dan Agama bagi Indonesia.
4). Memberikan ruang pemberian pendapat kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR dan Presiden, sehingga terjadi mekanisme keterlibatan publik yang utuh dalam pembahasan Undang-Undang di DPR.
5). Menempatkan secara tepat tugas, peran dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk atau sudah ada di era Reformasi, seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial dengan tolok ukur penguatan sistem Demokrasi Pancasila.
Itulah 5 proposal yang kami tawarkan berdasarkan hasil serap aspirasi kami di seluruh penjuru tanah air. Selanjutnya adalah dari mana kita mulai langkah untuk mewujudkan hal tersebut.
Langkah pertama adalah, semua komponen bangsa ini harus membangun kesadaran kolektif bangsa ini. Bahwa Indonesia punya pekerjaan besar. Yang lebih besar dari sekedar koalisi copras-capres yang justru membelah bangsa.
Pekerjaan besar itu adalah; bangsa ini membutuhkan saluran dan sarana untuk membangun cita-cita bersama kita. Cita-cita bersama yang melahirkan tekad bersama itu hanya bisa dirajut melalui saluran dan sarana yang memberikan ruang kedaulatan kepada rakyat, sebagai pemilik negara ini. Dalam sebuah ikatan yang mampu menyatukan. Mampu memberikan rasa keadilan. Dan mampu menjawab tantangan masa depan melalui jati diri bangsa ini.
Langkah kedua, kita dorong MPR dan semua Lembaga Negara serta institusi TNI dan Polri, termasuk organisasi-organisasi masyarakat serta keagamaan, untuk bersama-sama membangun konsensus nasional untuk mewujudkan hal tersebut. Termasuk partai-partai politik.
Sehingga, atas desakan kehendak rakyat tersebut, kami yang sekarang berada di Senayan bersepakat, untuk menggelar Sidang MPR dengan agenda tunggal, yaitu; mengembalikan Konstitusi Indonesia sesuai Konstitusi 18 Agustus 1945, untuk kemudian kita lakukan Amandemen penyempurnaan dan penguatan melalui Teknik Adendum.
Langkah ketiga, barulah kita songsong Indonesia masa depan, yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Serta Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kiranya itu yang dapat saya sampaikan. Semoga ikhtiar yang kita niatkan untuk Indonesia yang lebih baik, mendapat ridho dari Allah SWT, sehingga menjadi amal jariyah bagi kita semua.