Cimahi, 14 September 2022
Bismillahirrohmannirrohim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Salam sejahtera untuk kita semua,
Sampurasun…
Yang saya hormati dan banggakan;
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.
Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.
Saya sampaikan terima kasih kepada Panitia Forum Silaturahmi Masyarakat Jawa Barat, yang mengundang saya untuk ikut menyumbangkan pikiran dan pendapat dalam acara Orasi dan Deklarasi untuk Bersama Menegakkan Kedaulatan NKRI, yang diselenggarakan hari ini.
Bapak Ibu dan Hadirin yang saya hormati,
Tentu kita semua sudah mengetahui, bahwa bangsa ini telah melakukan perubahan Konstitusi yang dilakukan pada tahun 1999 hingga 2002 silam. Dimana saat itu, MPR RI telah mengubah hampir 95 persen dari isi Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar 1945 Naskah Asli.
Sehingga, menurut Profesor Kaelan dari UGM, dalam kajian dan penelitian akademiknya, yang terjadi saat itu, bukanlah Amandemen Konstitusi. Tetapi adalah Penggantian Konstitusi. Sehingga Profesor Kaelan tidak lagi menyebut Undang-Undang Dasar baru itu dengan sebutan Undang-Undang Dasar 1945, tetapi menyebut dengan sebutan Undang-Undang Dasar 2002.
Mengapa disebut sebagai Penggantian Konstitusi, bukan Amandemen Konstitusi? Karena di dalam perubahan konstitusi dikenal dua prosedur dan dua teknik. Berikut penjelasannya;
Secara prosedur, yang Pertama adalah, perubahan yang telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar itu sendiri atau yang dikenal dengan istilah “verfassung sanderung”. Sedangkan yang Kedua adalah, perubahan melalui prosedur di luar ketentuan yang sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar tersebut atau yang dikenal dengan istilah “verfassung wandelung”.
Sedangkan secara teknik, yang Pertama adalah, perubahan atau penggantian secara menyeluruh atau re-new. Sedangkan yang Kedua adalah, perubahan dengan melakukan penambahan, atau yang dikenal dengan istilah amandemen dengan pola adendum.
Sementara yang dilakukan MPR RI pada saat itu, di tahun 1999 hingga 2002 telah mengubah hampir 95 persen Pasal-Pasal dari Naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945, dan tidak dilakukan dengan Teknik Adendum. Sehingga dapat disebut itu adalah Konstitusi baru.
Apalagi, secara norma, isi dari Pasal-Pasal baru tersebut, sudah tidak menjabarkan dan sudah tidak koheren lagi dengan naskah Pembukaan Konstitusi yang memuat Pancasila sebagai Staats Fundamental Norm atau Norma Hukum Tertinggi.
Karena isi dari Pasal-Pasal baru yang ada tersebut justru menjabarkan Ideologi lain. Yaitu Liberalisme dan Individualisme. Yang merupakan syarat dari tumbuhnya Kapitalisme dan Sekulerisme.
Penghilangan Pancasila secara ‘malu-malu tapi mau’ inilah yang saya sebut sebagai pangkal dari semua persoalan yang semakin membuat Indonesia karut marut saat ini.
Inilah yang kerap saya sebut, kita sebagai bangsa, telah durhaka kepada para pendiri bangsa, yang telah menggali dan merumuskan Pancasila sebagai sebuah wadah yang utuh untuk bangsa yang super majemuk ini.
Sehingga tidak heran bila dalam 20 tahun belakangan ini Oligarki Ekonomi semakin menggurita menguasai sumber daya alam dan cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak.
Sehingga saat ini kita merasakan semakin banyak Paradoksal yang terjadi di tengah-tengah kita.
Beberapa paradoks yang saya catat adalah; pertama, mengapa negara yang kaya raya sumber daya alam, subur tanahnya, melimpah kekayaan lautnya, tetapi jutaan rakyatnya miskin dan rentan menjadi miskin. Sementara segelintir orang dan pejabat, semakin kaya raya.
Kedua, tujuan utama pembangunan nasional adalah memberantas kemiskinan, tetapi yang terjadi pembangunan kerap malah menjadi de-humanisasi. Karena yang terjadi adalah menggusur orang miskin, bukan menggusur kemiskinan.
Ketiga, mengapa yang terjadi bukan ‘Pembangunan Indonesia’, tetapi ‘Pembangunan “di” Indonesia’. Sehingga anak-anak negeri ini hanya menjadi penonton pembangunan yang sedang terjadi “di” Indonesia. Karena semua dibuka untuk asing seluas-luasnya, seolah-olah sudah tidak ada lagi Daftar Negatif Investasi sebagai bagian dari kedaulatan negara.
Keempat, kita sama sekali bukan anti asing, tetapi tidak seharusnya kita membiarkan ekonomi asing dan barang impor mendominasi ekonomi nasional melalui platform E-Commerce yang semakin merajalela.
Kelima, konstitusi kita menyebut kedaulatan berada di tangan rakyat, tetapi mengapa ‘Daulat Rakyat’ berubah menjadi ‘Daulat Pasar’? Sehingga ekonomi tidak lagi disusun oleh negara, tetapi dibiarkan tersusun oleh mekanisme pasar.
Bapak Ibu dan Hadirin yang saya hormati,
Saya tidak akan mengulas terlalu panjang soal Latar Belakang dan Akibat dari perubahan Konstitusi kita. Karena para pembicara yang hadir dalam acara ini pasti memiliki pengetahuan yang lebih dalam dari saya.
Tetapi saya akan mengajak seluruh elemen bangsa ini untuk menyadari Ancaman di depan mata, apabila kita tidak segera mengembalikan Kedaulatan Rakyat melalui Sistem Demokrasi Pancasila yang asli.
Ancaman tersebut dimulai dengan penghancuran ingatan kolektif suatu bangsa dengan metode damai atau non-militer. Yaitu dengan menjauhkan generasi bangsa itu dari Ideologinya.
Untuk kemudian dipecah belah persatuannya. Untuk kemudian dipengaruhi, dikuasai dan dikendalikan pikirannya. Agar tidak memiliki kesadaran, kewaspadaan dan jati diri atau identitas, serta gagal dalam re-generasi untuk mencapai Cita-Cita dan Tujuan Nasional bangsa tersebut.
Setelah itu, proses pencaplokan bangsa ini oleh bukan Orang Indonesia Asli akan dilakukan dengan tiga tahapan. Yaitu; Kuasai perekonomiannya. Kuasai politiknya. Dan terakhir, kuasai Presiden atau Wakil Presidennya.
Karena Undang-Undang Dasar 2002 telah mengubah Pasal 6 Undang-Undang Dasar 1945 dengan menghapus kata “Asli” pada kalimat; ‘Presiden Indonesia ialah Orang Indonesia Asli’.
Jika tiga epicentrum penting tersebut sudah dikuasai oleh bukan Orang Indonesia Asli, maka Anda semua tidak akan bisa apa-apa lagi. Anda akan tersingkir dan menjadi penduduk marginal yang tidak kompeten, dan tidak mampu bersaing, karena Anda terbelit dalam kemiskinan. Dan lingkaran setan kemiskinan struktural inilah yang akan dilanggengkan.
Sehingga generasi kita di masa depan adalah generasi yang terpinggirkan. Dan lama-kelamaan akan menjadi generasi yang dihabisi. Seperti kaum Melayu di Singapura yang sekarang terpinggirkan.
Karena itu saya sekarang berkampanye, untuk menata ulang Indonesia, demi menghadapi tantangan masa depan yang akan semakin berat. Kita harus kembali menjadi bangsa yang berdaulat, mandiri dan berdikari.
Untuk itu kita harus kembali kepada Pancasila. Agar kita tidak menjadi bangsa yang durhaka kepada para pendiri bangsa. Agar kita tidak menjadi bangsa yang tercerabut dari akar bangsanya. Agar kita tidak menjadi bangsa yang kehilangan jati diri dan karakter.
Saya mengajak semua elemen bangsa ini untuk berpikir dalam kerangka Negarawan. Marilah kita ingat pengorbanan para pejuang kemerdekaan yang darahnya meresap di bumi ini. Di tanah yang kita injak ini.
Para pendiri bangsa sudah merumuskan satu sistem yang paling ideal untuk Indonesia, sebagai bangsa yang super majemuk, dengan ratusan pulau yang berpenghuni, yang terpisah-pisah oleh lautan, dengan lebih dari 500 suku penghuni di pulau-pulau tersebut.
Negara kepulauan yang jarak bentang dari Sabang sampai Merauke sama dengan jarak dari London sampai Khazakhstan. Sedangkan bentangan dari Miangas sampai Pulau Rote sama dengan jarak dari Moskow sampai Kairo.
Sehingga para pendiri bangsa memutuskan bahwa bangsa ini tidak akan bisa menjalankan sistem demokrasi liberal barat murni, atau sistem komunisme timur. Karena itu dipilihlah Sistem Demokrasi Pancasila. Karena hanya sistem demokrasi Pancasila yang mampu menampung semua elemen bangsa sebagai bagian dari unsur perwakilan dan unsur penjelmaan rakyat.
Sehingga ciri utama dan yang mutlak harus ada dalam Sistem Demokrasi Pancasila adalah semua elemen bangsa ini, yang berbeda-beda, yang terpisah-pisah, harus terwakili sebagai pemilik kedaulatan utama yang berada di dalam sebuah Lembaga Tertinggi di negara ini. Sehingga terjadi perwakilan rakyat dan penjelmaan rakyat.
Itulah konsepsi sistem bernegara kita yang tertuang di dalam Naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945. Dimana terdapat unsur dari Partai Politik. Unsur dari utusan daerah dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote. Dan unsur dari golongan-golongan yang lengkap.
Sehingga utuhlah demokrasi kita. Semuanya terwadahi. Sehingga menjadi demokrasi yang berkecukupan. Tanpa ada yang ditinggalkan.
Untuk kemudian mereka bersama-sama Menyusun Arah Perjalanan Bangsa melalui GBHN dan Memilih Presiden dan Wakil Presiden sebagai mandataris atau petugas yang diberi mandat. Sehingga Presiden adalah petugas rakyat. Bukan petugas partai.
Karena rakyatlah yang menentukan cara bagaimana mereka sebagai pemilik kedaulatan, harus diperintah oleh pemerintah yang dibentuk oleh rakyat itu sendiri.
Karena pada hakikatnya: Kedaulatan Rakyat itu adalah ‘Supreme’ atau ‘Yang Tertinggi’. Sehingga perwakilan dan penjelmaan seluruh elemen rakyat terwujud tanpa ada yang ditinggalkan dan berada di Lembaga Tertinggi di negara ini.
Bapak Ibu dan Hadirin yang saya hormati,
Marilah kita satukan tekad untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli yang disusun oleh para pendiri bangsa. Untuk kemudian kita sempurnakan dengan cara yang benar, dengan cara adendum, sehingga tidak menghilangkan Pancasila sebagai staats fundamental norm.
Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli mutlak harus kita sempurnakan. Agar kita tidak mengulang praktek penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru. Karena kita harus selalu belajar dari sejarah.
Marilah kita satukan tekad untuk mengakhiri polarisasi bangsa ini dengan kesadaran. Dengan kembali bergandengan tangan. Merajut masa depan dengan menjadi bangsa yang besar. Karena bangsa ini telah diberkahi dengan kekayaan sumber daya alam oleh Allah SWT.
Marilah kita letakkan ego kita masing-masing. Karena kita semua tidak akan abadi hidup di dunia ini. Semua akan meninggalkan dunia ini. Semua akan dimintai pertanggungjawaban.
Marilah kita hentikan kerusakan yang terjadi. Marilah kita hentikan ketidakadilan yang melampaui batas. Karena ketidakadilan yang melampaui batas itu telah nyata-nyata membuat jutaan rakyat, sebagai pemilik sah kedaulatan negara ini menjadi sengsara.
Dan Allah SWT tidak suka terhadap hamba-Nya yang melampaui batas. Semoga sifat Rahman dan Rahim Allah SWT menjadikan bangsa ini terhindar dari azab seperti yang ditimpakan kepada bangsa atau kaum terdahulu.
Marilah kita gaungkan gerakan ini sampai ke akar rumput. Sampai ke warung-warung kopi. Agar tercipta kesadaran kolektif. Sehingga energi rakyat bertemu dengan energi langit, agar Ridlo dan Takdir Allah SWT datang untuk Indonesia yang lebih baik.
Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberi petunjuk jalan yang lurus, memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua. Amiin yaa robbal alamiin.
Wabillahi Taufiq wal Hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Ketua DPD RI
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti