Dipublikasikan pada Senin, 9 Desember 2021 21:34 WIB
PELALAWAN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattaliti, berharap Indonesia kembali ke Demokrasi Pancasila yang merupakan D.N.A bangsa ini. Untuk mewujudkannya, diperlukan penyempurnaan Undang-Undang Dasar 1945.
Hal itu disampaikan oleh LaNyalla ketika menyampaikan Keynote Speech secara virtual dalam Webinar Sekolah Parlemen ‘Membangun Karakter Legislator Muda Terhadap Implementasi Demokrasi Indonesia’, yang digelar oleh Universitas Syiah Kuala, Aceh, Kamis (9/12/2021).
“Pada 18 Agustus 1945, para pendiri bangsa bersama-sama memutuskan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sistem politik Indonesia menganut sistem demokrasi Pancasila. Sistem demokrasi asli milik Indonesia, sesuai DNA Indonesia. Dilengkapi Konstitusi yang bernama Undang-Undang Dasar 1945,” jelas LaNyalla yang sedang kunjungan kerja di Riau.
Dijelaskannya, Demokrasi Pancasila berbeda dengan Isme-Isme yang ada, seperti Kapiltalisme di barat atau Komunisme di timur. Kapitalisme barat bersifat sekularistik dan liberalistik, karena lahir dari protes dominasi gereja ketika itu. Sedangkan Komunisme atau Sosialisme lahir dari perlawanan terhadap kaum tuan tanah dan kelompok borjuis.
“Demokrasi Pancasila dengan titik tekan Permusyawaratan Perwakilan adalah jalan tengah yang lahir dari akal fitrah manusia sebagai mahluk yang berkeadilan. Oleh karena itu, ciri utama dari Demokrasi Pancasila adalah semua elemen bangsa harus terwakili di dalam sebuah lembaga tertinggi di negara ini,” paparnya.
Pada Konstitusi yang asli, sebelum dilakukan Amandemen pada tahun 1999 hingga 2002, MPR sebagai Lembaga tertinggi negara adalah perwujudan Daulat Rakyat. Di dalamnya ada DPR sebagai representasi partai politik, Utusan Daerah mewakili seluruh daerah dari Sabang sampai Merauke dan Utusan Golongan, representasi golongan-golongan di masyarakat.
“Dengan prinsip bahwa semua elemen bangsa terwakili, kemudian bermusyawarah mufakat untuk menentukan arah perjalanan bangsa ini, sekaligus memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk diberi mandat dalam menjalankan roda pemerintahan,” tukasnya.
Tetapi LaNyalla juga tak memungkiri kalau Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli memiliki kelemahan. Karena itu para pendiri bangsa memberikan ruang untuk dilakukan penyempurnaan dengan adanya Pasal 37 Ayat (1) dan Ayat (2).
Dalam pandangannya, menurut LaNyalla penyempurnaan terhadap Konstitusi sebuah negara sewajarnya dilakukan secara norma hukum, dengan Adendum. Tanpa mengubah pilihan sistem tata negara negara tersebut.
“Oleh karena itu, Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tidak boleh diubah. Sehingga, Adendum terhadap Pasal dan Ayat di dalam Batang Tubuh, harus tetap derifatif atau mengacu kepada Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar tersebut,” jelasnya.
Dijelaskan oleh LaNyalla sejak Amandemen 2002, Indonesia telah meninggalkan Demokrasi Pancasila, menjadi Demokrasi Liberal. Dimana prinsip dasar dari Demokrasi Pancasila yang semua terwakili sudah tidak ada lagi.
“Amandemen Konstitusi dalam perubahan empat tahap itu membuat sistem tata negara Indonesia berubah total. MPR tidak lagi menjadi Lembaga Tertinggi negara. Utusan Daerah dan Utusan Golongan dihapus. Digantikan Dewan Perwakilan Daerah. Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung rakyat. Sehingga mandat rakyat diberikan kepada Parlemen dan kepada Presiden,” katanya.
Dewan Perwakilan Daerah yang dikatakan sebagai penyempurnaan wujud dari Utusan Daerah dan Utusan Golongan kehilangan hak dasar sebagai pemegang Daulat Rakyat seperti sebelum Amandemen. Padahal untuk duduk di Senayan, anggota DPD sama-sama harus “berkeringat” melalui Pemilu seperti Partai Politik.
“Faktanya di Parlemen hanya Partai Politik yang menjadi penentu tunggal arah perjalanan bangsa ini. DPD RI sebagai wakil dari daerah, wakil golongan dan entitas civil society yang non-partisan terpinggirkan. Semua simpul penentu perjalanan bangsa ini direduksi hanya di tangan Partai Politik,” katanya.
Menurut LaNyalla Amandemen 2002 adalah kecelakaan konstitusi sehingga wajib dibenahi. Sistem Tata Negara dan Sistem Ekonomi Negara ini harus dikoreksi.
“DPD RI akan sekuat tenaga memperjuangkan hal itu. Makanya rencana Amandemen Konstitusi perubahan ke-5 yang kini tengah bergulir harus ditangkap sebagai Momentum untuk memantik kesadaran seluruh elemen masyarakat bahwa arah perjalanan bangsa ini harus kita kalibrasi ulang,” ucapnya.(*)