Pidato Ketua DPD RI
Anggota MPR RI
Penyerapan Aspirasi Masyarakat
Penguatan Sistem Demokrasi Indonesia
Surabaya, 19 Agustus 2023
Bismillahirrohmannirrohim, Assalamu’alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua.
Yang saya hormati dan banggakan; Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dalam keadaan sehat wal afiat.
Sholawat serta salam, marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari hisab nanti.Â
Hari ini kita akan membicarakan tema Penguatan Sistem Demokrasi Indonesia. Dan kemarin, pada pidato sidang bersama MPR RI, tanggal 16 Agustus, saya sudah sampaikan secara langsung di forum kenegaraan Indonesia tentang tema ini.
Yang pada intinya, Indonesia sebagai negara kepulauan, dengan aneka ragam suku, agama dan ras, serta keunggulan komparatif, yaitu sumber daya alam, sejatinya telah menemukan sebuah sistem yang mampu menjadi saluran demokrasi asli Indonesia.
Yaitu sistem yang dirancang dan dirumuskan para pendiri bangsa kita. Yaitu sistem tersendiri. Sistem asli Indonesia. Yang tidak mengadopsi sistem negara manapun. Karena sistem Demokrasi tersebut adalah sistem demokrasi yang berkecukupan. Sistem yang menampung semua elemen bangsa tanpa ada yang ditinggalkan. Dan memberi ruang kepada rakyat, sebagai pemilik kedaulatan untuk menentukan arah perjalanan bangsa dan negaranya melalui sebuah wadah yang utuh, yang menjadi penjelmaan rakyat.
Sehingga menjadi saluran dan sarana untuk membangun cita-cita bersama kita sebagai sebuah bangsa. Cita-cita bersama yang melahirkan tekad bersama, seperti yang pernah kita rasakan ketika bangsa ini mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan kita. Sehingga negara ini, saat itu mampu melewati masa sulit dan ujian demi ujian dalam mempertahankan kemerdekaan.
Itulah yang disebut Sistem Demokrasi Pancasila. Dimana di dalamnya diatur tentang azas dan sistem bernegara, serta azas dan sistem perekonomiannya, melalui Konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945.
Yakni sistem yang mendasarkan kepada spirit Ketuhanan. Sistem yang memanusiakan manusia. Sistem yang merajut persatuan. Sistem yang mengutamakan musyawarah perwakilan. Dan sistem yang berorientasi kepada keadilan sosial. Inilah sistem yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia, bangsa yang lahir dari sejarah panjang bumi Nusantara ini.
Sebagai catatan penting di sini, dan perlu digaris bawahi. Bahwa Azas dan Sistem tersebut belum pernah diterapkan secara utuh dan benar, baik di Era Orde Lama, maupun di Era Orde Baru.
Jadi tidak bisa disederhakan dengan anggapan bahwa jika kita kembali menerapkan Sistem Demokrasi Pancasila, sama artinya dengan kita kembali ke Era Orde Baru. Tidak bisa disederhanakan seperti itu. Karena apa yang terjadi di Era Orde Baru adalah praktek penyimpangan dari azas dan sistem bernegara serta perekonomian yang dirumuskan para pendiri bangsa.
Bapak Ibu dan Saudara yang saya banggakan, Sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri bangsa tersebut sayangnya telah kita hapus dan ganti dengan sistem bernegara ala barat, dengan sistem demokrasi individualisme dan liberalisme. Sehingga sistem perekonomian Indonesia juga menjadi sistem ekonomi pasar yang kapitalistik.
Penggantian 95 persen isi Pasal-Pasal di dalam Undang-Undang Dasar pada saat Amandemen tersebut menjadikan kedaulatan rakyat tidak lagi berada di Lembaga Penjelmaan Rakyat, yaitu MPR, tetapi kedaulatan rakyat kita serahkan kepada Presiden terpilih dan Partai Politik.
Sehingga, jika Presiden terpilih membangun koalisi dengan Ketua-Ketua Partai, maka kemanapun negara ini akan dibawa, terserah mereka. Rakyat sama sekali tidak memiliki ruang kedaulatan.
Dan yang paling ironis adalah, sistem baru yang dihasilkan di Era Reformasi tersebut, secara fundamental telah meninggalkan Pancasila.
Karena faktanya, berdasarkan kajian akademik yang dilakukan beberapa Profesor di sejumlah Perguruan Tinggi, ditemukan kesimpulan bahwa Undang-Undang Dasar hasil perubahan pada tahun 1999 hingga 2002 yang sekarang kita gunakan, telah meninggalkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi.
Perubahan isi dari Pasal-Pasal dalam Konstitusi tersebut membuat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 justru menjabarkan semangat Individualisme dan Liberalisme.
Bahkan Komisi Konstitusi yang dibentuk melalui Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2002 yang bertugas melakukan kajian atas Amandemen di tahun 1999 hingga 2002 telah menyatakan; Akibat tiadanya Kerangka Acuan atau Naskah Akademik dalam melakukan perubahan Undang- Undang Dasar 1945, merupakan salah satu sebab timbulnya in-konsistensi Teoritis dan Konsep, dalam mengatur materi muatan Undang-Undang Dasar. Ini artinya perubahan tersebut tidak dilengkapi dengan pendekatan yang menyeluruh dari sisi Filosofis, Historis, Sosiologis, Politis, Yuridis, dan Komparatif.
Oleh karena itu DPD RI, secara kelembagaan menawarkan Proposal Kenegaraan kepada seluruh elemen bangsa untuk kita kembali kepada Sistem Bernegara Pancasila, yaitu sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri bangsa.
Dan di dalam Proposal Kenegaraan DPD RI, kami sampaikan juga penyempurnaan dan penguatan, agar bangsa ini tidak mengulang praktek penyimpangan terhadap sistem tersebut, seperti terjadi di masa lalu.
Penyempurnaan dan penguatan tersebut meliputi 5 hal pokok. Yang secara garis besar adalah:
Pertama; Mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang berkecukupan. Yang menampung semua elemen bangsa. Yang menjadi penjelmaan rakyat sebagai pemilik dan pelaksana kedaulatan.
Kedua; Membuka peluang adanya anggota DPR RI yang berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan. Selain dari anggota partai politik. Sebagai bagian dari upaya untuk memastikan bahwa proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR bersama Presiden, tidak didominasi oleh keterwakilan kelompok partai politik saja. Tetapi juga secara utuh dibahas oleh keterwakilan masyarakat non partai.
Ketiga; Memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme pengisian dari bawah. Bukan penunjukan oleh Presiden seperti yang terjadi pada era Orde Baru.
Dengan komposisi Utusan Daerah yang mengacu kepada kesejarahan wilayah yang berbasis kepada negara-negara lama dan bangsa-bangsa lama yang ada di Nusantara, yaitu para Raja dan Sultan Nusantara, serta suku dan penduduk asli Nusantara.
Sedangkan Utusan Golongan diisi oleh Organisasi Sosial Masyarakat dan Organisasi Profesi yang memiliki kesejarahan dan bobot kontribusi bagi pemajuan Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan Keamanan dan Agama bagi Indonesia.
Keempat; Memberikan kewenangan kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan untuk memberikan pendapat terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR bersama Presiden sebagai bagian dari keterlibatan publik yang utuh.
Kelima; Menempatkan secara tepat, tugas, peran dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk di era Reformasi, sebagai bagian dari kebutuhan sistem dan struktur ketatanegaraan.
Dengan demikian, kita sebagai bangsa telah kembali kepada Pancasila secara utuh. Sekaligus kita sebagai bangsa akan kembali terajut dalam tekad bersama di dalam semangat Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah dan Keadilan Sosial.
Dan inilah jawaban dari Tema kita hari ini, yaitu; Penguatan Sistem Demokrasi Indonesia. Yaitu mengembalikan sebuah Sistem yang mampu mewadahi atau menjadi wadah yang utuh bagi semua elemen bangsa. Sehingga benar-benar terwujud menjadi Penjelmaan Seluruh Rakyat. Maka, hakikat Kedaulatan Rakyat benar-benar memiliki tolok ukur yang jelas di dalam ketatanegaraan kita.
Bapak Ibu dan Saudara yang saya banggakan, Saya mengajak seluruh elemen bangsa untuk menyuarakan hal ini. Mari kita dorong terwujudnya kesadaran kolektif bangsa ini, tentang perlunya bangsa ini melakukan kaji ulang atas sistem bernegara yang kita terapkan saat ini.
Mari kita suarakan melalui cara dan media kita masing-masing. Sehingga terwujud konsensus nasional, atas dorongan seluruh elemen bangsa demi Indonesia yang lebih baik. Untuk kembali kepada jati diri kita sebagai bangsa Indonesia. Kembali kepada Pancasila, untuk Indonesia yang lebih baik.
Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-78. Terus Melaju untuk Indonesia Maju. Merdeka !