Dipublikasikan pada Sabtu, 6 November 2021 13:30 WIB
DENPASAR – PYM Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan, Raja Denpasar IX, meminta Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, untuk mengoreksi sistem politik dan demokrasi Indonesia.
Menurutnya, sistem demokrasi yang dipraktikkan saat ini tak sejalan dengan arah perjuangan bangsa yang berlandaskan Pancasila.
“Demokrasi kita impor dari luar. Kami ingin kita berdemokrasi dengan falsafah Pancasila yang mengedepankan musyawarah, gotong-royong dan toleransi. Apakah sistem demokrasi bangsa kita bisa dikoreksi, sehingga kami yang menjaga marwah budaya ini bisa menghadang perpecahan,” kata Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan, di Jaba Pura Pemerajan Puri Agung Denpasar, Sabtu (6/11/2021).
Dikatakannya, sebagai entitas yang dekat dengan masyarakat adat, Kerajaan dan Keraton Nusantara menilai sistem demokrasi yang dipraktikkan di Indonesia tak lagi sejalan dengan keinginan para pendiri bangsa.
Bahkan, implementasi di lapangan justru membuat masyarakat terkotak-kotak.
“Untuk itu, kami meminta kepada Pak Ketua DPD RI agar sistem politik, termasuk pelaksanaan demokrasi ini dikoreksi dan diperbaiki agar masyarakat kita tidak terpecah belah,” pinta Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan.
Selain itu, ia berharap agar RUU Masyarakat Hukum Adat bisa segera disahkan menjadi Undang-Undang.
“Kami juga mengharapkan judulnya diganti menjadi UU Masyarakat Adat Kerajaan Nusantara. Itu pesan kami di samping Tujuh Titah Raja yang sudah disampaikan di Sumedang,” katanya.
Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan juga meminta LaNyalla mengunjungi Puri-Puri lain yang masih banyak di Bali. Sebab, baru tiga Puri yang tergabung dalam Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN),yakni Puri Agung Denpasar, Puri Agung Tabanan, dan Puri Agung Karangasem.
“Di MAKN ini kami mengikuti Tri Dharma Majelis Adat Kerajaan Nusantara. Pertama, kami adalah satu komunitas. Kedua, satu identitas dalam kebhinekaan dan ketiga, kami berada dalam satu visi yang jelas,” ujar Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan.
Saat mengakhiri sambutan selamat datang, Raja Denpasar IX itu meneriakkan kalimat; “Bersama LaNyalla kita nyalakan semangat persatuan dan kesatuan bangsa”. Sontak sejumlah hadirin meneriakkan kalimat “LaNyalla Preaiden!”, berulang-ulang.
LaNyalla sendiri sependapat dengan pandangan Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan. Ia menyayangkan Kerajaan dan Kesultanan Nusantara, dan juga entitas-entitas civil society lain, tidak bisa terlibat dalam menentukan arah perjalanan bangsa.
Karena sejak Amandemen Konstitusi 4 tahap tahun 1999 hingga 2002, yang menentukan adalah Partai Politik.
“Merekalah yang menjadi satu-satunya instrumen untuk mengusung calon pemimpin bangsa ini. Parpol melalui Fraksi di DPR RI bersama Pemerintah jugalah yang memutuskan Undang-Undang yang mengikat seluruh warga bangsa,” paparnya.
Karena itulah, tambah LaNyalla, DPD RI terus menggugah kesadaran publik. Terus menggelorakan, bahwa rencana Amandemen Konstitusi perubahan ke-5 harus dilakukan untuk memperbaiki sistem tata negara yang ada di Indonesia.
“Kita harus kembalikan sistem negara Indonesia agar lebih baik lagi, Agar tidak jauh meninggalkan DNA sejarah lahirnya bangsa ini,” tuturnya.
Di akhir acara, LaNyalla mendapatkan cinderamata berupa keris dari Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan.
Dalam kesempatan itu, LaNyalla didampingi sejumlah Senator di antaranya Bambang Santoso dan Anak Agung Gde Agung (Bali), Bustami Zainuddin dan Ahmad Bastian (Lampung), Fachrul Razi (Aceh), Andi Muh Ihsan (Sulsel), Erlinawati (Kalbar), Habib Abdurrahman Bahasyim (Kalsel), Andi Nirwana (Sultra), Ahmad Kanedi (Bengkulu), Muhammad Rakhman (Kalteng), Angelius Wake Kako dan Asyera Wundalero (NTT), Stefi Pasimanjeku (Malut) dan Habib Ali Alwi dan M TB Ali Ridho (Banten).
Turut mendampingi Sekjend DPD RI Rahman Hadi, Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifuddin, Deputi Administrasi DPD RI Lalu Niqman Zahir, Ketua Harian MAKN Eddy S Whirabumi, Sekjen MAKN DPP Majelis Adat Kesultanan Nusantara (MAKN), Raden Ayu Yani Wage Sulistyowati Koeswodidjoyo, dan Ketua Tim Pokja Kerajaan Nusantara Yurisman Star. (*)