Dipublikasikan pada Selasa, 15 Februari 2022 16:24 WIB
JAKARTA – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menerima audiensi Perkumpulan Pendekar Pencak Silat Indonesia di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III Lantai VIII Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (15/2/2022).
Dalam kesempatan itu, mereka menyatakan kesiapannya untuk bersinergi dengan DPD RI dalam membangun bangsa ke depan.
Pada kesempatan itu, LaNyalla didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefdin Syaifuddin dan Brigjen Pol Amostian. Sementara dari Perkumpulan Pendekar Pencak Silat Indonesia, hadir Ketua Umum Moch Arifin Sholeh, Wakil Ketua Umum AAY M Furqon, Bendahara Umum Ella Nurlaila, Wakil Sekretaris Ayep Wahyudin, Wakil I Dedi H Lubis, Wakil II Kharisma Arifin, Kepala Bidang Organisasi Soni T Trandana dan Kesekretariatan Doni Firmansyah.
Ketua Umum Perkumpulan Pendekar Pencak Silat Indonesia, Moch Arifin Sholeh, menerangkan, saat ini pencak silat seperti fatamorgana.
“Ada tapi seperti tak ada. Saya menilai ada stagnasi pencak silat agar tak berkembang dengan baik,” katanya.
Arifin menilai saat ini para pendekar terpecah belah ke dalam berbagai padepokan. Ia berharap hal itu dapat dipersatukan kembali. Di sisi lain, Arifin ingin agar masyarakat Indonesia dipersatukan ke dalam wadah pencak silat.
“Kami ingin wajib silat untuk seluruh masyarakat Indonesia melalui Peraturan Presiden yang tercatat dalam lembaran negara. Jadi semacam Gerakan Nasional Pencak Silat,” tuturnya.
Menurutnya, pencak silat sudah menjadi ruang silaturahmi bagi lintas generasi dan elemen sosial kemasyarakatan.
“Harus ada tim yang merumuskan bagaimana pencak silat dikembangkan ke depannya,” ujarnya.
Arifin juga berharap agar organisasinya bisa berdiri di seluruh provinsi di Indonesia. Untuk itu, ia siap bersinergi dengan DPD RI.
“Kami berharap agar bisa dibimbing, bersinergi dengan DPD RI di seluruh Indonesia,” katanya.
Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefdin Syaifuddin, menjelaskan, secara prinsip seluruh warisan budaya, termasuk pencak silat, tak akan bisa optimal diberdayakan sepanjang persoalan dasar yang ada di hulu belum dibenahi.
“Maka, Pak Ketua (LaNyalla) tak pernah berbicara pada tataran karitatif, tapi bicara di pusatnya. Persoalan ini dimulai ketika konstitusi amandemen 1999-2002. Sejak itu bangsa ini menjadi seperti bangsa lain. Padahal pendiri bangsa tahu persis watak bangsa ini. Satu untuk semua, semua terwakili,” papar Sefdin.
Dahulu, tutur Sefdin, ada golongan-golongan, di mana di dalamnya mewakili semua elemen, termasuk para pendekar. Ada pula utusan daerah yang mewakili seluruh daerah di Indonesia.
“Ada Fraksi TNI/Polri dan partai politik. Sehingga semua itu terwakili. Keempatnya ini berdiri sejajar membuat GBHN lima tahunan. Itu yang dikumandangkan Ketua DPD RI bahwa kita sedang tidak baik-baik saja,” katanya.
Ia membandingkan antara Indonesia dan Korea Selatan.
“Kita bersama Korsel merdekanya terpaut beberapa bulan saja. Mengapa mereka bisa lebih jauh kemajuanya, karena mereka menempatkan dengan baik sejarah peradabannya. Ini yang terus disadarkan oleh Ketua DPD RI bahwa mereka sudah meninggalkan cita-cita luhur para pendiri bangsa,” katanya.
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai saat ini para elit politik di negeri ini merasa Indonesia baik-baik saja.
“Mereka merasa sudah berada di trek yang benar. Padahal, ada banyak persoalan di negeri ini yang bermuara di hulunya, yang mesti diselesaikan agar persoalan bangsa ini juga selesai,” kata LaNyalla.
Senator asal Jawa Timur itu melanjutkan, Indonesia memiliki sejarah peradaban unggul. Yang mengikat sejarah peradaban unggul itu adalah Pancasila. Ironisnya, Pancasila sudah tak lagi diimplementasikan dengan baik di negeri ini.
“Demokrasi Pancasila berubah menjadi demokrasi liberal. Ekonomi Pancasila sudah berubah menjadi ekonomi kapitalistik. Maka, amandemen kelima konstitusi adalah jawabannya,” tegas LaNyalla.(*)
BIRO PERS, MEDIA, DAN INFORMASI LANYALLA www.lanyallacenter.id